١

1.3K 31 1
                                    

..menangislah sekuat-kuatnya. Kelak engkau tahu sebab perpisahan ini. Engkau dan orang tuamu terselamatkan dari neraka, akibat bahayanya kebodohan, dan bisa bersama disyurga dalam keabadian..

.
.
.


Dian dan Rara berjalan menuju masjid, mereka berdua akan melaksanakan sholat berjama'ah subuh, lalu dilanjutkan dengan kajian ustad Rehan.

Rara tampak berjalan kesusahan dengan sarung yang ia kenakan, sehingga sesekali membuatnya tersandung karena saat melangkah kakinya menginjak ujung sarungnya bagian depan.

Dian sesekali tersenyum sambil membantu memapah Rara agar jalannya tidak terlalu ribet. "Awalnya juga ana begitu. Tapi lama kelamaan bakal terbiasa kok!" Seru Dian sambil tersenyum tipis.

Rara ikut tersenyum sambil mengangguk pelan.

Tak jauh dari mereka terdapat santri yang menatap salah satu dari mereka berdua dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Santri jadid kah?"

*jadid => Baru.

--oOo--

Setelah selesai mengaji sekitar pukul tujuh pagi, para santri berjalan berbondong-bondong menuju kamarnya masing-masing, hendak bersiap-siap untuk pergi sekolah. Sebelum kesekolah, biasanya mereka kekantin untuk sarapan yang telah disediakan petugas chatering.

Berbeda dengan Rara yang masih sibuk mencari sandal jepitnya. Dan tentunya ditemani oleh Dian. Disini juga masih banyak para santri, jadi mereka berdua tidak perlu takut akan dihukum oleh pengurus asrama karena masih keluyuran diluar asrama putri.

"Udah ketemu belum?" Tanya Dian.

Rara menoleh sekilas pada Dian, lalu ia mencari lagi sandalnya. "Belum. Perasaan aku nyimpennya disini deh, Yan."

Dian menghela nafasnya pelan. "Kejadian ini emang udah biasa. Dulu ana juga pernah kehilangan sandal bahkan uang jajan ana juga pernah hilang."

Rara menghampiri Dian. Lalu ia mengandeng tangan gadis itu. "Udah yuk, kita kekamar aja. Gak papa deh soal sandal. Dikoperasi ada jual sandal kan?"

Dian mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Rara. "Bener nih, ngga papa?"

"Iya." Seru Rara diakhiri dengan kekehan kecil.

Lalu mereka mulai berjalan menuju asrama mereka.

Dibalik pohon mangga yang besar, keluarlah seorang santri laki-laki sambil menjinjing sandal jepit berwarna merah muda sambil terkekeh kecil.

"MasyaAllah..Cantiknya."

--oOo--

Setelah keluar dari ruangan ustadzah Ziha. Rara berjalan cepat menuju kelasnya sebelum terlambat. Ia menyusuri kooridor sekolahan yang sudah agak sepi ini.

Dengan berpakaian seragam putih abu lengkap juga dengan kerudung putih yang membalut indah kepalanya.

Dian sudah pergi terlebih dahulu kekelasnya, ia yang menyuruh. Awalnya Dian ngotot minta agar dirinya menemani Rara menemui ustadzah Ziha keruangannya.

Saat diperjalanan menuju lapangan sekolah, ia berpapasan dengan seorang santri laki-laki yang mengahadang jalannya, seperti sengaja. Untuk tidak terjadi aksi bertabrakan layaknya di film yang pernah ia tonton.

"Eh?"

Santri laki-laki itu mengenakan koko abu-abu dipadukan dengan sarung hitam polos, ia sedikit menyunggingkan bibirnya kecil, sehingga Rara tak menyadarinya jika laki-laki itu tengah tersenyum.

Cahaya Cinta.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang