Gara-gara tidak diberikan kesempatan menolak, mereka berakhir di club. Teman-teman Pian sudah banyak yang berkumpul di sana. Teman kantor. Katanya salah satu dari mereka akan menikah bulan depan, dan ini adalah pesta pelepasan masa lajang tahap pertama yang diadakan. Semua diharuskan minum. Gratis. Boleh minum sampai mabuk tapi tidak boleh minum sampai mati.
Pian dan sebagian temannya kalap, minum bir seperti minum jus. Tidak peduli pait, tidak peduli sakit perut, tidak peduli sakit kepala, minum saja sampai kembung. Deol minum sedikit. Bir bukanlah seleranya, demi menghormati pesta lajang yang katanya tahap pertama ini, dia melakukannya. Deol tidak kuat minum bir lebih dari satu gelas berukuran jumbo. Dia berhenti minum, lalu hanya memperhatikan Pian dan teman-temannya.
Jam sebelas malam dia memaksa Pian pulang, sayangnya lelaki itu mabuk. Mau tak mau harus mengantarkannya pulang. Dengan susah payah Deol membawanya masuk apartemen. Masuk kamar, lalu melempar tubuh Pian ke ranjang.
"Malam ini kamu tidur di sini, kan?" tanya Pian ketika Deol melepas sepatunya. Dia tidak sadar, ngomongnya ngelantur bahkan tadi menoel dagu Deol ibarat dia menoel wanita cantik. "Aku nggak mau tidur sendirian." Sebentar mengeluh, sebentar kemudian terkikik sendiri.
"Nggak usah ngomong lah, Pi. Diam dan tidur aja!"
Deol berhasil melepas sepatu dan kaos kaki Pian. Menarik keluar ikat pinggang dan dasi lelaki itu. Kemudian ditinggalkan ke kamar mandi. Dibiarkan bicara semaunya, bertingkah polah sesukanya, kalau lelah pasti akan tidur sendiri. Deol memilih membersihkan diri. Mandi dan ganti baju, lalu tidur. Sayangnya tidur satu ranajng dengan orang mabuk tidak senyaman yang dia kira. Mau tak mau Deol harus meladeni Pian.
"Kamu tahu kan, aku sayang kamu?" Secara tak sadar Pian mengelus-elus pipi Deol. "Sayanggg sama kamu!" katanya lagi. "Sayanggg banget. Seperti Tompel sayang sama Mimi. Kata nenek di kampung, Mimi sudah melahirkan lima anak, yang tiga mati. Kasihan, ya!"
Siapa Tompel? Siapa Mimi?
Seperti malam itu, Pian melingkarkan tangannya. Memurukkan kepala ke bahu Deol. Deol risih. Karena Pian tidak mempan diapa-apain, terpaksa dia diam saja.
"Eh, aku belum cium kamu seharian ini." Bibir basah bau alkohol Pian menempel di pipi sebelum Deol berhasil mencegahnya. Deol hanya bisa mengusap-usapnya setelah Pian menjauhkan bibirnya. "Nah, sekarang sudah," katanya lagi. Pian tertawa, terkekek. Melepaskan Deol untuk berguling berlawanan arah, lalu diam.
"Pian Pian, kamu yang mabuk, aku yang susah," gerutu Deol
Deol memiringkan badan, tidur berpunggung punggungan dengan Pian. Selama Pian diam hampir sejam, Deol mulai bisa tidur. Hanya sekilas, tidur Deol terusik lagi. Pian berada di belakang punggungnya. Awalnya hanya nafas lelaki itu, lama-kelamaan tubuhnya juga bisa dirasakan Deol. Berada tepat di belakangnya. Lengannya melingkar erat di pinggang dan wajahnya menempel di tengkuk Deol.
"Pian?"
"Iya sayang," jawabnya masih ngelantur. "Kepalamu sakit juga seperti kepalaku, ya?"
"Bukan. Kamu jangan nempel-nempel!" Tangan Pian diambil kemudian dilempar paksa ke belakang. Namun detik berikutnya kembali melingkar di perutnya. "Aku bukan kesayanganmu!" Sekali lagi lengan Pian dienyahkan, dan sekali lagi juga kembali ke perutnya. "Besok-besok nggak usah minum deh kalau nyusahin kaya gini!"
"Anaknya Mimi yang dua, jantan semua."
Malas. Biarkan saja dipeluk, yang penting tidak diperkosa. Toh, besok Pian tidak akan ingat apa-apa lagi.
Waktu Pian mengecup tengkuknya, Deol merinding. Tapi setelah dikecup beberapa kali merindingnya hilang. Waktu Pian mengelus perutnya dari luar kaos, Deol menegang, tapi lama kelamaan jadi relaks.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jass Deol(Hiatus)
RomanceSama seperti lelaki muda pada umumnya. Deol kerja, punya gebetan di tempat kerjanya, punya sahabat yang siap membantu walau di setiap bantuan yang diberikan selalu mengharap imbalan. Dia punya orang tua yang masih lengkap plus kakak yang cantik tapi...