Suasana pantai saat ini tidak begitu ramai. Mungkin karena bukan malam minggu dan juga tidak ada acara. Hanya ada beberapa mahasiswa yang sepertinya sedang melakukan penggalangan dan dan juga ada beberapa keluarga yang sedang asik berfoto.
Ara beberapa kali meminta untuk aku memotretnya. Katanya untuk mengabadikan jika ia pernah ke sini.
Penjual yang berada di pinggir jalan beberapa kali menawari kita makan tapi pizza yang kami makan sebelum ke sini belum juga menghilangka rasa kenyang diperut.
Dewi saat ini sedang menggandeng tanganku. Seperti seorang adik yang takut kakaknya pergi meninggalkannya.
Aku dan Dewi berjalan paling depan sedangkan tiga orang dibelakang kita entah apa yang dilakukan.
Saat berjalan beberapa lagi aku melihat seseorang membawa reptil. Ini yang tidak ku suka jika harus berjalan-jala ketempat seperti ini. Aku langsung melepaskan tangan Dewi dan berlari. Aku tau ini kekanakkanakan. Tapi namanya rasa takut.
Sekarang aku duduk di salah satu bangku penjual. Orang pertama yang menghampiriku adalah Dewa. Dia seperti ingin mengejekku dengan wajah yang dipasang seperti itu.
Dia duduk di sampingku dan masih tertawa.
"Namanya juga takut". Untung saja ada air mineral di atas meja. Aku langsung meneguknya setengah.
"Anak kecil aja berani". Ucapnya masih tertawa.
"Aku phobia sama Reptil. udah beberapa kali coba untuk berani tapi gak bisa".
Dewa kemudian berpindah duduk di depanku. Mungkin ia merasa tidak suka jika ia ingin bercerita tapi aku tidak menatapnya.
"Dari kapan?". Tanyanya
"Gak tau". Ucapku
"Kenapa gak berobat".
"Kak Arga pernah nawarin tapi aku gak bisa. lihat foto atau apapun aku gak bisa. Itulah kenapa di rumah banyak kucing". Ucapku sambil tersenyum.
Aku merasa dia memegang tanganku yang masih bergetar. Ya begitulah aku bahkan pernah pingsan saat teman-temanku menjailiku saat ulang tahun dan memberikan mainan kadal di dalam kotak.
Aku menarik tanganku. Bagaimana kalau tiga orang yang belum juga datang melihat kami.
"Padahal aku mau ajak liburan kepulau komodo".
"Kalau mau lihat aku meninggal".
Dia hanya tertawa dan lagi, dia mengusap kepalaku lembut. Aku jadi serba salah pemirsa.
Kita berdua terdiam. Aku merasa ditatap sedangkan aku memilih untuk mengambil ponselku dan menghubungi Ara.
"Aku di sepan yang ada tulisan bugis Ra".
"Oke".
Aku melihat pejual yang sudah siap untuk mengambil pesanan kita tapi nyatanya aku belum memesan.
"Kamu mau pesan apa?". Tanyaku ke Dewa.
"Jagung bakar pedas manis". Aku mengangguk
"Minum?".
"Alpukat"
Aku memberikan kertas yang sudah ku tulis dengan menu pilihan kita berdua. Untuk Ara, Dilla dan Dewi nanti saja jika ia sudah datang baru memesan.
Dewi langsung duduk disampingku. Dia layaknya seorang adik yang takut kakaknya kenapa-napa.
"Kakak gak kenapa-napa?". Tanyanya sambil memegang tangunku. bukan yan dipegang sama Dewa. Tapi sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUK ANGGI
General FictionDua tahun setelah lulus kuliah. Anggi dan Dewa, dua teman kelas yang tidak begitu akrab dipertemukan kembali di kota yang sama tempat mereka bekerja. Setelah lulus kuliah Anggi mendapat tawaran untuk bekerja di kota kelahirannya, Makassar sedangkan...