Delivered | 29 Apr 17

3.5K 433 9
                                    

Mata Arfan menerawang langit yang sudah berubah menjadi gelap dengan tatapan yang sulit diartikan. Tangannya belum menyentuh sama sekali bola berwarna jingga yang sekarang ada di sampingnya.

Saat baru sampai di sini, Arfan langsung mengambil ponselnya di saku training berwarna hitam yang sedang ia gunakan. Jari-jarinya langsung bergerak ke arah fitur pesan. Mengecek dan berharap ... pesan yang ia kirim ke Dei itu tidak masuk ke kotak keluar.

Tapi apa yang diharapkan Arfan tidak terkabul. Lagi-lagi, pesan itu nangkring di kotak keluar dan langsung membuat Arfan dongkol setengah mati. Seketika, ia malas bergerak dan tidak mood bermain basket. Dan alhasil, ia hanya mengamati langit dan kembali mengamati lapangan yang sudah diisi Satria seorang diri. Dan kembali memerhatikan langit.

"Fan! Buruan!" teriak Satria yang sekarang sedang melakukan pemanasan.

Yang dipanggil hanya menoleh lalu melengos menatap sepatu basketnya berwarna merah tanpa mau bicara apapun.

"Lagian, napa dipikirin sih, Fan. Kali aja itu emang beneran orang iseng," ucap Satria lagi dan langsung ditanggapi Arfan dengan bahu yang serempak ia naikkan ke atas--tanda Arfan juga tidak tahu. "Jangan ... jangan, lo suka ya sama Dei, Dei itu?" lanjut Satria dengan curiga.

"Ya, gila, apa, ya," jawab Arfan dengan penuh penekanan disetiap kata.

"Kali aja. Lagian, Dei-Dei itu jelas cewek."

"Ya terus? Gue bahkan nggak ngerti Dei itu siapa dan lo seenaknya bilang gue jatuh cinta sama dia, lo masih waras 'kan?" balas Arfan tak kalah sewot.

Satria menatap Arfan dari jauh dengan tak yakin. "Tapi seharusnya kalo Dei, tiba-tiba menghilang kayak gini, lo nggak perlu galau gak jelas."

"Gue gak galau!" bantah Arfan langsung.

"Gak galau. Tapi khawatir ... eh?"

Arfan menatap Satria tajam kemudian ia menghela napas secara kasar berulang kali. "Terserah lo," jawabnya singkat dan membuat Satria menahan tawa.

"Udahlah. Kita di sini nggak buat berantem tentang Dei. Main basket yuk," ajak Satria dengan senyum lebarnya dan kontan membuat Arfan memutar bola mata.

Melepas jaket yang sedari tadi melekat di tubuhnya dan menaruh di sebelah bola basket, kemudian Arfan mengecek kembali ponselnya. Kembali membuka fitur pesan, Arfan menimang-nimang ingin mengirim pesan kepada Dei lagi.

Menghembuskan napasnya lagi. Akhirnya Arfan mulai mengetik sesuatu di sana.

To: dei [0857331566xx]

Gue nggak tau ini bakalan ke kirim apa nggak yg penting gue berani sms lo lagi.

Gue cuma mau tanya, lo baik-baik aja 'kan dei?

Dan gue harap kalau pun ini terkirim lo segera ngebales sms gue.

Setelah menekan tombol sent, Arfan langsung mengunci ponselnya tanpa melihat apakah pesan itu terkirim apa tidak. Karena ... Arfan tidak sanggup jika melihat pesan yang ia kirim kembali masuk ke kotak keluar.

Menaruh ponselnya di kantung jaketnya, kemudian Arfan berdiri seraya membawa bola basket ke arah Satria yang menyambutnya dengan cengengesan.

Arfan meninggalkan barang-barangnya dengan kesendirian. Tanpa tahu, di dalam ponsel itu ada pemberitahuan yang mungkin saja akan membuat Arfan bahagia.

Pemberitahuan yang menyuarakan bahwa, pesan yang Arfan tuliskan kepada Dei; terkirim.

[]

The MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang