TOS - 1

59 19 11
                                    


Gadis berkucir kuda itu baru saja memasuki gerbang sekolahnya yang menjulang tinggi, melewati beberapa siswa lain yang berseragam sama dengannya dan satpam sekolahnya. Ini tahun keduanya memasuki masa SMA. Tidak ada hal yang terlalu menarik baginya selama ia bersekolah disini. Sama seperti biasanya, belajar dan bermain. Ingin sekali saja ia melewati masa sekolah yang tidak terlupakan. Menjadi nakal, membuat ulah di kelas, atau membolos. Tapi, ia terlalu baik untuk melakukan hal-hal jelek seperti itu.

Ia salah satu murid teladan dan menjadi contoh di sekolah. Ia pintar, walau tidak sepintar Gunawan, lelaki yang sekelas dengannya di kelas sepuluh dulu. Ia tidak banyak berulah, walau kadang ia pernah datang terlambat. Hanya sekali, dan ia merasa menyesal sepanjang hidupnya karena pernah terlambat.

Tapi, bukan itu yang membuatnya menjadi anak emas disini. Sebenarnya, itu adalah kata yang cocok untuknya ketimbang murid teladan dan menjadi panutan sekolah. Ia tidak sehebat itu sehingga ia menjadi panutan bagi teman-temannya. Karena pada kenyataannya dia adalah—

"Nashaaaa," panggil Riana nyaring. Seluruh siswa yang baru saja memasuki sekolaah menoleh ke arah mereka dan menatap aneh ke arah mereka. Tapi, gadis yang dipanggil Nasha itu terlihat tidak peduli. Ia cuek saja. Toh, memangnya mereka mau apa?

"Why, Riana? Pagi-pagi udah berisik. Gue bahkan belum benar-benar masuk ke lingkungan sekolah." Dan Nasha mulai mengoceh panjang lebar tentang Riana yang berisik dan bertanya alasannya memanggil dirinya bahkan dari ujung gerbang.

"Kita sekelas lagi. Yeee..." Riana terlihat senang saat dirinya mengetahui bahwa mereka sekelas. Nasha terlihat bersyukur karena Riana dan dirinya sekelas. Bukannya ia tidak mempunyai teman selain Riana, hanya saja Riana temannya yang paling dekat. Dan entah mengapa, di kelas sepuluh dulu ia tidak terlalu dekat dengan teman sekelasnya. Hanya sekedar mengobrol dan bertegur sapa dijalan. Selebihnya ia tidak melakukan hal lain sepeti menelpon atau chatting.

"Buruan, bentar lagi bel. Ntar telat ke lapangan buat upacara. Aku ga mau baris di depan," seru Riana semangat sembari berlari ke kelas.

Nasha pun ikutan semangat melihatnya. Dan ia pun berlari bersama Riana menuju kelas mereka.

***

Begitu banyak buku-buku yang dibawa Nasha saat ini. Tadi ia tidak sengaja bertemu Bu Endang saat melewati kantor guru saat menuju kelasnya sehabis upacara. Beliau menyuruh Nasha meletakkan buku-buku itu ke perpustakaan. Sendiri. Beliau tahu kalau ia pergi berdua dengan Riana mereka pasti akan lama kembali ke kelas, karena sehabis upacara adalah pelajaran beliau, Biologi. Bukan pelajaran yang membosankan, hanya saja jika beliau sudah bercerita di luar topik pelajaran, itu lebih membosankan lagi.

"Maaf, Pak. Saya ingin mengantar buku-buku yang Bu Endang titipkan pada saya," ucap Nasha sopan pada petugas perpustakaan. Petugas perpustakaan itu melihat Nasha dan mengangguk.

"Oya, bisa kamu sekalian taruh buku-buku ini ke tempatnya? Disini sudah diberi label, kamu tinggal taruh ke raknya sesuai label," pinta petugas tersebut.

Nasha hanya bisa menurut. Ia pun mengambil kembali buku-buku yang sudah ia letakkan di atas meja, kemudian berjalan menyusuri deretan rak buku tinggi menjulang yang ada di perpustakaan. Ia sering masuk ke sana, tapi tidak pernah menyusuri setiap sudutnya. Terlalu luas untuk di susuri dan terlalu banyak buku untuk dilihat. Kebetulan buku yang ia bawa ensiklopedia, jadi ia tidak perlu repot-repot menyusuri seluruh isi perpustakaan ini.

Ia menemukan rak buku tentang ensiklopedia. Letaknya berada di rak keempat dari belakang yang berada di pojok kanan bagian belakang. Ia masuk ke bagian rak tersebut. Meletakkan satu persatu buku tersebut. Sialnya, baris ketiga hanya bisa memuat tiga buku. Ia harus meletakkan sisanya di rak keempat. Dengan tinggi badan 155 senti, tentu saja ia tidak bisa menggapai bagian itu.

Nasha mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Tidak ada kursi di sana. Ia harus kembali ke depan atau ke ruang baca khusus untuk mengambil kursi. Terlalu malas untuk berjalan sejauh itu, walau jarak dari tempat ia berada hanya sekitar delapan meter. Dan ruang baca berada di lantai atas. Ia malas harus naik-turun tangga sambil membawa kursi. Ia pun berjinjit supaya bisa meletakkan buku-buku itu ke rak.

"Aku sudah lama menyukaimu."

Nasha mengehentikan aktivitasnya sebentar mencoba menajamkan pendengarannya. Ada orang lain selain dirinya dan petugas perpustakaan di sini. Hening. Mungkin Nasha salah mendengar. Ia pun kembali melanjutkan kegiatan tertundanya.

"Maukah kamu menjadi pacarku?"

***

THE OTHER SIDEWhere stories live. Discover now