Senja (not a poetry lol)

24 10 2
                                    

Sepasang mata terpaku tajam ke langit senja, membentuk sudut enam puluh derajat. Badannya yang mungil tersaingi oleh pohon-pohon pinus yang berwarna hijau kehitaman disekitarnya. Ia sudah berdiri di tempat itu sejak jam menunjukkan pukul tiga, angka favoritnya.

“Sangat indah…,” ucap anak perempuan berambut ikal itu dengan lirih.

Ya, saat itu memang dijadwalkan langit di senja hari akan sangat indah, tidak seperti biasanya. Banyak bintang berjatuhan dari ‘pohon’nya yang sangat sangat besar itu. Rasanya ia ingin mengambili bintang yang tergeletak di tanah satu-satu, tapi ia tidak bisa, pasti bintang-bintang itu jatuh di dalam hutan pinus yang gelap dan sepi. Kata kakaknya, hutan pinus itu ditinggali banyak binatang menyeramkan dan seorang nenek yang kabur dari panti jompo.

Masih di posisi yang sama, postur yang sama, ia bertanya, “Kenapa kau dinamakan senja?”

“Karena aku sudah ‘tua’, lebih tua daripada siang.”

Ia memiringkan kepalanya, dahinya berkerut samar. Sedikit tak paham dengan jawaban langit, anak itu kembali bertanya, “Kenapa kau gelap?”

Langitpun tertawa kecil mendengar pertanyaan polos anak kecilitu. “Hahaha. Karena aku selalu bersembunyi dibalik siang, karena siang panas sekali, jadi dia membakar kulitku. Alhasil aku menggelap, deh.”

Kepalanya mengangguk menyebabkan rambut ikalnya ikut bergoyang-goyang. Ia sempat termenung, berpikir untuk pertanyaan selanjutnya. “Lalu, kenapa kau sangat indah?”

Pertanyaan anak kecil itu membuat langit tersenyum senang. Dengan yakin dan perlahan, langit menjawab, “Karena aku merupakan ciptaan-Nya.”


-Yogyakarta, 10 Februari 2017
[Saat hari mulai senja]

ApareciumWhere stories live. Discover now