#10

1.3K 152 1
                                    

Di rumah sakit, Ratih masih ditunggui oleh ibunya. Dengan sabar, perempuan paruh baya itu membantu dan menyuapi Ratih. Seharian, Ibu Ratih tak meninggalkan tempat tidur anaknya. Dengan setia ia menunggu demi kesembuhan Ratih.

Sementara itu, meskipun sudah terlihat sehat, Ratih masih tak mau cepat-cepat pulang ke rumah. Ia tak mau peristiwa itu terulang lagi sebelum keinginannya terpenuhi. Ia ingin segera pindah rumah bukan kembali ke rumah.

Suatu malam, Ibu Ratih pergi mengambilkan makanan untuk makan malam anaknya. Malam itu adalah malam kedua setelah penggalian dan penguburan kembali kerangka yang ditemukan Didi. Kemudian, Didi dibantu tukang renovasi rumah untuk menambal lubang galian dan memasang kembali keramik untuk lantai kamar dirumahnya. Ia belum sempat menemani Ratih di rumah sakit.

Tiba-tiba sesosok tubuh, entah datang dari mana, sudah berdiri di pintu masuk bangsal di mana Ratih dirawat. Pintunya pun sudah membuka lebar. Pasien lain tak menyadari hal ini.

Dan tubuh itu masuk.

"Ratih," panggilnya dengan suara datar. "Masih ingat denganku?"

Raut wajah itu sudah dikenal Ratih sejak peristiwa malam itu. Suara panggilan itu membuat bulu kuduk Ratih meninggi.

Ratih tidak menjawab panggilan sosok itu dengan memalingkan wajah. Namun sekujur tubuhnya tak bisa bergerak seperti waktu itu. Ratih kembali merasakan pengaruh yang aneh seperti waktu itu ketika makhluk itu muncul. Dan pandangan Ratih menjadi kabur seolah ia menerawang jauh tak tentu arah.

"Tih," panggilnya dengan parau. "Ratih."

Tamu tak diundang itu perlahan mendekati ranjang pasien Ratih.

"Aku sudah pindah rumah, Tih!"

Suhu tubuh Ratih kembali jatuh. Termometer ruangan pun menunjukkan suhu yang rendah. Ratih menolak kehadiran tamu itu sehingga tubuhnya membuat ranjang terguncang-guncang. Anehnya, guncangannya tak disadari pasien lain.

"Masih ingat kan kalau aku mendambakan kasih sayang. Aku kesepian di rumah baru, Tih. Aku butuh pendamping."

Tamunya itu sudah begitu dekat dengan Ratih. Energi yang ia bawa terlalu besar sehingga Ratih merasakan jiwanya setengah kosong. Kekuatan aneh itu menarik perlahan-lahan melalui matanya, membuat retina Ratih yang hitam itu mulai memutih.

"Sekarang aku sudah punya rumah baru. Aku sudah tidak terhimpit lagi. Rumah baruku sekarang luas. Bebas, damai dan tenang. Sekarang, aku juga butuh pendamping. Aku datang untuk menjemputmu, Tih. Ayo!"

Tangan Ratih mulai ditarik makhluk itu. Ratih enggan pergi bersamanya tetapi Ratih tak bisa melawan. Ia tak berdaya. Kekuatan aneh itu terlalu kuat menguasainya.

Dalam detik terakhirnya―meskipun ada namun sedikit karena kalah oleh penguasaan yang tak terbendung itu—Ratih dengan sisa tenaganya berteriak, "Tidaaaaaaaak!"

Sayangnya teriakan itu tidak dapat didengar pasien lain bahkan ibunya sendiri.

Jangan Ketuk Pintu Rumah KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang