BAB X (part 2)

104 19 0
                                    

Ruangan besar dan luas itu tampak terang benderang. Di atas ranjang yang berada di tengah ruangan tetapi bagian kepala ranjangnya menempel pada dinding, Se Mi tampak sibuk dengan cat kuku jingga yang baru dibelinya dua hari lalu. Ia dengan telaten memulas satu per satu kuku cantiknya dengan warna jingga itu. Hingga sebuah dering ponsel yang tak lain adalah miliknya menginterupsi.

Se Mi pun menghentikan aktivitasnya. Ditutupnya botol kecil yang berisi cat kuku tadi lalu diletakkannya botol kecil itu tepat di hadapannya, masih di atas ranjang. Sebelah tangannya lalu meraih ponselnya yang berada tak jauh darinya. Senyumnya perlahan terkembang ketika melihat nama penelepon di layar ponsel itu. Jeon Jung Kook. Segera saja ia menggeser tombol jawab dan menempelkan benda itu di telinganya.

"Yeoboseyo."

"Yeoboseyo."

"Kau belum tidur?"

Se Mi menggeleng. Sadar bahwa Jung Kook tak akan melihatnya membuat Se Mi berucap, "Belum. Ada apa kau menelepon malam-malam begini?"

"Hanya ingin mendengar suaramu."

Lengkungan di bibir Se Mi terlihat semakin lebar saja. Tubuhnya seketika bergerak dengan sendirinya, mengubah posisi dari duduk menjadi tengkurap. Tetap di atas ranjang tentunya. "Apakah kau sebegitu merindukanku?" Se Mi tak henti mengucap syukur dalam hati karena Jung Kook tak bisa melihat wajahnya yang sudah sangat merah karena malu sekarang.

"Eoh. Bolehkah aku melihatmu sekarang?"

Se Mi terdiam sebentar. "Kenapa tidak?"

"Kalau begitu, buka pintumu."

"Eh?"

"Buka pintumu sekarang, Sayang."

Tanpa bertanya lagi, Se Mi sebera beranjak dari posisinya dan melangkah menju pintu apartemennya dengan sebelah tangan yang masih menggenggam ponsel. Entah mengapa jantungnya berdebar sangat kencang sekarang. Mungkin karena firasatnya mengatakan bahwa pria yang dicintainya itu sedang berada di depan huniannya detik ini.

Dan benar saja, tampaklah seorang pria tampan dengan setelan jas biru tuanya tengah berdiri di sana begitu Se Mi membuka pintu. Pria itu lalu tersenyum padanya sembari sebelah tangannya memutus sambungan telepon antara dirinya dengan Se Mi. Senyum itu. Senyum yang selalu membuat jantung Se Mi tidak berdetak dalam kecepatan normal bahkan sejak pertama kali melihatnya.

"Masuklah," ucap Se Mi dengan kedua ujung bibirnya yang terangkat membentuk senyum cantiknya. Kedua tangannya kemudian tampak melingkar di lengan kiri Jung Kook dan menarik pria itu agar masuk ke dalam. Jung Kook hanya menurut karena sebenarnya ia sangat menyukai setiap bentuk sentuhan yang Se Mi berikan padanya.

"Untukmu," ucap Jung Kook seraya mengulurkan tas kertas kecil pada Se Mi. Membuat gadis itu mengerutkan dahinya.

"Apa ini?"

"Red velvet cake. So Mi sangat menyukainya dan kupikir kau juga menyukainya," jawab Jung Kook.

"Aku memang menyukainya," sahut Se Mi dengan wajah yang sedikit ditekuk. "Tapi aku tidak boleh memakannya."

Jung Kook mengangkat sebelah alisnya. "Apa Nam Joon menyuruhmu diet ketat?"

"Tidak. Dia hanya menyuruhku untuk selalu menjaga tubuhku," jawab Se Mi polos.

Jung Kook tampak tersenyum tipis seraya berucap, "Itu sama saja, Sayang." Sebelah tangannya terlihat menyingkirkan rambut Se Mi yang menutupi mata ke belakang telinga gadis itu.

Entah mengapa wajah Se Mi terasa semakin memanas sekarang. Mungkinkah karena Jung Kook yang memanggilnya dengan sebutan sayang? Atau mungkin karena perlakuan kecil nan manis Jung Kook barusan? Ataukah karena keduanya? Entahlah Se Mi tak tahu manakah jawaban yang pasti.

"Tapi karena kau yang memberikannya untukku, aku akan memakannya sedikit," ucap Se Mi kembali menyunggingkan senyumnya.

"Apa tidak apa-apa?"

"Beratku tidak akan bertambah hanya karena aku makan sesuap atau dua suap cake." Se Mi lalu mengambil alih tas kertas berisi red velvet cake itu dan meletakkannya di atas meja yang tak jauh darinya.

"Baguslah kalau begitu." Jung Kook tersenyum lalu membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Aku merindukanmu. Sangat," ucapnya lembut sambil mengelus pelan kepala Se Mi.

"Aku juga merindukanmu," balas Se Mi sembari mengeratkan pelukannya. Bentuk tubuh Jung Kook, harum aroma tubuh Jung Kook, dan sentuhan lembut Jung Kook selalu membuatnya merasa tenang dan nyaman. Jika mau, ia bahkan ingin sekali tidur dalam pelukan pria itu. Hanya saja, ia tidak mau tidur di atas ranjang yang sama dengan pria yang belum menikahinya.

Cukup lama mereka terdiam dalam posisi saling berpelukan tanpa ada kata yang mengiringi. Biarlah keduanya melepas rindu masing-masing meski baru dua hari yang lalu mereka bersua. Hingga suara Se Mi menginterupsi, "Kau tidak lelah berdiri?"

"Oh, maafkan aku. Aku hanya terlalu merindukanmu," ucap Jung Kook sembari melepas pelukannya pada tubuh Se Mi. Namun, kedua tangannya masih mengalung indah di pinggang kecil Se Mi. Ia tak ingin melepas wanitanya.

Se Mi hanya tersenyum. Keduanya kembali bungkam. Tak ada kata yang dapat mewakili rasa syukur mereka karena saling memiliki satu sama lain. Biarlah mata yang menjelaskan segalanya bersama dengan keheningan yang turut menyerta.

"Apa yang sedang kau lakukan saat aku meneleponmu tadi?" tanya Jung Kook dengan kedua tangan yang masih setia melingkar di pinggang Se Mi. Manik mata cokelatnya tampak sibuk menelusuri setiap lekuk wajah wanitanya.

"Mengecat kuku, tapi tidak selesai karena kau menelepon," jawab Se Mi sambil memainkan tangannya di dada bidang Jung Kook yang terbalut kemeja putih dan juga jas biru. "Ah, ya, apa tadi kau meneleponku saat kau sudah berada di depan pintu rumahku?"

Jung Kook hanya berdeham sebagai jawaban.

Se Mi tampak terkejut, tetapi juga heran. "Lalu bagaimana jika tadi aku melarangmu untuk melihatku?"

Jung Kook diam, tampak berpikir. "Aku hanya akan pergi, tanpa melihatmu," ucapnya kemudian. Terdengar sedikit ragu.

"Dan menekan rindumu padaku? Kau yakin bisa?"

"Dulu mungkin bisa, tapi sekarang kupikir tidak."

Mendengar jawaban Jung Kook membuat Se Mi menghentikan tangannya yang bermain di dada Jung Kook dan beralih memeluk pria itu. Sangat erat. Ia merasakan tangan Jung Kook perlahan membalas pelukannya.

Setelah beberapa saat menikmati posisi saling berpelukan seperti itu, keduanya pun memutuskan untuk memakan cake yang Jung Kook bawa. Seperti ucapan Se Mi di awal tadi, gadis itu hanya memakan dua suap cake. Sementara sisanya ia letakkan di lemari pendingin karena Jung Kook tidak terlalu menyukai segala hal yang berbau cake.

Keduanya pun melanjutkan acara dengan membincangkan keseharian masing-masing. Cukup lama hingga Se Mi tersadar bahwa waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. "Kau tidak pulang? Ini sudah hampir tengah malam," ucap Se Mi.

"Kau benar," sahut Jung Kook begitu ia melihat arlojinya.

"Apa kau ingin tidur di sini malam ini?" Anggap saja bahwa Se Mi sudah kehilangan kewarasannya. Ia benar-benar sudah gila karena telah melempar dirinya pada singa yang lapar. Hanya menunggu sebentar untuk singa itu bereaksi lalu dia akan tamat.

Jung Kook menghela napasnya. Ia tak bisa menutupi rasa terkejutnya karena kalimat yang baru saja keluar dari bibir Se Mi. Bukan seringai nakal yang Jung Kook berikan, pria itu justru tersenyum lembut pada Se Mi seraya berucap, "Aku tidak akan menyentuhmu lebih jauh sebelum statusku berubah menjadi suamimu."

Wanita mana yang tak akan lemah jika mengetahui pria yang dicintainya begitu menghormati keberadaannya sebagai seorang wanita?

Se Mi tampak mengulas senyum bahagianya. "Aku memang tidak salah telah mencintaimu."

***

RETROUVAILLES [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang