Masih dengan permintaan yang sama, bagi siapa saja yang membaca cerita ini, mohon dukungannya dengan kasih bintang dan follow author. Kasih komentar juga boleh. Terima kasih.
Yang punya tingkah aneh saat tidur ternyata bukan hanya Marco, Pian juga. Malah lebih parah. Kalau tangan Marco nyasar sudah biasa, tapi kalau tangan Pian bikin risih. Mana lengannya dua kali lebih berat dari lengan Marco pula, Deol sampai capek bolak balik menyingkirkan tangan itu darinya. Belum lagi kakinya, suara dengkurannya, Deol jadi susah tidur. Kepalanya makin pusing, matanya berat. Jatuh tertidur karena kelelahan.
Rasanya hanya tidur sekilas, tapi saat membuka mata sudah jam 8 pagi. Dengkuran Pian tak terdengar, bukan berarti orangnya sudah bangun. Pian malah meringkuk tepat di samping Deol. Tangannya melingkari badan, kakinya menumpang di kedua kaki Deol, wajahnya terpuruk di leher. Pantas sejak membuka mata, leher Deol terasa geli. Selain karena hembusan nafas, rambut kasar di wajah Pian menusuk-nusuk kulit lehernya.
Deol menjauhkan lengan Pian, kaki, juga wajah lelaki itu. Didorongnya jidat Pian sampai si empunya wajah mengeram karena terganggu, membalik badan, tidur lagi. Deol memutuskan bangun kemudian mandi. Selesai mandi mau tak mau dia harus membangunkan Pian untuk pinjam baju.
"Pian," Deol menggoyang bahu lelaki itu. "Pi, aku pinjam baju."
"Selamat pagi juga," balas Pian yang matanya masih tertutup. Dia meraih tangan Deol kemudian mengecupnya sekilas. Deol sendiri langsung menarik tangannya dan menggosok-gosokkan bekas kecupan itu ke handuk yang dipakainya. "Terima kasih buat yang tadi malam, tapi aku nggak bisa antar kamu pulang." Masih kata Pian dengan mata tertutup.
"Pi, kamu ngomong sama siapa, sih?"
Suara Deol langsung membuat mata Pian terbuka lebar. Agaknya dia baru sadar kalau yang diajaknya bicara bukan seperti yang dia pikirkan. "Eh, De. Selamat pagi," sapanya sambil pasang senyum kaku. "Aku lupa kalau kamu yang nginep di sini. Aku kira..."
"Pacar kamu?"
"Bukan. Aku nggak punya pacar."
"Berarti teman perempuan kamu."
Persis seperti yang Deol pikirkan. Biasanya dalam sebulan ada satu-dua wanita yang dibawa Pian ke apartemen ini. Menghabiskan akhir pekan bersama tapi tidak ada ikatan apa pun. Pagi ini Pian tidak sadar kalau yang tidur dengannya adalah Deol. Mungkin semalam dia juga tidak sadar telah memeluk-meluknya. Walau begitu jangan sampai masalah wanita itu diungkit-ungkit.
"Nggak sering kok, cuma kadang-kandang," potong Pian.
Dari pandangan yang diberikan Deol, Pian menangkap kalau Deol salah paham. Menyangka dirinya suka membawa wanita-wanita bayaran. Dia perlu meluruskan itu.
"Eee, mereka bukan wanita-wanita yang seperti itu. Mereka teman," tambahnya sambil tertawa-tawa garing. "Kamu nggak marah, kan?"
"Marah? Nggak lah, asal lain kali jangan cium-cium tangan orang sembarangan." Soal kebiasaan Pian membawa-bawa wanita pulang ke apartemen, Deol juga tidak marah. Kan itu bukan urusannya.
"Maklum, namanya juga nggak punya pacar. Kalau punya nggak mungkin kaya gini." Pian duduk, menggaruk kepalanya sambil kembali tersenyum kaku. Matanya menjelajah ke tubuh Deol yang cuma dibalut handuk dari pinggang sampai atas lutut. Pian memandangi perut rata itu, perut yang cuma rata tanpa tambahan kotak-kotak. "Mau pinjam baju ya?"
Deol langsung sadar kalau Pian memandanginya. Alarm tanda bahaya di otaknya menyala. Ingin sekali lari ke kamar mandi menyembunyikan diri dari pandangan liar Pian, tapi takut kalau ternyata pikiran negatifnya yang sedang bekerja. Menakut-nakutinya dari sesuatu yang tidak benar adanya. Wajah Deol kaku, tapi memberanikan diri tidak beranjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jass Deol(Hiatus)
RomansaSama seperti lelaki muda pada umumnya. Deol kerja, punya gebetan di tempat kerjanya, punya sahabat yang siap membantu walau di setiap bantuan yang diberikan selalu mengharap imbalan. Dia punya orang tua yang masih lengkap plus kakak yang cantik tapi...