Mie ayam Pak Min di ujung persimpangan komplek menjadi pilihan mereka berdua untuk singgah. Arfan tidak ingat kapan terakhir kali dirinya dengan Ina ke sini berdua.
Arfan menyisir rambutnya dengan jari-jari, kemudian kedua tangannya terlipat di atas meja. Berbeda dengan Ina yang sudah bertopang dagu, menunggu Pak Min mengantarkan pesanan keduanya.
"Wah, saya kangen sama kalian. Kok baru kelihatan ke sini lagi," kata Pak Min sambil menaruh dua mangkuk dan dua gelas di hadapan mereka.
"Hehe." Ina menyengir seraya menyimpan tangannya di balik meja yang bertujuan memberi ruang lebih supaya dua mangkuk dan dua gelas itu cukup di meja yang sempit ini. "Kirain sudah lupa, Pak."
Pak Min mengangkat nampan hijau muda lalu mendekapnya. "Nggak mungkin toh, Na. Pak Min kenal kalian mulai dari kecil."
Arfan hanya mengamati dengan wajah datarnya sedangkan Ina menyengir tidak enak. Karena bingung harus menanggapi apa.
"Dari jauh juga walaupun mata Pak Min sudah tua, pasti Pak Min tahu itu kalian. Sudah hapal semuanya," lanjut Pak Min sambil membenarkan kacamatanya.
"Pak Min memang paling bisa," kata Ina.
"Ya sudah. Pak Min pamit dulu, silahkan dimakan."
"Terimakasih, Pak."
Setelah Pak Min kembali ke belakang gerobaknya, Ina dan Arfan diselimuti keheningan. Makan Ina menjadi tak tenang karena ia ingin segera menanyakan semuanya terhadap Arfan. Tapi, gerak-gerik Arfan tidak terlihat akan membuka suara, itu malah membuat Ina semakin bingung.
Sebenarnya tujuan Arfan mengajaknya ke sini itu apa?
Ina berdehem pelan.
"Makan dulu," potong Arfan langsung yang sebenarnya peka.
"Ish! Sambil ngomong dong."
"Kalo lagi makan gak boleh ngomong."
"Itu lo ngomong."
"Na," tegur Arfan halus namun tegas.
Perempuan berjaket abu-abu itu mendengus seraya memutar bola mata. "Ya, ya, ya," katanya pasrah.
Tidak ada percakapan lagi sampai mangkuk yang berisi mie ayam itu habis. Mie ayam Ina sudah ludes dan sekarang ia tinggal menunggu Arfan sambil memainkan sedotan es jeruknya.
"Ngeliatinnya biasa aja. Nggak usah kayak mau makan gitu. Masih laper?" Ina tahu perkataan Arfan hanya mengejek dirinya yang sudah tak sabar untuk mendengarkan semuanya.
"Buruan deh. Lama amat."
"Udah nih," kata Arfan seraya menumpuk mangkuknya dengan punya Ina.
Mata Ina berbinar. Saking semangatnya, Ina sampai tak sadar menggebrak meja dan langsung mendapat tatapan aneh dari para pengunjung.
Sedangkan Arfan hanya geleng-geleng kepala.
"Jelasin! Buru!"
"Lo dulu," jawab Arfan cepat. Kelewat cepat malah.
"Kampret!" ceplos Ina langsung. "Kalo gue dulu ya dari tadi kek bilang. Ngapain harus nunggu selama ini."
"Nggak ada yang nyuruh lo nunggu."
"Bodo amat," jawab Ina sambil memutar bola matanya lagi. "Oke, saudara Arfan. Saya meneror anda dikarenakan anda sendiri tidak mau bicara sama saya. Bahkan semua sosial media saya anda block. Padahal, saya hanya meminta penjelasan." Ina menjeda kalimatnya sebentar dan sedikit bingung mengapa gaya bahasanya berubah. "Penjelasan mengapa anda berubah setelah, ehm, saya jadi nggak enak."
"Udah ngomong aja."
"Penjelasan mengapa anda berubah setelah anda menyatakan cinta terhadap saya." Ina menggaruk hidungnya yang mendadak gatal. "Aduh. Gue geli, ngomong cinta-cintaan," gumam Ina pelan.
"Kalo tujuan lo cuma itu, kenapa nerornya sejak dua tahun lalu?" tanya Arfan sambil menatap Ina dengan seksama. "I mean, semenjak kejadian itu belum terjadi. Dan satu lagi, kenapa selalu pas dihari ulang tahun gue?"
Ina menyengir lagi. "Hehe. Masih inget aja si. Oke! Tanpa berbasa-basi lagi, gue akan menjelaskan lagi. Dengerin baik-baik."
"Katanya gak pake basa-basi," cibir Arfan.
Mengacuhkan tanggapan Arfan, Ina melanjutkan perkataannya. "Lo pernah cerita sama gue, entah kapan gue juga nggak inget. Lo bilang kalo pengin punya secret admirer."
Arfan mengkerutkan dahinya dan mulai berpikir kapan ia berkata begitu kepada Ina.
"Udah 'kan? Seharusnya lo berterimakasih kepada gue."
"Terimakasih," ucap Arfan kemudian yang disambut oleh senyuman lebar Ina. Walaupun sejujurnya, Arfan masih belum ingat kapan ia berkata begitu.
Tapi ya sudahlah, membahagiakan sahabat sendiri tidak apa-apa 'kan?
"Gantian lo!"
"Oke!"
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
The Messages
Короткий рассказFrom: 0857331566xx Sejujurnya, gue nggak pernah ngelakuin hal yang se-gila ini. Cukup jadi orang yang sms lo setahun sekali itu udah cukup bagi gue. Kalo lo tanya, terus kenapa gue sms lo sekarang padahal ulang tahun lo udah lewat minggu lalu, gue j...