Bagian 4

42 4 2
                                    

July selalu payah. Ia terabaikan dan tertinggal dalam banyak hal. Kehadirannya jarang mendapat perhatian, kecuali saat pamflet bulanan sekolah memuat berita tentang dirinya. Foto July yang diambil saat ia masih kelas satu dulu disandingkan dengan judul kolom "Julianna, si penghitung tempo paduan suara."

Semua anak membacanya, termasuk July sendiri yang duduk di dalam kelas sambil ditemani perasaan was-was.

Ide untuk menerbitkan berita dalam bentuk pamflet kecil bermula dari terbentuknya ekstrakulikuler majalah dinding. Bukan rahasia jika semua anak dalam ekskul itu punya kegilaan terhadap gosip. Belum sampai sebulan terbentuk, tawaran untuk menerbitkan pamflet datang. Lengkap dengan surat resmi bahwa semua biaya penerbitan akan ditanggung oleh sekolah.

Ketika naluri alamiah seorang penggosip unggulan bertemu dengan kesempatan membuat berita, maka terciptalah konten "menarik" yang mampu meningkatkan minat baca.

July tidak pernah sebenci itu melihat sekolah mau menghabiskan banyak uang untuk selembaran kertas yang bahkan tidak berbau akademis. Kebenciannya semakin menjadi saat mengetahui pamflet itu akan diberi nama Harian Sekolah. Dari sana, ia pertama kali mengenal kata ironi. Terbit setiap bulan, tapi diberi judul harian.

Mengetahui berita dirinya dimuat di dalam pamflet membuat July diam di kelas seharian. Ia tidak mau keluar, kecuali untuk buang air besar. Tapi pamflet itu sudah terlanjur tersebar. July bisa melihatnya berhamburan di lantai dan kolong meja. Tercecer seperti sampah. Dengan perasaan ngeri yang luar biasa setelah melihat foto wajahnya sendiri, July akhirnya memberanikan diri untuk membaca kolom sialan itu.

Dan ia diam termangu setelahnya. Tidak bisa bergerak. Mungkin ini yang selalu dibilang orang penyakit angin duduk, pikirnya.

Kemudian pamflet itu dilipatnya baik-baik. Ia letakkan di sakunya, tepat di dada, dan memberikannya tepukan hangat seperti seorang Ibu yang menepuk pundak anaknya. July duduk tegak. Masih takjub dengan penyakit angin duduk yang baru menyerangnya. Sesampainya di rumah, ia memberikan pamflet itu bedak tabur untuk dihirup semalaman.

Ternyata teorinya salah. July tidak terkena penyakit apa-apa. Ia hanya tersambar perasaan senang yang berlebihan. Karena untuk pertama kalinya, seseorang menganggap kehadirannya penting dalam grup paduan suara. Kolom di pamflet itu bicara tentang jasanya yang berhasil membawa grup paduan suara memenangkan banyak perlombaan.

Singkat cerita, pamflet itu selalu dibawanya kemana-mana. Sebagai pengingat bahwa ia tidak selamanya payah.

***

Raka membuka buku catatannya, memperlihatkan hasil coretan yang ia buat dengan mengumpulkan sisa-sisa ingatannya. Dan July diam melihat sebuah gambar yang acak-acakan. Lebih mirip seperti bencana, pikirnya. Dalam artian lain, gambar itu sama kacaunya dengan gambar yang selalu ia buat saat kelas seni dulu. 

July tidak mengatakan itu tentu saja. Karena dalam pikirannya, selain bencana, July tahu persis apa maksud dari coretan tangan Raka. 

10:59Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang