Bagian 1 -part 2-

11 1 0
                                    

Lingkaran sihir ini semakin jauh menerbangkan kian. Tak tau akan diterbangkan kemana, air mata yang kian teteskan mungkin tak berarti apa-apa saat ini. Andai saja ayahnya melihat hal ini, apa yang akan ia lakukan, memarahinya atau mungkin menasihatinya. Sekarang, sudah tak ada lagi yang memarahinya jika kain berbuat salah atau menasihatinya.

Ayah, ibu, kakak apa yang harus ku lakukan ?

Melihat langit, perlahan kian semakin mengantuk dan pusing karena cepatnya lingkaran ini terbang. Kian berharap hari esok ibunya dapat membangunkannya.

-Harapan kosong dari anak yatim piatu seperti kian-

"Ayah aku sudah menghafal buku yang ayah suruh."

Memegang buku, kian melihat ayah, ibu dan kakaknya di meja makan.

"Oh gitu, kamu anak yang pintar kian." mendekati kian dan menghelus rambutnya dan melanjutkan perkataannya "jadi janganlah sakiti manusia, kian."

Melihat ayahnya dengan suasana yang berbeda sebelumnya, suasana sama seperti saat dimana ayahnya meninggalkannya.

"Tapi ayah aku tak ingin sendirian."

Lingkaran sihir menerbangkannya perlahan-lahan.

"Ayah..."

"Ayah... ayah..."

"Ayah... ayah... ayah... "

Lingkaran sihir bergerak cepat ke arah selatan, hal yang dilihat terakhir dari ayahnya adalah senyum kecil saat meninggalkan kian.

Apa ayah membenci ku ?

Cahaya kecil terlihat di matanya. Melihat langkah ayahnya yang semakin jauh darinya, kian mencoba meraih tangan ayahnya, tapi jaraknya dan ayahnya semakin jauh dan jauh.

"Ayahhh...."

*Durrr*

Berteriah dengan keras dan merasakan rasa sakit di kepalanya. Mengusap kepalannya yang kesakitan, matanya yang pudar mulai terbiasa dengan sinar matahari yang begitu terang, melihat sekitar hingga langit.

Kian sekarang mengatehui situasinya sekarang. Berada di pinggiran pantai hutan selim. Peri biru, manusia ular, monyet berbaju besi dan manusia naga berada di depanya.

"Cammeo kau harus bersin lagi, ini minum."

Manusia ular itu mendekati naga itu dengan memberikan sebuah botol ramuan, setelah meminumnya naga itu kembali berubah menjadi manusia.

"Ya, aku manusia naga."

Senyum hangat yang ditunjukannya membuat kian tersipu malu melihat ke bawah.

"Jadi nama mu siapa?"

"Nama ku kian, Kian Trisasta."

"Kalau begitu kian yah, apa kau mau bermain dengan kami?"

Sebuah ajakan yang aneh, karena kian belum tau tempat yang sekarang ia tempati. Mengangguk adalah pilihan terbaik kian di situasi seperti ini. Mereka berlima masuk ke dalam hutan.

"Cammeo apa tak apa mengajaknya bermain?"

Tanya sassya menutupi mulutnya dengan tangan kanan yang berada di samping mulutnya. Cammeo yang dari tadi melihat kian yang berda di belakangnya.

"Cammeoooo...."

Nada pelan yang agak keras tidak didengarkan cammeo. Cammeo mendekati kain, sassya yang melihat itu sedikir kesal karena cammeo.

"Hey kian, kenapa buku-buku itu mengikuti mu dari tadi ?"

Menunjuk ke arah belakang kian, tampak buku yang berbaris seperti mengantri antrian pembagian makanan gratis. Langkah kian dan mereka berempat terhenti. Sedikit bingung, tapi kian tau apa yang sebenarnya terjadi. Buku-buku tersebut telah berikan suatu mantra oleh ayahnya sebagai pelindung untuk kian. Berfikir menceritakan hal ini kepada cammeo, membuat dirinya akan terbunuh. Kian pun berbohong.

Wizard X DragonsWhere stories live. Discover now