Sisi Lain Si Gadis

5 0 0
                                    

Aku melihat gadis itu dari tadi. Dia melakukan tugasnya dengan baik. Memasak makanan untuk pelanggannya. Tetapi hanya satu masalahnya. Setiap kali orang-orang berkomentar mengenai masakannya dengan bumbu kejelekan. Dia akan mencela orang tersebut. Dia itu punya hati yang dingin dan keras kepala.

Namun aku melihat hal yang berbeda padanya hari ini. Dia sepertinya tidak terlalu bagus. Mungkinkah dia terluka ? Bisa jadi karena aku melihat dia menyembunyikan lukanya sejak tiba tadi. Aku yang mengamati dari kejauhan menjadi penasaran. Aku akan menggodanya sedikit atau lebih tepatnya mengganggunya.

"Selamat datang, kau mau makan apa ?" Aku melihat menunya. Aku memesan semangkuk mie. Aku memperhatikan setiap gerakan gadis itu. Aku mulai bertanya-tanya apa yang seharusnya aku lakukan.

Tanpa aku sadari, mienya sudah tiba dan siap untuk disantap. Aku sedikit tersenyum kemudian memanggil pria tadi kemudian sedikit komplain dengan makananku. Dia minta maaf tapi aku menyuruh kokinya datang kepadaku.

Tak memakan waktu lama, aku menghabiskan makananku kemudian memanggilnya lagi. Dia memberikan bon kemudian aku membayarnya. Walaupun aku selesai dengan ini, ada hal yang mengganjal saat aku melihatnya. Mungkin dia butuh bantuan atau dorongan. Aku tertawa sendiri melihatnya hingga aku memutuskan untuk duduk diluar hingga kedainya tutup.

Cuaca cukup cerah untuk melakukan aktivitas namun lebih baik untuk tidak membuang-buang energi. Aku bahkan sempat bertanya pada diriku kenapa aku melakukan hal konyol ini. Hingga senja pun tiba. Aku melihat pelanggan terakhirnya keluar dan segera ke arah kedai.

"Permisi, Apakah masih ada makanan lagi ?" Pertanyaan konyol itu terlontar saja di mulutku. Dia sedikit tertawa.
"Tentu saja ada, silahkan duduk dulu" aku melihat hal yang berbeda darinya. "Sebentar, aku kebelakang dulu mengambil makanannya" aku mengangguk dan dia pergi.

Untuk sesaat dia tampak kesusahan didengar dari suaranya. Aku berjalan ke arah belakang sambil bertanya kepadanya. Dia tampak tidak mendengarkanku hingga aku berada di depan pintu. Gadis itu tampak terduduk dengan tubuh yang letih.

"Kau tidak apa-apa ?" Aku membantunya berdiri. Kubawa dia ke meja tempat dudukku. "Mungkin kau butuh minum ?" Aku mengeluarkan air dari tasku.
"Terima kasih, seharusnya aku langsung menolakmu tadi..." Aku keheranan dengan yang dikatakannya.

Dia mulai menceritakan keadaannya yang sekarang. Ternyata dia seorang janda muda dengan seorang anak laki-laki yang masih kecil. Aku mengira dia adalah mahasiswi atau setidaknya siswa yang putus sekolah.

"Ehm, jika kau masih kelelahan biar aku yang memasakan makanan untukmu"
"Apa yang kau katakan ? Aku bisa melakukannya"
"Haaah, kau ini... Jangan terlalu memaksakan diri"

Aku yang hanya belajar beberapa minggu hanya bisa membuat makanan sederhana saja untuk kami berdua. Dia tampak cemas dengan yang aku lakukan namun itu tidak masalah. Aku bisa melakukannya dengan rapih.

Setelah makan dia berterima kasih dan berkata tidak usah membayar. Aku jadi tidak enak dan aku teringat sesuatu. "Apa kau butuh karyawan ?"
"Aku tidak bisa menggajimu"
"E.. Eh? Dengar dulu maksudku. Kau tidak perlu begitu, yang harus kita lakukan... "

Kami mulai merancang kemudian menyusun kedai. Hanya dengan kami berdua kedai lama yang terlihat baru bisa berdiri kokoh didepan kami. Aku berusaha ramah dan dia akan bekerja di dapur.

"Malam yang Indah bukan ?" katanya.
"Begitulah..." kami hening sejenak.
"Aku penasaran, kita sudah bekerja selama sebulan tapi kita hanya menggunakan kata kau dan aku saja... Yah..."
"Gato..."
"Apa ?"
"Panggil saja Gato"
"Aku Wenda, senang bekerja denganmu"
"Aku juga"

Yah... Pada awalnya hanya dari penasaran, kemudian menolong dan akhirnya membangun kehidupan baru. Aku hanya bisa menolongnya untuk percaya diri dan mau menerima semuanya dengan lapang dada. Hingga aku berpamitan kepadanya.

"Jadi... Ini akhirnya"
"Begitulah... Aku harus menolong orang lainnya"
"T... Tunggu... Bisakah kau tinggal lebih lama lagi ?"
"Maafkan aku..." tiba-tiba dia memelukku dan menangis.
"Kau seperti kakakku, kau memberikan harapan kepadaku... Kau selalu mendukungku... Sebagai lebih dari seorang teman... Tepatnya keluarga..."
"Terima kasih sudah menganggapku begitu tapi aku tidak ingin membebanimu"

Dia akhirnya melepaskan pelukannya dan mengusap matanya. Dia berusaha untuk tersenyum. Aku membalas senyumannya. Dia mengulurkan tangannya.

"Kau akan aku tunggu disini. Kembalilah jika kau kelelahan"
Aku menjabat tangannya. "Tentu saja"

Tamat~

Corat Coret PensilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang