Sejak saat itu, aku berhenti mencari, berhenti memaksakan diri, berhenti berbuat hal-hal yang konyol, berhenti mengejar-ngejar cowok dan yang kulakukan sekarang adalah memperbaiki diri dengan terus belajar belajar dan belajar. Tahun terakhirku di sekolah akan kututup dengan prestasi gemilang dan pencapaian yang maksimal.
Kini sekolah mengadakan acara perpisahan, dan tema kostum kami adalah profesi. Kebetulan, karena cita-citaku ingin menjadi dokter, jadilah aku memakai pakaian serba putih dengan paduan stetoskop dan kaca mata sebagai pelengkap.
“Nai!”
Seseorang memanggilku. Kalau tidak salah, ia cowok kelima yang menjadi tergetku waktu itu. Berlarian dengan mengenakan kostum tentaranya ke arahku.
“Hai” balasku canggung.
“Nai, maaf untuk yang waktu itu, bukannya aku menolakmu tapi ada seseorang yang...”
“Ry, udah jangan bahas masa lalu” cegahku kesal, berusaha pergi menjauh. Terdengar suara decakan marah darinya yang kurasa mengekori kepergianku. Aku tak ingin masa lalu diungkit kembali, hanya ingin membuka lembaran baru.
Sebulan setelah kelulusan dan perpisahan, kabar yang mengejutkan tiba, ternyata aku diterima di suatu Perguruan Tinggi Negeri lewat jalur undangan. Layar laptop membuatku gemetaran tak percaya, hatiku berbunga-bunga, papa dan mama langsung memelukku, bersujud syukur dan teriak-teriak tak ingat waktu. Air mata kebahagiaan mengalir deras dari mataku.
Terima kasih Tuhan, terima kasih. Aku akan menjadi dokter yang baik.
Kulihat papa langsung menghubungi seseorang, entah siapa, memberitahu kabar gembira ini dan langsung terbahak-bahak saat mendengar penuturan seseorang di telpon itu. Aku mengernyit tak paham, mama mengelus-elus pundakku sambil tersenyum.
“Nai, nanti malam kita kedatengan tamu, kamu siap-siap ya!” suruh papa sumringah. Jarang sekali papa ingin tamunya bertemu denganku. Mencurigakan.
***
Malam tiba. Dress pink pastel membaluti tubuhku dengan indah dan nyaman, mama dan papa sampai kagum melihatku. Aku curiga mereka ingin melakukan hal yang tidak-tidak saat ini, seperti acara perjodohan saja. Tunggu dulu. Perjodohan? Jangan-jangan memang benar?
“Pa! Ma! Aku mau dijodohkan?!” gertakku marah dan baru menyadari.
Papa dan mama terdiam. Wah, ini benar.
“Bu-bukan Nai, teman papa dan mama mau bertamu aja” elak papa ragu-ragu.
“Bawa anaknya?” tanyaku menyelidiki. Papa dan mama terdiam lagi. Cukup lama.
Melihat aksi mogok bicara mereka, aku kecewa, berasa dipermainkan dan dibodoh-bodohi saat ini. Kugerakkan kakiku menuju tangga berniat pergi ke kamarku. Namun, mama mencegah. Ia menahan lenganku, agar aku tidak pergi. Genggamannya sangat erat.
“Nai, ini yang kamu tunggu.”
Beberapa detik setelah mama mengucapkan kalimat yang membuatku tercengang itu. Ketukan pintu terdengar dengan lantang, sontak papa langsung berjalan mendekati pintu. Aku manarik napas panjang, rasanya jantungku berhenti berdetak ditambah tangan dan kakiku yang gemetaran. Gugup, takut, cemas, marah, campur aduk rasanya.
Papa membuka pintu perlahan, secercah cahaya masuk lewat celah pintu yang terbuka. Berasa melihat cahaya surga. Seseorang berbadan gemuk di bagian perut muncul pertama kali, kumis tebalnya seakan melambai ke arahku. Aku syok, namun ternyata itu adalah teman papaku. Selanjutnya orang kedua muncul, wanita berkebaya dengan sanggul di rambutnya itu kuduga sebagai istrinya. Dan orang ketiga, ini yang paling membuatku penasaran. Tapi...
“Ma, aku mau ke atas dulu” kataku prustasi, rasanya semangatku lupus.
Sangat di luar jangkauan, dia pria berpakaian lusuh dengan celana cingkrang dan, sudah aku tidak mau mambahasnya. Suasana hatiku makin tidak baik. Aku berbalik badan, bertekad kali ini rencana kaburku harus sukses.
“Nai, yang tadi supirnya, itu tuh anaknya baru muncul!” bisik mama meralat pikiranku, menarik tanganku lagi, memutar tubuhku agar menghadap langsung ke arah yang ingin ditujukannya. Aku tersentak. Tanpa sadar mulutku menganga.
Dia. Kak Agif?
Jodoh memang tak akan kemana. Sekarang aku duduk berhadapan dengannya. Kak Agif tersenyum padaku, begitu pula aku, dengan senang hati membalas senyumnya. Euleh euleh manis pisan euy! Bagaimana bisa ini terjadi? Aku benar-benar tak percaya.