Episode 1

65 8 15
                                    

WARNING!!!

Tenang. Yang ini masih aman.

================================================================================

Entah sudah yang ke berapa kali Anita melihat dua siswa itu bermain ke ruang kelas yang terbengkalai, yang sekarang jadi gudang penyimpanan kursi dan meja sekolah yang sudah rusak. Dan entah kenapa ia jadi merasa penasaran dengan apa yang mereka kerjakan di sana. Ditambah banyak desas-desus yang mengatakan bahwa beberapa murid pernah beberapa kali mendengar suara-suara aneh dari kelas itu.

Kalau dipikir dengan logika, itu bukan urusan dirinya. Tapi jika ia memilih diam, rasa penasaran ini semakin membuatnya gila. Ia takut, hal ini bisa berdampak pada konsentrasinya mengajar di sekolah ini.

Dulu ia pernah mengalami rasa penasaran yang kurang lebih sama dahsyatnya. Ia sangat penasaran dengan fenomena supernatural dan betapa beruntungnya ia, SMA-nya terkena fenomena ini. Waktu itu, sekolahnya sedang ada renovasi kecil-kecilan selama beberapa hari. Di hari ketiga salah satu pot tanaman berukuran besar yang ada di dekat tangga sekolah digeser sedikit karena menurut kepsek posisinya kurang sedap dipandang. Beberapa menit kemudian sekolah digemparkan oleh adanya beberapa murid yang kesurupan dan korbannya banyak dari kelas X-A sampai kelas X-E. Tempat itu memang sering dikabarkan tempat para makhluk gaib berliaran, jadi murid-murid yang masuk di kelas itu besar kemungkinannya akan dirasuki mereka.

Selain itu, dulu ada yang bilang bahwa jangan pernah dekat-dekat dengan orang yang kesurupan. Karena ada kemungkinan pasti kena kesurupan juga. Anita mendengar kata-kata itu ingin tertawa terbahak-bahak rasanya. Ia menganggap itu hanya mitos yang terlalu dianggap benar oleh sebagian orang.

"Mitos kok dipercaya. Dasar aneh," gumamnya.

Karena itulah ia pun nekat melakukan eksperimen yang sangat berbahaya ini untuk membuktikan apakah mitos itu benar atau tidak (dia memang nekat). Ia duduk dihadapan temannya yang sedang kesurupan dan mengajaknya bicara seperti biasa. Tapi berakhir dengan kurang baik. Temannya yang kesurupan itu tiba-tiba menyerangnya. Kedua mata mereka saling bertemu sesaat sebelum akhirnya dua murid laki-laki menangkap yang kesurupan dan beberapa murid perempuan membawa Anita menjauh dari TKP. Kemudian Anita menyadari sesuatu. Ia ingin melanjutkan eksperimen ini sampai mendapat hasil yang dapat memuaskan rasa penasarannya. ©HaniEagle

Mulai dari fenomena tersebut, ia jadi suka mencari pengetahuan tentang fenomena supernatural entah itu nonfiksi maupun fiksi. Itu semua untuk sekedar mengontrol rasa penasarannya yang tidak memiliki happy ending. Untunglah ia memiliki mental yang kuat, jadi ia masih bisa bertahan hingga sekarang.

Datang ke sekolah ini dan mendapat desas-desus adanya fenomena supranatural membuat rasa penasarannya akan fenomena supernatural bangkit tanpa menyapa. Sensai yang sama dengan waktu itu kembali bangkit. Awalnya ia bisa mengontrolnya tapi seiring berjalannya waktu rasa penasaran ini semakin menjadi-jadi.

Anita menatap ruang kelas yang terbengkalai itu lekat-lekat dari jauh. Ia masih dalam proses memantapkan keputusan apakah ia akan ke sana dan menerime semua resiko yang terjadi atau ia akan lebih memilih untuk melupakannya.

Anita menghirup napas dalam-dalam lalu dihembuskan perlahan. Ia memantapkan tekad dan dengan berani ia melangkahkan kaki ke arah kelas yang terbengkalai itu. Samar-samar ia mendengar suara orang dari dalam kelas itu. Suara yang terdengar asing di telinganya. Ia pun mengendap-endap mencari lubang untuk mengintip apa yang terjadi di sana. Ia sangat terkejut dengan apa yang ia lihat. Apa yang terjadi di dalam sana sungguh tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tanpa sadar, ia memotret apa yang terjadi di sana.

***

Anita merapikan kertas-kertas bahan ajarnya hari ini dan sempat-sempatnya ia teringat dengan yang ia intip di balik kelas terbengkalai itu. Ia membenamkan wajahnya dibalik kertas-kertas tersebut, menutupi semu merah di wajahnya. Dalam hati ia terus berdzikir untuk menghilangkan ingatan itu. Kemudian ada seseorang menepuk salah satu pundaknya.

"Hei, sejak tadi kamu bersikap aneh," ucap Asmara yang biasa dipanggil Mara, teman satu kost dan satu prodi dengan Anita, perempuan yang sangat enerjik, suka nempel dengan Anita, dan suka heboh sendiri.

"Masa sih? Perasaanmu aja kali." Anita berkilah.

"Nggak usah pura-pura deh. Kamu pasti naksir salah satu brondong di sekilah ini kan?"

"Nggak tuh," jawab Anita cepat.

"Jangan bohong. Di sekolah ini banyak brondong-brondong ganteng, sebagian dari mereka ada yang terlahir tajir dan beberapa ada yang termasuk kategori anak berprestasi. Sumpah deh, kamu milih sekolah yang bagus banget. Untung aku ngikut pilihanmu. Kira-kira brondong mana dulu ya yang mesti diajak kencan duluan?" Mara mulai membayangkan para murid yang dianggap tipenya berkenan dengannya.

"Kamu ini aneh deh. Masa anak kuliahan naksir anak SMA?"

"Namanya cinta, tidak memandang usia."

"Aku merinding denger ucapanmu barusan."

"Sialan!" Mara mencubit lengan kiri Anita. "Dikira aku lagi narasi cerita horor apa?" protesnya.

Anita tertawa mendengar ucapan Mara seraya mengusap bagian lengan kirinya yang terasa sakit sehabis dicubit Mara tadi.

Tak lama kemudian terdengar bunyi lonceng tanda istirahat pertama telah usai berdentang nyaring. Anita segera merapikan bahan ajarnya dan bersiap ke kelas XI IPA 1, sedangkan Mara pergi ke kelas XII IPS 3 untuk menggantikan guru matematika mereka yang hari ini sedang jatuh sakit.

Anita menghirup napas dalam-dalam, mempersiapkan mentalnya sebelum masuk ke dalam kelas. Sudah sebulan ia PPL di sekolah ini, tapi ia masih saja merasa gugup ketika berhadapan dengan para siswa. Mungkin karena belum terbiasa jadi ia masih merasa demikian, tapi ia berharap rasa itu bisa segera berakhir. Ia tak mau mengajar di depan kelas mirip seperti cyborg yang sedang ceramah.

Setelah memanjatkan doa kepada Tuhannya, Anita memasuki ruang kelas. Ia menyapa para murid dengan wajah ceria dan penuh keramahan. Itu adalah salah satu cara untuk membuat para murid merasa bahwa dirinya bukanlah seorang pengajar yang mengerikan. Tahulah... pelajaran matematik itu bagaikan pelajaran terkutuk yang membuat orang ketakutan dan stress mempelajarinya.

Para murid berdiri lantas memberi salam selamat pagi. Setelah itu mereka kembali duduk di kursi masing-masing dan Anita mulai mengecek kehadiran mereka satu per satu.

"Rina Suliswati," ucap Anita lantas melihat semua muridnya mencari siswi bernama Ria.

"Hadir, Bu." Siswi tersebut mengangkat tangannya.

Anita kemudian memberi titik di kolom kehadiran siswa.

"Rizki Andjar."

"Sakit, Bu," sahut teman sebangkunya Rizki.

"Ada suratnya?"

"Tidak ada. Tapi dia ada nge-sms aku, Bu."

"Coba ibu lihat."

Siswa tersebut mengeluarkan ponselnya dan datang menghampiri Anita ke depan kelas. Ia menyerahkan ponselnya dan Anita mencari pesan yang dimaksud siswa ini. Beberapa saat kemudian, Anita mengembalikan ponselnya.

"Kamu boleh balik ke tempat dudukmu."

Siswa itu mematuhi perintahnya dan Anita menuliskan huruf S di kolom kehadiran Rizki.

"Kita lanjutkan ya. Rangga Nasution."

"Hadir."

Kedua mata Anita bertemu dengan kedua mata Rangga. Dalam sepersekian detik, pikiran Anita kembali ke peristiwa yang terjadi di balik kelas yang terbengkalai itu. Kemudian kesadaran Anita kembali dan menggelengkan kepalanya menepis jauh-jauh ingatan itu.

"Astaghfirullahalazim, kenapa aku teringat dengan hal yang tak ingin kuingat," gumamnya.

Setelah semua murid dicek kehadirannya, ia meminta semua muridnya untuk membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas tiga sampai empat orang per kelompok. Kemudian ia meminta murid-muridnya untuk membuka buku paket mereka di halaman 91 tentang operasi aljabat pada fungsi. 

Seperti biasa, ia memulai pembelajaran dengan mengingat materi-materi sebelumnya dan memberikan suatu masalah yang berhubungan dengan materi yang dibahas hari ini. Gunanya untuk merangsang otak mereka untuk melakukan pemanasan sebelum menerima materi yang sebenarnya.
(09.07.17)

ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang