Part 8

1.4K 252 8
                                    

When the sun goes down, I thought he wasn’t real.

Semakin beranjak dewasa, aku semakin mengerti perasaan apa yang ada di dalam diriku. Aku menceritakannya pada Arlene, sahabatku, saat dia mengunjungiku di apartment. Aku mengajaknya menyaksikan matahari terbenam di atap apartment. Aku bilang padanya, saat aku kecil aku bertemu dengan seorang anak lelaki yang mencuri perhatianku. Aku rela pergi ke festival setiap harinya sekadar untuk menemuinya saja.

Pada hari pertama, aku terpana melihatnya yang berdiri seorang diri di tengah kerumunan orang-orang sambil memandangi langit senja. Hari kedua, aku mencoba mencarinya lagi dan siapa sangka dia menabrakku.

“Apakah itu sudah pertanda?” tanyaku pada Arlene.

Hari ketiga, aku memberanikan diri menyapanya. Dia bertanya namaku, tetapi ibuku telah mengajakku pulang. Hari keempat, aku menunggunya di bibir pantai sambil membawa dua gula-gula. Dia datang menghampiriku dan duduk di sisiku. Aku memberikan gula-gulaku, tetapi karena ibuku memintaku pulang sebelum matahari terbenam, jadi aku bergegas pergi meninggalkannya.

Dan aku menyesal setelahnya.

Seharusnya aku tidak perlu terburu-buru karena di hari kelima, aku tidak bertemu dengannya lagi. Bahkan sampai detik ini.

“Kurasa dia bukan manusia.”

Aku tertawa sambil menggelengkan kepala. Konyol! Bagaimana mungkin Aleen berpikiran seperti itu?

“Aku serius, Krystal.” Arlene memutar bola matanya. “Kaupikir manusia macam apa yang berdiri sendirian di festival? Lalu apa yang kaubilang tadi? Dia hanya muncul saat matahari terbenam? Dan satu lagi, ibumu tidak pernah bertanya padamu siapa anak laki-laki itu bukan?”

Aku mulai berpikir apa yang dikatakan Arlene ada benarnya. Namun, aku tetap tidak percaya. “Ibuku mungkin tidak melihatnya. Lagipula aku sendiri tidak pernah membicarakannya pada ibuku.”

“Bisa kauulangi lagi tadi? Ibumu mungkin tidak melihatnya? Tentu saja karena dia tak kasat mata, Krystal-ku sayang.” Arlene memutar bola matanya lagi. Sepertinya itu sudah kebiasaannya ketika dia tengah berdebat. Aku sudah sering melihatnya seperti itu. “Kau tahu Riley, anak kelas sebelas yang selalu mengajakmu pulang bersama?”

Aku mengangguk. Aku kenal dia. Riley memang acap kali mengajakku pulang bersama, tetapi aku selalu menolaknya. Entah apa alasannya.

“Kurasa dia menyukaimu.”

When The Sun Goes DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang