Karya by : Mawarina
🔛🔛🔛🔛🔛🔛🔛🔛🔛🔛🔛🔛🔛
Pukul 18.00 WIB. Ruangan di gedung lantai 3 ini sudah sepi. Hanya ada aku dan Bosku, Bu Irma saja. ini lebih 2 jam dari jam pulangku. Siang hari tadi aku terpaksa membatalkan janjiku dengan Mas Fatih, tunanganku untuk bertemu karena meeting dadakan yang membosankan ini.
Aku bersiap membereskan barang-barangku, mengambil jaket lalu bersiap pergi. Asyana dan teman-temanku sudah lebih dulu kabur saat ritual meeting itu selesai. Bosku tiba-tiba saja keluar dari ruangan.
“Lana, bahan meeting untuk besok pagi sudahkah kau siapkan? aku akan berangkat pagi sekali karena ternyata meeting dijadwal ulang,” seru Bosku. “Besok pagi akan saya siapkan Bu,” kataku.
“Apa kau yakin akan siap pagi itu juga? Aku tidak mau ambil risiko untuk proyek ini. Kita harus goal! Proyek ini bernilai milyaran, Lana. Aku tidak mau tahu. Persiapkan bahan meeting malam ini juga”
Bosku berlalu dan meninggalkan aku dengan segala umpatan dalam hati. Bu Irma baik, tapi dia tak pernah menyerah untuk urusan uang. Yah.. apa boleh buat. Akhirnya aku kembali duduk di depan komputerku menyiapkan segala bahan meeting.
Pukul 22.00 WIB. Aku masih saja belum selesai dengan pekerjaanku. Ternyata bahan meeting ini lebih banyak dari yang aku bayangkan. Mataku mulai tak bisa diajak kompromi. Aku pergi ke pantry untuk membuat segelas kopi.
Ruangan Bu Irma sudah kosong. Barang-barangnya pun sudah tak ada. Ah.. dia pulang tanpa pamit denganku dan meninggalkan aku sendirian dengan bahan meeting tak jelas ini. Sendirian? tiba-tiba aku sadar kalau aku ada di kantor sendirian ketika aku kembali ke mejaku dengan secangkir kopi panas.
Aku berkeliling melihat sekitarku. Sepi. Bahkan sangat sepi. Ini aneh. Aku menarik napas panjang dan menyalakan musik untuk mengusir kesunyian itu. Aku teringat dengan obrolanku dengan Asyana tentang gedung kantor kami.
Itu memang gedung baru kami, tapi itu adalah gedung bekas kantor perusahaan lain. Kabarnya pernah terjadi kasus bunuh diri di gedung itu. dan kabar baiknya, bunuh diri itu dilakukan di lantai 3, tempat yang sama dengan kantorku.
Aku merinding. Baru 10 menit aku mulai lupa dengan keadaan sekitarku terdengar suara seperti diseret. Konsentrasiku buyar. Kucoba tak hiraukan suara itu dan kukeraskan suara musikku. Suara itu tak terdengar lagi. Aku bersyukur.
Pukul 23.30 WIB. Dokumen untuk meeting hampir selesai, dan yang aku butuhkan tinggal 1 dokumen lagi. Agak kacau juga perasaanku karena harus mengambil dokumen itu di ruang dokumen. Ruang dokumen selantai dengan ruanganku.
Hanya saja ruang itu terletak di ujung belakang dekat pantry. Siang hari saja aku enggan ke sana apalagi di malam seperti ini. Aku bertekad menyelesaikan bahan meeting itu malam ini juga. Jadi kubulatkan tekadku untuk ke sana dengan perasaan sedikit cemas.
Kulewati banyak meja kosong. Biasanya di sini ramai tapi ini benar-benar sunyi. Aku sedikit berlari. Akhirnya aku sampai di depan ruang dokumen. Aku agak ragu memutar knop yang sudah terlihat tua itu. Umurnya sama dengan tuanya gedung kantorku ini. Setelah kuputar knop itu, terbukalah ruang dokumen.
Bau kertas dan dokumen usang menyerbak. Banyak rak dan dokumen berjajar di ruangan ukuran 5×10 itu. Ruangan ini kecil tapi memanjang. yah memang ruangan itu terlau sempit dengan jumlah rak dan dokumen yang sangat banyak itu.
Kuraba-raba dinding untuk mencari saklar lampu. Tapi percuma, lampunya mati. Kenapa harus sekarang mati, oh lampu. keluhku dalam hati. Akhirnya aku menyalakan lilin yang kuambil dari pantry.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN CERPEN HOROR
HorrorCerita ini ku ambil dari google. Aku kirimin ke Wattpad. Jadi, kalian gak usah buka google. Kalian cukup lihat dari punya ku kok. Maaf sebelum nya aku ini nggak copas. Aku cuma mau nge-share-in karya mereka yg mereka kirim di google. Jadi tolong jan...