Ali dengan susah payah membopong tubuh Prilly masuk ke dalam rumah Prilly. Gea--Mama Prilly yang melihat Ali membopong tubuh Prilly dengan cepat berjalan menghampiri Ali.
"Lho, itu Prilly kenap--ALI PRILLY KENAPA YA AMPUN?! SINI LANGSUNG KE KAMARNYA AJA." jerit Gea histeris.
Dengan langkah seribu Gea berjalan menaiki anak tangga yang di susul Ali di belakangnya.
"Lo ya, udah nyebelin. Badan lo kecil, mirip Sisi, ngeselin juga lagi." dumel Ali yang melihat wajah Prilly yang mulai membiru di gendongannya.
Ia dengan cepat berjalan kearah kamar Prilly yang disana sudah ada Gea merapikan tempat tidur Prilly.
"Tidurin disini, Li." pinta Gea.
Ali perlahan menurunkan Prilly di atas kasur berukuran king size itu dengan hati-hati. Ia kemudian menatap Prilly lalu beralih kearah Gea.
"Prilly kenapa bisa babak belur gitu sih, Li?"
"Maafin Ali, Tan. Tadi Prilly di ganggu sama preman deket restoran Mama, terus Ali telat dateng."
Gea hanya menghela napasnya dalam. "Prilly itu padahal ikutan Karate lho, tapi tetep aja dia juga cewek pasti ada sisi lemahnya." ucap Gea.
Ali hanya terdiam.
"Tante bingung nih, Li. Sekarang Tante harus ke rumah Neneknya Prilly di Bogor, Mamanya Tante lagi sakit disana. Prilly gimana ya? Papanya masih di luar Kota lagi." ucap Gea pelan.
"Yaudah, Tan. Biar Ali aja yang jagain Prilly disini." ucap Ali.
"Tante disana nginep dua harian paling, kamu yakin nggak pa-pa disini? Tante seneng kalau kamu yang disini, jagain Prilly. Tante yakin kamu bisa jagain Prilly." ucap Gea.
Ali tersenyum kearah Gea. "Iya, Tan. Biar Ali aja yang jagain Prilly disini ya."
"Yaudah, Tante pamit dulu ya. Assalamualaikum."
Gea mengecup singkat dahi Prilly kemudian Ali mengecup punggung tangan Gea. Sedangkan Gea bergegas keluar kamar Prilly.
Ali menyisir pandangannya ke seluruh kamar Prilly, kamar bernuansa cokelat muda itu terkesan nyaman.
Ali buru-buru turun ke bawah untuk mengambil air hangat untuk mengompres lebam di wajah Prilly. Kemudian Ali kembali ke kamar Prilly dengan wadah berisikan air hangat dan handuk kecil di bahunya.
Ia duduk di sebelah Prilly, pelan-pelan ia mulai membersihkan darah yang mulai mengering dari hidung mancungnya. Lalu Ali membersihkan darah dari sudut bibir Prilly yang kini mulai membiru.
"Lo tuh ya, coba aja setiap hari kayak gini. Diem. Nggak banyak tingkah, mungkin gue bakalan suka sama lo." ucap Ali tanpa di sadarinya.
"Ehh, nggak. Gue bercanda tadi," ucap Ali kikuk.
Ali menyimpan handuk kecil itu di nakas. Ia kemudian menarik selimut Prilly untuk menutupi tubuh Prilly.
Senyuman singkat tercetak jelas pada bibirnya, ia mendekatkan wajahnya pada Prilly. Membernarkan helaiian rambut yang jatuh menutupi wajah cantik Prilly.
Di usapnya lembut pipi berisi milik Prilly dengan sayang, lalu sedetik kemudian bibir Ali sudah mendarat sempurna di dahi Prilly.
Menciumnya dalam, se-akan ada rasa hangat yang menjalar pada hatinya yang sempat beku karena Sisi. Seolah dinding es yang ia buat untuk menutupi hatinya kini sudah mulai mencair perlahan ketika ia bertemu dengan Prilly.
"Mimpi indah, Prill."
3 kata terakhir di malam itu sebelum Ali pergi berlalu dari kamar Prilly.
***
Suara berisik dari arah dapur membuat Prilly terbangun dari tidurnya.
"Aduduh sakit," ringisnya ketika sudut bibirnya berkedut nyeri.
"Ck, ini gara-gara semalem pasti. Itu di bawah siapa lagi berisik banget!" ucap Prilly kesal.
Prilly turun dari tempat tidurnya, meraih jeday di atas nakas lalu memakaikannya di rambutnya.
Prilly juga mengganti pakaiannya dengan pakaian santainya, dengan celana pendek di atas lutut dan kaos polos berwarna putih.
Ia dengan pelan keluar dari kamarnya, ingin memastikan siapa yang tengah ada di dapur.
"Ma? Mama?" panggil Prilly.
Langkah kakinya semakin mendekat kearah dapur, tapi saat ia sudah berada di dapur. Dahi Prilly berkerut ketika ia melihat sosok bertubuh tegap tengah membelakanginya.
"Heh, siapa lo?" ucap Prilly menatap tajam kearah lelaki yang membelakanginya.
Ali yang merasa terpanggilpun memutar tubuhnya menghadap Prilly lalu tersenyum lebar.
Prilly membulatkan matanya ketika melihat Ali memkai apron di tubuhnya.
"Lo lagi ngapain?!"
"Masaklah, masa berenang." dengus Ali.
"Lo masak? Sampe dapur gue ancur berantakan kayak gini?!"
"Yaudah si, gue minta maaf. Gue tadinya mau bikin bubur buat lo, lagian ini pertama kalinya gue bikin bubur buat lo tapi nggak jadi-jadi dari tadi."
"Astagaaaaa!" teriak Prilly frustasi.
"Lo mau buat bubur pake terigu? Yakali ajaa!!" ucap Prilly jengkel.
Ali menatap kedua tangannya yang penuh dengan terigu, ia hanya memaerkan gigi rapihnya pada Prilly.
"Gagal dong gue buat buburnya."
"Emang! Gagal total! Udah lo diem aja, biar gue yang masak." ucap Prilly sewot.
Ali menuruti Prilly, ia berjalan duduk di kursi meja makan. Memperhatikan setiap gerak-gerik Prilly.
"Emang lo bisa masak, Prill?" tanya Ali.
"Jangan ngeremehin gue, gini-gini gue juga bisa masak. Masak mah gampang banget, jadi lo jangan berfikiran kalau gue ini cewek tomboy yang urakan, nggak bisa masak, dan bisanya cuma hura-hura. Nggak banget." jelas Prilly.
Ali hanya mengangguk-anggukan kepalanya, ia kira Prilly tidak bisa masak. Tapi dugaannya salah, mungkin ia harus mencari tahu semua tentang Prilly.
Karena faktanya, Prilly sangat berbeda dengan ekspektasinya selama ini tentangnya.
***
Haiii udah di lanjutt yaa wkwk
Ini kayaknya pendek tapi gapapalah yaa😆😆Jangan lupaaa vote sama commentya yaaa😚😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And My Perfect Captain
ФанфикBagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat berharga dalam hidup kalian? Sakit bukan? Alianno Putra Pratama, lelaki tampan yang nyaris sempurna itu kehilangan seseorang yang sangat berharga dalam hidupnya, Sisi. Sisi adalah kekasihnya yang m...