"Halo semuaaaa," teriak Nasha keras begitu ia memasuki rumah Riana.
"Ya Allah, astagfirullah. Masuk rumah orang ketuk pintu kek, salam dulu kek. Ini malah main nyosor-nyosor aja," sahut Rian sambil mengelus dadanya karena kaget mendengar teriakan Nasha.
"Eh, maaf, pak! Gue ulang lagi," katanya sambil melangkah keluar pintu. Ia pun mengetuk pintu dua kali sambil mengucapkan salam. "Assalamu'alaikum." Kemudian ia melangkah masuk. Riana dan Keyana hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah temannya.
"Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh," jawab Rian.
"Masya Allah, tobat lo Pak Aji," celetuk Riana.
"Dari dulu juga gue udah tobat pe'a," sahut Rian yang sedang asik duduk di sofa panjang ruang tamu mereka. Nasha pun mengambil tempat duduk di sebelah Rian.
"Oya, yan. Kok gue sering banget liat lo disini? Jangan-jangan—lo mau modusin Riana ya???" goda Nasha. Rian langsung menoyor dahi Nasha kuat.
"Gue yang punya rumah juga kale. Si nenek lampir ini kan kembaran gue."
"Apa lo bilang?" tanya Riana sambil melotot tajam ke arah Rian.
"Nenek lampir," jawabnya santai.
"Lo—"
Bukk...
Riana melempar buku matematikanya yang tebal ke arah Rian. Namun, lelaki itu sudah memperkirakannya. Jadi, ia sudah menarik Nasha yang berada di sampingnya supaya ia terhindar dari hantaman buku tebal tersebut. Tapi, malah Nasha yang terkena imbasnya. Buku tersebut mengenai tepat bagian kepalanya.
"Huaaaaa.... lo jahat banget sih Riana. Kepala gue berharga jadi benjol—Huuaaaa..."
"Eh, sorry, Sha. Gue ga maksud—" Riana langsung melirik tajam ke arah Rian yang sepertinya merasa bersalah.
"Duh, duh. Maaf ya, sayang. Kepala berharga lo jadi benjol," kata Rian sambil mengelus kening Nasha yang sudah membiru dan bengkak. Kepalanya benar-benar benjol. Tapi, bukannya diam, gadis itu malah menangis semakin kuat.
"Cup...cup...cup. Sini abang Rian cium biar sembuh."
Sebelum Rian sempat mendaratkan bibirnya di kening Nasha, gadis itu sudah lebih dulu mengangkat buku yang menjadi sumber benjolannya ke bibir Rian. Jadilah Rian mencium buku matematika tebal itu.
"Huaahahahah... Cium tuh buku. Biar lo makin cinta sama matimatika," sahut Riana.
Rian hanya memanyunkan bibirnya. Hilang sudah kesempatannya mencium Nasha gara-gara buku matematika itu.
"Matematika, sayaaaang!"
Riana hanya mengedikkan bahunya. Ia jadi lupa tujuan mereka berkumpul di sini karena insiden kecil tadi. Riana pun menatap Keyana, orang yang mengajak mereka kumpul saat ini. Tadi sehabis pulang sekolah, Keyana langsung mem-pc mereka satu per satu untuk kumpul. Ada hal penting katanya yang ingin disampaikan.
"Gue udah jadian sama Kevin."
Pernyataan yang keluar dari mulut Keyana membuat Rian, Riana, dan Nasha membeku. Ia seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Keyana.
"Gue baru jadian tadi sama Kevin," ulang Keyana dengan sedikit kesal karena teman-temannya seperti tidak mempercayai ucapannya.
"Selamat, ya."
"Serius lo?"
"Becanda kali."
Mungkin Keyana mengerti mengapa Rian dan Riana menganggap omongannya hanya sebuah lelucon. Tapi, Nasha kelihatan bingung. Ia bahkan sudah melupakan rasa sakit yang ada di keningnya.
"Emangnya Kevin kenapa? Orangnya kayak gimana, sih?" tanya Nasha penasaran.
"Lo bener-bener ga tau apa-apa tentang Kevin? Ga pernah denger gosipnya gitu?" tanya Riana heboh. Nasha menggeleng, sedangkan Rian hanya bisa menatap teman Riana itu dengan ekpresi memprihatinkan.
"Kebanyakan nge-sosis lo. Sekali-kali liat dunia luar kek!" celetuk Rian.
"Bacot lo," ketus Nasha. Ia pun menatap Keyana. "Selamat, ya. Gue seneng dengerinnya. Oya, soal kemarin... gue bener-bener minta maaf, ya. Gua sama sekali ga maksud nguping atau apapun lah itu. Seriusss..." katanya sungguh-sungguh.
Keyana tersenyum mendengarnya. Ia tahu kalau Nasha tidak akan melakukan hal semacam itu, apalagi dengan temannya sendiri. Jadi, ia pun hanya menjawab tidak apa-apa.
"Lo yakin?" tanya Rian. Ia adalah teman dekat Kevin. Dan ia tahu banyak soal Kevin.
Sebelumnya Rian memang sudah memperingati Keyana tentang Kevin. Tapi, Keyana kelihatan bersungguh-sungguh menyukai Kevin, jadi mau tak mau Rian pun ikut membantunya. Tapi, ia masih kelihatan ragu. Soalnya Kevin itu terkenal—
"Si playboy itu?" tanya Riana yang sama tak yakinnya.
"Dia playboy?" tanya Nasha tak percaya. Serius, ini si Nasha benar-benar kudet tentang anak-anak populer seperti Kevin. Padahal Kevin itu teman Rian. Tapi, setiap Nasha main ke rumah Riana, dia memang tidak pernah bertemu atau berpapasan dengan Kevin. Jadi, jangan salahkan dia jika memang tidak tahu apapun tentang cowok itu. Toh, cowok itu pun sama sekali tidak tahu juga tentangnya.
"Iya, gue serius." Kata Keyana meyakinkan. Sebenarnya, dalam hati ia juga takut akan dipermainkan oleh Kevin seperti mantan-mantannya yang lain, juga pada Kevinian. Tapi, ia akan terima resiko apapun itu, karena ini sudah menjadi keputusannya.
"So?" Seolah-olah Riana ingin bertanya apa tujuan inti Keyana selain mengatakan kalau ia sudah jadian dengan Kevin.
"Gue bakal traktir kalian habis ini."
Mendengar kata 'traktir', mereka semua langsung bersorak girang. Inilah yang mereka tunggu-tunggu sedari tadi. Tidak ada kata yang indah selain kata 'traktir' yang keluar dari mulut Keyana. Tanpa menunggu waktu lama lagi, mereka pun langsung menyeret Keyana ke tempat yang berkelas dan mahal. (Hehehe... Mumpung ditraktir, ye, kan!)
Sebelum mereka keluar rumah, Nasha sempat menarik Keyana agak ke belakang agar sejajar dengannya. Dari raut wajahnya, ia kelihatan serius.
"Lo, kalo ada apa-apa, kasih tau gue. Gue ga mau lo menderita sendiri. Ngerti?"
Keyana mengangguk. Nasha memang teman terbaiknya yang pernah ia punya.
***
YOU ARE READING
THE OTHER SIDE
Fiksi Remaja#the other series 1 Disini saya akan membahas tentang sahabat, arti cinta dan kasih sayang keluarga. Dan kamu akan kembali memikirkan apakah kamu masih harus bersedih ketika masalah itu datang padamu. Cerita ini juga mengajarkan kita untuk terus ber...