ENAM-ANGGI

135 13 2
                                    

Tadi malam tidurku benar-benar tidak nyenyak. Mengingat bagaimana wajah Dewa mengatakan jika aku salah berasumsi datangnya ia ke kota ini karena Dilla. Aku mengingat jelas tatapan matanya yang langsung membuat hatiku berdesir jika mengingatnya.

"Tadi malam diantar siapa dek?".

Seperti biasa setiap pagi sebelum berangkat ke kantor aku, ayah dan kak Arga selalu sarapan buatan ibu. Kadang aku juga ikut membantu tapi pagi ini tidak. Mataku baru bisa terpejam sesaat sebelum shalat subuh. Untung aku lagi kedatangan tamu bulanan.

"Teman kuliah bu".

"Lagi liburan?".

"Mana ada orang liburan bawa mobil segala. Sendiri pula".

Bapak yang juga sudah ada di sampingu hanya tertawa mendengar percakapan aku dan ibu.

Aku melihat ke arah kak Arga yang juga sudah siap dengan pakaian kerjanya di rumah sakit. Yah, Kak Arga seorang dokter umum disalah satu rumah sakit milik pemerintah di Makassar.

"Kakak tidak istirahat? Tadi malam pulangnya jam berapa. Sekarang sudah mau kerja lagi. Ingat kesehatan kak. Kak Nina juga sepertinya bukan perempuan yang mementingkan uang".

"Namanya tanggung jawab dek. Makanya kamu sebagai perempuan tidak usah kerja yang memberatkan. Badanmu sudah berat. Kerjamu jangan".

Kak Arga selalu seperti ini, dia itu pekerja keras. Selalu melindungi adiknya dan juga bertanggung jawab.

Dulu aku juga ingin sekali masuk di fakultas yang sama dengan kak Arga. Bukakah dokter adalah pekerjaan yang sangat mulia.

Tapi ibu dan bapak melarang karena alasan yang seperti sekarang. Kak Arga benar-benar seperti hidup untuk pasiennya. Beruntung kak Arga mendapat pacar seperti kak Nina.

Dulu bapak seorang guru sekolah menengah atas. Tapi saat ini ia sudah menjadi pensiunan.

Satu tahun setelah aku lulus kuliah ia pensiun dan aku, kak Arga dan bapak memutuskan untuk membuka toko yang menjual bahan bangunan.

Tidak begitu sulit untuk memasarkannya. Aku bekerja di perusahaan konstruksi dan hampir setiap hari berkomunikasi dengan pelaksana proyek tau betul apa yang mereka butuhkan dan akhirnya mereka bisa menjadi pelanggan di toko kami.

Ibu juga seorang pensiunan guru sekolah dasar. Ibu yang mempunyai sifat lembut dan wajah yang sendu membuatnya tiap tahun menjadi wali kelas dari kelas 1. Dan aku selalu suka karena itu membuatnya akan pulang ke rumah lebih awal.

Dulu aku ingin sekali menjadi seorang guru. Bercerita bersama murid-muridku dan membagikan ilmuku. Tapi nyatanya aku berakhir di fakultas teknik.

...

Sampai dikantor pikiranku masih tertuju pada kejadian dua malam yang lalu. Dan semenjak itu Dewa tidak tidak pernah lagi menghubungiku. Padahal semenjak kita pertama kali bertemu di Makassar Dewa selalu menghubungiku. Entah untuk bertanya sesuatu yang harusnya tidak perlu dipertanyakan seperti dimana penjual gudeg. Mana mungkin ada gudeg di sini.

Anggi : aku minta maaf jika ucapanku kemarin malam membuatmu tersinggung 😢

Aku memutuskan untuk menghubunginya dengan mengirimkan pesan lewat aplikasi whatsapp.

UNTUK ANGGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang