"Ada yang hamil?" tanya lelaki itu.
Deol mengangguk, membenarkan.
Lelaki yang ada di depannya mengerutkan dahi. Matanya menyipit, bibirnya mencebik, kemudian mengendikkan bahu.
"Lalu?"
"Lalu, katamu?" Deol kesal. Jauh-jauh menemuinya, mengabarkan berita buruk, tapi tanggapan ala kadarnya yang dia dapat. "Apa benda itu tak cukup sebagai bukti?"
Lelaki itu memunggut test pack yang baru dilempar padanya. Diputar sampai layar kecilnya berada di atas. Memperlihatkan simbol plus warna merah yang artinya kehamilan telah terdeteksi. Matanya memandang benda itu, tapi gesture tubuhnya sama sekali tak tertarik.
"Jangan pura-pura bodoh. Perhatikan test pack itu baik-baik!" Deol memerintah.
"Ada yang hamil?" ulangnya.
"Ya Tuhan..." erang Deol. "Kalau ada test pack dengan tanda positif, tentu saja ada yang hamil. Masalahnya siapa yang hamil? Siapa?" Deol menekan tiap kata dalam ucapannya.
"Memangnya siapa?" tanya pria itu, tapi tidak benar-benar ingin tahu.
Kalau Deol yang membawa test pack, memangnya siapa lagi kalau bukan dia yang hamil? Deol jadi kesal. Dari pada marah-marah dia memilih menarik nafas panjang, menghembuskannya panjang juga. Dia mengerti pria itu tidak peka, tapi siapa tahu setelah ini sadar lalu minta maaf padanya sambil berlutut. Lalu menawarkan tanggung jawab atas apa yang telah dilakukan padanya.
Deol menyilangkan tangannya di dada. Menunggu, tapi nyatanya tak dapat tanggapan apa pun dari lelaki itu.
"Kalau kukatakan siapa yang hamil, apa kau mau tanggung jawab?"
Pria itu menjatuhkan test pack di meja. Dengan santainya menyandarkan punggung ke sofa, seakan mengatakan 'ini tidak ada hubungannya denganku, aku tidak akan tanggung jawab'. Namun dia mencoba antusias.
"Kalau bukan kesalahanku kenapa aku harus tanggung jawab?" tanyanya balik. "Tapi kalau kau mau berterus terang, mungkin aku bisa bantu."
"Aku yang hamil!" Deol mengaku. Tak ada reaksi dari lelaki itu selain diam dan melongo di tempatnya. "Kenapa? Kaget kalau aku hamil?"
Lima detik kemudian kening lelaki itu berkerut lagi, alisnya saling bertaut, kemudian tawanya meledak.
"Aku serius. Aku sedang hamil!" tegasnya dengan suara bernada tinggi.
Pria itu masih tertawa dan terus menambah volume tawanya hingga perutnya sakit. Dia memegangi perutnya sambil tersenggal-senggal mengontrol diri. "Ya ya, terserah kau. Kuharap kau tak melibatkanku dalam dramamu itu," ujarnya setelah tawanya mereda. Itu pun masih menyisakan kekehan kecil.
"Aku serius!"
"Aku juga." Pria itu mengamati perawakan Deol. Turun-naik, naik-turun sambil memasang tampang jijik.
Lelaki itu memasang ekspresi menyebalkan di wajahnya membuat Deol kesal setengah mati. Dia memberikan apa pun secara suka rela, sedangkan saat minta balik, lelaki itu angkat tangan. Deol habis kesabaran, dia marah sekarang.
"Aku serius, ini bukan drama!" teriaknya. "Semua karenamu!" tudingnya ke arah muka lelaki itu. "Kalau saja aku tak terpengaruh iblis sepertimu, kalau aku menurut kata sahabatku, aku tidak akan seperti ini!" lanjutnya sambil menendang meja meluapkan kekesalannya,
Awalnya lelaki itu terkejut mendengar teriakan Deol. Dia tersentak ketika dituding. Terpaksa harus mencekali meja karena di tendang Deol. Bukan takut meja kaca itu pecah, dia cuma khawatir meja itu mengenainya betisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jass Deol(Hiatus)
RomanceSama seperti lelaki muda pada umumnya. Deol kerja, punya gebetan di tempat kerjanya, punya sahabat yang siap membantu walau di setiap bantuan yang diberikan selalu mengharap imbalan. Dia punya orang tua yang masih lengkap plus kakak yang cantik tapi...