Didi melesat bersama kendaraannya. Malam semakin larut. Ia lupa sudah janji akan pulang cepat. Bos dan tamu itu memaksanya untuk tinggal lebih lama, yang kemudian sekarang ia terlambat pulang.
Dalam perjalanan pulang ia merasakan hal yang tak enak. Pikirannya kalut. Ia teringat istrinya dan suara-suara yang mengganggunya. Apakah kamu aman di rumah, sayang? cemasnya.
Kendaraan yang dibawanya hampir menabrak gerbang masuk komplek kalau tidak ada lampu yang bersinar di sisi jalan. Setelah mendekati halaman depan rumahnya, terdengar suara anjing menggonggong di halaman rumah. Gonggongngannya semakin lama semakin terasa mengerikan.
Segera Didi turun dari kendaraan dan mencaritahu apa yang sedang terjadi.
"Ada apa, Pak?" tanyanya segera kepada satpam yang sedang menenangkan anjing itu.
"Aku juga heran, Mas. Dari tadi anjing ini menggonggong."
"Ada maling atau gimana, Pak?"
"Saya patroli sejak Mas pergi. Saya cuma lihat istri Mas keluar berdiri di depan pintu. Mukanya kayak bingung gitu. Terus saya sapa sebentar lalu istri Mas masuk lagi. Nah sejak saat itu, anjing ini menggonggong terus."
Didi mengetuk pintu. Tak ada jawaban dari dalam, ia mulai menggedor-gedor. Satpam yang menenangkan anjingnya berusaha mencari cara lain: mengetuk-ngetuk kaca depan dengan koin. Suara nyaring kaca yang beradu koin itu tidak membuat keadaan berubah.
Didi ingat ada kunci cadangan menggantung bersama kunci kendaraannya. Dengan menggunakan kunci itu terbukalah pintu rumah.
"Pak, temani saya masuk," pinta Didi kepada satpam itu. Satpam itu waspada bersama anjingnya kalau-kalau memang benar terjadi sesuatu terhadap rumahnya.
Setelah masuk, Didi mencium bau amis. Baunya seperti mayat: sangat busuk. Ia bingung. Apa yang dilakukan istrinya malam-malam sampai rumahnya bau seperti itu.
"Bapak nyium bau ini?"
"I―ya, Mas!" katanya sambil menutup hidung.
Sejak masuk rumah, anjing itu berhenti mengonggong. Instingnya menolak untuk memasuki rumah lebih dalam lagi. Bahkan dipaksa oleh si empunya, hewan itu berontak.
"Mas, anjingnya ga' mau masuk lagi."
"Kenapa, Pak?"
"Penciuman anjing sangat peka, terutama terhadap kehadiran makhluk jahat. Rumah ini sudah kemasukan setan. Sebenarnya saya juga sudah merasakannya sejak masuk tadi."
Didi mengerutkan kening mencoba menghalau pendapat si satpam tentang hal gaib. Namun ia teringat, Apa ini yang dirasakan Ratih selama ini, makanya ia minta pindah terus?
"Ya sudah. Bapak jaga di depan rumah saja," pintanya kemudian.
Didi memfokuskan penciuman terhadap lokasi bau. Berjalan berkeliling rumah sampai akhirnya menemukan bau itu berpusat di kamar.
Didi terkejut setengah mati saat pintu kamar dibuka...
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ketuk Pintu Rumah Kami
TerrorRatih cemas mendengar kegaduhan dari balik dinding. Setelah hampir setiap malam mendengar suara-suara itu, Ratih minta kepada suaminya agar pindah rumah. Tetapi Didi tidak serius menanggapi istrinya karena mereka baru saja membeli rumah di Jalan Sum...