Seolhyun dan Baekhyun sudah berganti pakaian dan siap untuk pergi ke swalayan terdekat untuk membeli bahan makanan yang sudah habis di apartemen mereka. Dikarenakan Baekhyun tidak membawa mobilnya, membuat mereka tidak ada pilihan selain berjalan kaki untuk menuju halte bis terdekat karena swalayan terdekat berjarak sekitar lima kilometer.
Sepanjang perjalanan menuju lobi apartemen, tangan mereka tidak pernah terlepas sedikit pun. Canda dan tawa saling mereka lemparkan terhadap satu sama lain. Menambah keharmonisan rumah tangga mereka selama ini.
Lingkungan tempat tinggal yang dipenuhi orang-orang kelas atas membuat Seolhyun maupun Baekhyun berjalan dengan santainya di lobi gedung apartemen tanpa harus memikirkan apa pendapat orang lain. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi sesama penghuni gedung apartemen. Kekurangpedulian terhadap tetangga apartemen, membuat mereka kurang mengenal satu sama lain. Bahkan sampai tidak mengenal sama sekali.
Hal ini juga ditambah dengan sistem perlindungan terhadap privasi para penghuni apartemen membuatnya semakin tertutup antar sesama penghuni. Hanya beberapa orang penjaga keamanan saja yang kadang menyapa Seolhyun ataupun Baekhyun. Itu juga dikarenakan Seolhyun atau Baekhyun yang dulunya sering menyapa mereka terlebih dahulu. Seperti sekarang ini.
"Selamat siang," sapa seorang petugas keamanan yang sudah senior menyapa Seolhyun dan Baekhyun.
Langkah mereka pun berhenti seketika, lalu menengok ke arah sumber suara. Senyuman terbit di bibir ketiganya ketika pandangan mata mereka bertemu.
"Selamat siang juga, paman Han," sapa Seolhyun dengan cerianya.
"Kalian mau pergi ke mana?"
"Kami mau pergi ke swalayan," jawab Baekhyun.
"Dengan berjalan kaki?"
"Hanya sampai halte bis," jawab Seolhyun kali ini.
"Kenapa tidak pesan taksi saja?"
"Sekalian memperbanyak jalan kaki paman. Bukankah orang yang akan mendekati melahirkan harus banyak berjalan kaki?" ucap Seolhyun sambil menampilkan senyuman terlebarnya karena pria hampir paruh baya di depannya itu masih memandangnya tidak setuju. Walaupun menyiratkan ketidaksetujuan, paman Han tidak berkata apa-apa lagi selain menyuruh agar Seolhyun lebih hati-hati dan Baekhyun lebih menjaga Seolhyun lagi. Setelah berbincang sebentar, mereka berdua pun kembali melanjutkan langkah kaki mereka.
"Paman Han memang yang terbaik," ucap Seolhyun dengan pandangan menerawangnya. Memang selama mengenal paman Han, Seolhyun sudah merasakan perhatian yang berlebih dari pria yang sudah dianggapnya seperti ayahnya sendiri. Apalagi setelah mengetahui keadaannya yang sedang hamil.
"Dia memang selalu baik pada kita," jawab Baekhyun karena tidak sanggup melihat gurat kesedihan lebih lama lagi di wajah istrinya. Jika saja malam itu tidak terjadi, mungkin Seolhyun masih berkumpul dengan keluarganya di Jerman. Tapi apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Mereka hanya tinggal menikmati kehidupan yang mereka jalani saat ini.
Baekhyun masih ingat betapa murkanya orangtua Seolhyun ketika mereka mengetahui anak gadis mereka tengah hamil diusianya yang masih belia. Mereka berdua dipaksa menikah, dan sebagai hukumannya, tidak ada lagi fasilitas mewah yang bisa mereka nikmati kecuali satu buah apartemen, satu unit mobil, dan uang bulanan yang hanya pas untuk makan mereka sehari-hari, dan sekolah yang terbaik.
Tinggal di kawasan apartemen mewah bukan berarti mereka hidup dengan mewah, mereka harus mengerjakannya sendiri. Seolhyun yang tidak biasa mengerjakan pekerjaan rumahtangga pun dipaksa untuk belajar. Begitu juga Baekhyun, ia memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang pelayan di salah satu kafe jika malam tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret #1 My Marriage
FanfictionByun Baekhyun adalah seorang siswa teladan yang banyak digandrungi oleh banyak orang. Semua orang menyukainya, tidak ada yang tidak menyukai perangainya. Berasal dari keluarga kaya, tampan, pintar, ketua osis, semuanya terasa sempurna. Namun sayang...