Part 1

479 35 0
                                    

Sepasang kelopak mata terbuka, sesekali mengerjap untuk menyadari apa yang tengah terjadi. Bola matanya melirik ke segala penjuru, mencoba menemukan petunjuk yang entah akan ia dapatkan atau tidak. Ia dapat merasakan rambutnya terbang tertiup angin lembut, kakinya terasa dingin terkena rumput basah. Ia masih belum memahami apa yang terjadi padanya dan mengapa ia berada di sini, di tempat yang tak ia kenal sama sekali.

Sedetik kemudian mata lelaki ini terbelalak. Kepalanya menunduk memandang kedua kakinya yang berpijak pada rumput dengan sempurna.

Ia coba tuk menggerakkan jari kecilnya, berhasil. Ia coba tuk bertumpu dengan satu kaki, berhasil. Kini senyum mulai merekah menghiasi wajah tampannya. Selangkah. Dua langkah. Tiga langkah. Ia mulai berjalan, semkain cepat dan semakin cepat hingga saat ini ia tengah berlari sambil sesekali menatap sekeliling, namun hanya padang rumput luas yang bisa ia temui.

Lalu ia berhenti ketika napasnya mulai tersenggal. Senyuman itu tak menghilang barang sedetikpun. Ia masih terlalu senang dengan apa yang terjadi.

“Aku... aku... bisa berlari.”

Ia kembali berlari seakan tak ada kata lelah menghampirinya, bahkan tak ada satupun peluh keringat menetes di pelipisnya.Yang ada hanyalah kesenangan dan teriakan dari bibir lelaki ini. Hasartnya terus menuntun kakinya tetap menapak pada rumput dingin, melupakan tubuhnya yang kedinginan terhembus angin. Lelaki ini terlihat sangat bahagia, Park Jimin.

“Eomma... aku bisa berjalan..!!!” Teriaknya

SREETT

Kaki itu berhenti. Matanya memandang lurus ke depan, menatap hamparan rumput yang tak berujung. Seolah ia menjadi orang paling bodoh. Merutuki dirinya sendiri. Memaki diri sendiri ketika sadar betapa bodoh dirinya.

“Pabo..!”

Seolah kehilangan keseimbangan, tubuh itu limbung begitu saja. Lututnya bertubrukan kasar dengan bantalan rumput halus nan empuk. Lelaki itu hanya bisa terduduk lemas dengan senyuman yang tetap terukir di bibirnya.

Setetes air mata suskes meluncur dari mata indahnya, membasahi punggung tangannya yang mengepal. Bulir – bulir bening makin gencar meluncur dari sumbernya, menghujani tangan mulus lelaki ini, seakan merengkuh genggaman tangannya untuk membuka, seakan mengatakan kepada pria itu bahwa semua baik baik saja.

Senyuman itu tercipta seiring dengan air matanya yang terus mengalir. Kini ia menjatuhkan kepalanya ke rumput lalu tidur terlentang.

“Haahhh...” Nafasnya terdengar kasar.

Ia menatap langit biru, seakan bertanya ‘Apakah tebakanku benar ?’

Lalu seakan mendengar pertanyaan Jimin, dari langit muncul sebuah kupu – kupu berwana biru. Jimin menengadahkan tangannya berharap kupu – kupu itu akan hinggap.

CUP

Kupu – kupu biru cantik kini bertengger di telunjuk Jimin, tidak lama-hanya sekian detik. Lalu kupu – kupu itu terbang kembali ke langit meninggalkan Jimin sendirian lagi.

Sendirian? ya. Sedari tadi tak ada orang lain selain dirinya di tempat yang luas ini. Dan bukankah dia itu lumpuh? Tapi apa yang baru saja terjadi ? Lelaki itu berlari.

“Jimin-ah... aku datang membawakanmu bunga. Aku tidak tau bunga kesukaanmu, jadi aku bawakan saja berbagai macam bunga. Aku harap salah satunya adalah bunga kesukaanmu. Kau tahu ? Aku merindukanmu.”

Suara itu tak asing di telinga Jimin. Jimin bangkit lalu menoleh ke sekeliling, mencari dari mana asal suara itu.

“Hyung !!” Teriak Jimin lantang.

Tepat di depan matanya, seseorang yang ia harapkan kehadirannya datang. Membawakan sebuket bunga dengan berbagai macam jenis.

“Aku tidak bisa tidur semalam karena minum kopi terlalu banyak. Ah.. kau pasti tidur sangat nyenyak di sana. Iya kan ?”

Orang di hadapannya kembali berbicara. Kini kaki kecil itu kembali berlari ke depan, mencoba menemui orang di hadapannya. Namun nihil, ia tak bisa menemukannya. Sejauh ia berlari, ia tak dapat menyentuh orang itu. Seakan orang di hadapannya turut menjauh seiring dengan langkah kakinya yang mencoba mendekat.

“Pabo... Kenapa juga aku berlari...Pabo...” Lirihnya

Kini ia kembali terduduk lemas menyadari kebodohannya. Ia merasa bedoh telah berlari sejauh ini untuk mencoba menyentuh orang di depannya. Ia merasa bodoh karena merasa senang bisa berjalan kembali.

“Kau bodoh Park Jimin. Kau kan sudah mati saat ini.” Ucapnya pada dirinya sendiri.

Kini ia hanya bisa berbalik menatap mata orang di hadapannya. Seakan mereka tengah berhadapan saat ini, sangat sulit banginya untuk menerima jika mereka berada di dunia yang berbeda.




Gimana part 1 nya ? hehe

It Hurts Me [ ✔️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang