Meeting

287 10 0
                                    


(Kayla's POV)

Ternyata Dylan duduk bersebelahan denganku di pesawat. Banyak hal yang dia ceritakan padaku. Mulai dari tujuannya ke Paris hingga keluarganya. Ternyata dia melanjutkan studinya di Universitas yang sama denganku. Namun kita mengambil jurusan yang berbeda dan berbeda tingkat pula. Dia mengambil S1 jurusan Teknik Arsitektur yang sudah tingkat 5, sedangkan aku mengambil S1 jurusan Manajemen yang masih tingkat awal. Lalu, dia menceritakan keluarganya yang tidak setuju jika dia mengambil jurusan arsitektur. Sebenarnya orangtua Dylan, ingin agar Dylan mengambil jurusan hukum. Karena orangtuanya menginginkan anaknya menajadi seorang lawyer nantinya.

"Lalu apa hobimu?" tanyaku.

"Hobiku banyak. Karena menurutku banyak hal yang menyenangkan dalam hidup ini. Kalau kamu?" aku hanya manggut- manggut tanda setuju dengan pernyataannya.

"Hobiku sih membaca novel fiksi, sedikit komik romance, menulis cerpen, menulis cerita bersambung, menggambar, makan, dan tidur mungkin?" jawabku panjang lebar sambil terkekeh. Dia pun tertawa mendengar jawabanku.

"Berarti kamu bisa menggambarkan aku?"

"Ya, someday, maybe," jawabku singkat.

"Apa bisa aku sebut itu janji?" ucapnya sambil mengangkat jari kelingkingnya. Hal ini membuat pikiranku melayang pada seseorang yang selalu melakukan hal sama seperti ini. Seseorang yang terlalu banyak membuat janji dan memintaku berjanji. Namun banyak hal yang tidak ia tepati. Termasuk janjinya yang terakhir. Janji yang tak pernah mungkin ia tepati saat ini, besok, lusa, ataupun suatu hari nanti. Dan sesorang itu bernama Dimas Atlana Wijaya.

"Kayla?" panggilnya yang membuat aku terbangun dari lamunanku.

"Hah? apa?" jawabku bingung. Dia hanya melirik jari kelingkingnya, lalu menatap aku sambil tersenyum. Aku pun mengaitkan jari kelingkingku di jari kelingkingnya.

"Maaf aku nggak bisa janji" ucapku akhirnya.

Ternyata dia tidak menanggapinya lebih lanjut. Dia tak menjawab apa- apa. Hanya mulai sibuk dengan korannya yang baru saja ia keluarkan. Dia pun mulai berkomentar tentang berbagai berita disana. Mulai dari komentar tentang kasus korupsi hingga berita menangnya Barcelona pada pertandingan melawan Real Madrid tadi malam.

Sebenarnya berita mengenai korupsi sudah beberapa minggu ini menjadi hot news di berbagai media cetak maupun media massa. Sebenarnya bosan juga mendengar berita seperti itu. Seperti tak habis- habisnya kasus korupsi di negeri ini. Namun, memang begitulah keadaannya. Banyak orang yang tak bertanggung jawab di tanah air ini.

"Tuh kan aku bilang juga apa. Barca pasti menang. Tapi, sayang sekali aku tidak menontonnya sampai selesai. Kalau kamu suka kesebelasan apa?" tanyanya.

"Aku? Hmm. Sebenarnya aku tidak terlalu tahu tentang sepak bola. Tapi aku sedikit tertarik dengan Real Madrid mungkin?"

"Real Madrid? Berarti sekarang kau akan menjadi musuhku, Kay. Karena Barca dan Madrid selalu bersaing," ucapnya berpura-pura serius.

"Ayolah Lan, kita baru kenal tapi sudah ingin memusuhiku," sambil cemberut aku memalingkan wajahku ke kaca jendela berpura- pura marah. Lalu dia memegang kedua pipiku dengan tangannya dan menarik wajahku ke depan wajahnya - sangat dekat, hanya beberapa centi dari wajahnya.

"Ternyata kamu lebih cantik kalo sedang merah ya," ucapnya dengan mimik berpikir. Lalu ia tersenyum jahil dan melepaskan tangannya dan kembali sibuk dengan korannya. Aku pun memalingkan wajahku ke kaca jendala karena malu. Aku yakin wajahku memerah sekarang. Karana aku merasakan panas di pipiku dan merasa ada kupu- kupu berterbangan di perutku. AH NOOO... Kenapa aku seperti ini?

(Dylan's POV)

Kulihat dia membalikan tubuhnya ke kaca setelah aku melepaskan tanganku dari wajahnya. Aku tahu bahwa dia sedang menyembunyikan wajahnya yang memerah. Sebenarnya aku tidak bermaksud membuat wajahnya merah seperti tomat. Aku jadi tidak enak melihatnya malu seperti itu.

Sebenarnya dia mirip dengan seseorang. Mirip sekali. Aku pun kaget ketika melihatnya pertama kali di bandara tadi. Kukira dia orang yang sama. Ternyata aku salah. Lagipula sifat mereka jauh berbeda. Kayla lebih polos, ceria, cerewet, kekanak- kanakan dan memiliki semangat dalam hidupnya. Tidak seperti... Ah sudahlah, karena aku tidak ingin mengingat dia disaat terakhir kami bertemu. Lagipula untuk apa aku membanding- bandingkan Kayla dengannya. Kayla hanya seseorang yang baru kukenal beberapa jam lalu.

Sesuatu yang membuatku penasaran di bandara. Karena pertama kali kita bertemu, keadaannya tidak sedang baik. Sebenarnya aku sudah memperhatikannya dari awal dia duduk di ruang tunggu. Kulihat dia menangis dalam diam sambil membaca secarik surat yang sudah terlihat bahwa kertas itu sering ia baca. Dari situ aku berpikir bahwa kita memiliki kesamaan. Entah apa itu. Tapi aku ingin membuatnya tersenyum. Aku tak yakin mengapa. Hanya saja ada perasaan untuk membuatnya tidak menangis lagi. Atau mungkin karena Kayla mirip dengan seseorang yang selalu aku pikirkan ini? Aku tidak tahu jawaban untuk pertanyaan ini. Namun, yang ingin aku tahu sekarang adalah alasan dia menangis. Hanya itu. Lebih tepatnya aku merasa penasaran.

"Kay. Kayla," panggilku. Namun ia tidak menyaut ataupun berbalik. Setelah kulihat ternyata ia tertidur. Aku hanya tersenyum melihatnya dan melanjutkan membaca koran. Namun, aku berhenti membaca koran tepat disaat merasakan kepala Kayla menyentuh bahuku. Aku hanya membiarkan itu terjadi. Lagipula kasihan jika dia harus menyandar ke kaca jendela.

Aku pun melipat koran yang belum selesai kubaca dan menyimpannya ke tempat semula. Lalu, kubenarkan posisi tidur Kayla agar membuatnya nyaman. Aku tak pernah berpikir akan sedekat ini dengan seseorang yang baru kukenal. Kulihat wajahnya yang polos dan cantik. Baru kusadari dia cantik tanpa polesan make up. Dia cantik apa adanya dengan sedikit helaian rambut yang menutupi matanya. Aku pun tergerak untuk membenarkan rambutnya dengan menyelipkan ke telinganya. Sekarang tampak terlihat jelas garis- garis wajahnya. Ternyata aku salah. Kayla tidak semirip itu dengan dia.

"Dimas" Ucapnya seraya memeluk tanganku. Dia mengigo. Tapi siapa Dimas? Apakah dia penyebab air mata Kayla? Terlihat titik air mata yang turun melewati pipinya. Aku tak habis pikir, di dalam mimpinya pun dia menangis. Apakah sesakit itu yang kamu alami Kay? Dibalik senyumnya yang ceria tersimpan banyak luka.

Aku hanya mengelus pipinya yang basah oleh air mata itu. Sejujurnya aku penasaran, siapa Dimas? Mengapa Kayla menangis? Tapi aku juga tidak mungkin memaksa Kayla untuk bercerita. Kita bahkan baru mulai berkenalan kurang dari 24 jam. Aku masih lah seseorang yang asing untuknya. Mana mungkin ia bercerita tentang siapa Dimas itu. Lagipula mengapa aku harus peduli padanya? Bukankah itu bukan urusanku? Aku berpikir keras mencari jawaban atas pertanyaanku sendiri. Namun, lama kelamaan mataku terpejam. Gelap. Kepalaku pun terasa berat oleh pikiranku sendiri. Aku pun jatuh di atas kepalanya. Dan tertidur.

-----------------

Ini terlalu sedikit ya? hehe. Selanjutnya semoga bisa lebih panjang deh ;)

I Find YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang