Maaf baru update. Bulan ini banyak cobaan. Sibuk, badmood, sakit... Hiks...
Silakan dilanjut bacaannya :D
***
Ketiga kalinya kita selalu bersama dalam suatu kejadian yang disebut kebetulan. Apakah ini yang dinamakan takdir?
***
Suasana jam istirahat di lapangan basket terlihat lebih ramai dibanding biasanya. Bahkan matahari yang sudah menduduki singgasana tertingginya tidak menghalangi orang-orang yang sedang sibuk memadati pinggir lapangan. Sebagian murid yang berisi mahasiswa sibuk menyoraki pemain-pemain tersebut. Bahkan, ada yang sampai membawa spanduk untuk mendukung idola mereka.
Nasha sendiri hanya bisa menonton dari atas atap. Ia tidak mau—mmm, sebenarnya ia terlalu malu untuk ikut bergabung di bawah sana. Selain banyak orang, ia juga tidak ingin ada yang menyadari jika ia sedang menyukai seseorang. Mati-matian ia menyimpan perasaannya di hadapan banyak orang. Tapi ia lengah hingga Riana mengetahui salah satu rahasia terbesarnya.
"Lo ngapain disini?' tanya Riana sambil ikut berdiri di pinggir balkon melihat lapangan basket.
"Kan kita udah janjian tadi pagi buat ngumpul disini."
Nasha ingin sesekali memukul kepala sahabatnya karena sudah bersikap seolah amnesia, padahal biasanya dirinyalah yang suka amnesia.
"Jadi, lo kesini cuman buat ngeliatin Kevin?"
Pertanyaan Riana sukses membuatnya terkena serangan jantung, hipertensi, gangguan kehamilan dan jan—loh, kok malah penyebab merokok? Pokoknya, ia merasa shock. Matanya membulat horror seolah-olah pertanyaan Riana adalah hal yang paling mengerikan dari yang pernah ia dengar.
"Lo udah gila? Kevin? Plis, lo jangan ikut-ikutan Bu Endang buat jodoh-jodohin gue sama si Kevin, ya! Sumpah, kita tuh—" Nasha sampai kehilangan kata-katanya untuk meluapkan kekesalan yang sudah menumpuk sejak pelajaran biologi tadi pagi.
***
Semua orang sudah duduk rapi ketika jam pelajaran pertama dimulai. Bu Endang, wali kelas mereka, juga sudah bersiap di tempat duduknya. Ia mengamati satu per satu muridnya, namun ia merasa ada yang kurang.
"Apa semuanya sudah masuk?" tanya beliau tegas.
Sontak semua murid saling bertukar pandang, mengamati satu per satu teman sekelas mereka. Baru saja Riana hendak berbicara, dua orang berlainan jenis datang secara bersamaan. Mereka sama ingin masuk, tapi pintu itu hanya memuat satu orang. Walau badan gadis itu cukup kecil, tetap saja ia tidak ingin pintu itu dilewati mereka berdua secara bersamaan. Dan ini ketiga kalinya mereka berdua muncul bersama-sama.
"Apaan, sih! Gue duluan," sentak Nasha langsung memasuki kelas tanpa menunggu balasan dari Kevin, cowok yang datang bersamanya. Mereka berdua masih belum sadar jika sudah ada guru di kelas.
"Nasha! Kevin! Darimana saja kalian?" tanya bu Endang dengan nada tegas ketika dilihatnya dua muridnya hampir mencapai bangku mereka masing-masing.
Kevin dan Nasha langsung menoleh ke depan dan kaget melihat bu Endang. Nasha langsung membungkuk minta maaf dan menjelaskan bahwa dia dari ruang OSIS. Sedangkan Kevin melakukan hal sama dengan alasan dari ruang olahraga. Bu Endang beranjak ke depan kelas dan berdiri menatap kedua murid yang masih berdiri di sebelah meja mereka dengan tatapan menilai.
"Ini belum genap satu minggu kalian sekolah, tetapi saya sudah mendengar keluhan tentang kalian berdua yang sering datang terlambat ke kelas bersama. Apa yang kalian berdua lakukan ketika jam pelajaran dimulai?"
"Kami tidak bersama, bu." Sanggah Nasha cepat. Tapi seketika itu juga ia menepuk mulutnya karena merasa tidak sopan. "Maksud saya, saya dan Kevin memiliki kepentingan masing-masing bu saat itu. Dan kita hanya kebetulan masuk ke kelas barengan," jelas Nasha. Dalam hati ia berharap agar wali kelasnya tidak memperpanjang hal sepele ini.
Bu Endang menatap mereka tajam. "Kalian pacaran?"
"TIdak!" jawab mereka kompak.
Bu Endang mengangguk sambil mempersilakan mereka duduk.
"Kalau begitu, kalian semua berdiri dan bawa tas kalian masing-masing. Mulai saat ini ibu yang tentukan tempat duduk kalian," titah beliau.
Semua orang langsung melakukan hal yang disuruh bu Endang. Begitu juga Nasha. Ia pikir tidak ada masalah lagi setelah ini. Sampai ia—
"Dan gue harus sebangku sama dia???" teriak Nasha heboh sekaligus frustasi. Ia masih tidak habis pikir apa yang sedang direncanakan wali kelasnya itu hingga ia harus sebangku dengan Kevin.
Mata Riana berkilat geli. Ia memang berniat ingin menggoda Nasha karena sedari tadi ia tampak uring-uringan karena sebangku dengan Kevin.
"Ga papa kali. Lagian dia ganteng, jago basket, pintar, dan—"
"Playboy," tambah Nasha cepat. "Dan kalau lo ga lupa dia pacar Keyana sekarang." Dia menghembuskan napasnya keras dengan dramatis seolah ia sudah malas dan lelah berbicara tentang Kevin.
"Gue heran deh sama Keyana, udah tau tuh cowok playboy, suka mainin perempuan, tapi tetep aja dia suka. Apa sih yang diliat Keyana dari seorang Kevin?"
Riana terkikik geli mendengar ocehan temannya. Memang, setelah mereka menceritakan tentang Kevin sang playboy, Nasha terlihat kesal.
"Alright, alright! I see!" Riana ikut memusatkan perhatiannya ke arah lapangan basket yang kini makin ramai. Sepertinya pertandingan antar sekolah semakin banyak peminat. "Lalu, siapa yang lo lihat di lapangan basket kalau bukan Kevin?"
Wajah Nasha berubah merah ketika memikirkan orang yang dia suka. Ia sibuk memerhatikan lelaki yang sedang duduk dan sibuk menyemangati teman bermain. Hebat sekali lelaki itu, baru saja ia masuk ekskul basket sekali dan orang-orang sudah memasukkannya ke tim inti. Tapi, ia malah meminta untuk menjadi pemain cadangan dulu di pertandingan kali ini. Selain rendah hati, rama, dan jago bersosialisasi, dia juga hebat bermain basket. Beda sekali dengan seseorang.
"he's Deka, right?" tebak Riana memastikan. Tak perlu jawaban iya yang keluar dari mulut Nasha. Wajah meronanya dan sikap salah tingkah gadis itu sudah menunjukkan kalau Nasha benar-benar jatuh cinta pada Deka.
"Sudah besar sekarang, huh? Sudah bisa jatuh cinta," goda Riana dan wajah Nasha semakin merona.
***
YOU ARE READING
THE OTHER SIDE
Teen Fiction#the other series 1 Disini saya akan membahas tentang sahabat, arti cinta dan kasih sayang keluarga. Dan kamu akan kembali memikirkan apakah kamu masih harus bersedih ketika masalah itu datang padamu. Cerita ini juga mengajarkan kita untuk terus ber...