1

42 4 4
                                    

     "Maaf Nai, kakak gak bisa"
      SIIIIING
      Kata-kata itu kudengar lagi. Rekaman suara seseorang yang begitu kukenal selalu terputar setiap kali aku bangun tidur. Tepatnya di hari setelah pengungkapan.
       Sore kemarin, aku mengungkapkan isi hatiku pada Rendy, di sebuah taman yang sudah kurencanakan dari jauh-jauh hari. Lagi-lagi aku mendapatkan jawaban tidak. Dan pagi ini aku kembali mendengar suara itu. Suara cinta pertamaku.
       "DIAAAM!!!!!"
        PRANG
         Mengapa suara itu selalu muncul di saat seperti ini?
         Beberapa derap langkah langsung menuju kamarku yang terdengar begitu tergesa-gesa. Aku meringis kemudian menggenggam rambutku erat, menatap nanar bantal yang tergeletak di lantai. Mereka pun muncul di bibir pintu, orang tuaku.
        "Ya ampun, Rinaaaiii!!" teriak mama histeris.
         Tolong jangan bertanya ma.
         "Naaaaaiii!!" sambung papa juga histeris.
         Tolong jangan bertanya pa.
         Aku malu.
        "Rinai, kenapa cerminnya kamu pecahin??"
        "Iya Nai, itu kan sangat berharga!"
        Huh. Mereka selalu saja begitu, tak pernah peduli pada anaknya.
                              ***
        Awan mendadak mendung. Dedaunan jatuh tersenggol angin dan beterbangan di sekitarku. Berasa seperti sedang memainkan sebuah adegan drama Korea, aku benar-benar hanyut dalam suasana.   Kuhiraukan hiruk-pikuk kendaraan yang sempat membuat polusi suara. Tanpa sadar, air mataku pun menetes dari ujung pelupuk mataku. Aku menangis.
         "Jangan kayak sinden, ini jalan bukan punyamu."
          Suara ini.
          Aku menoleh ke arah asal suara. Kali ini yang muncul bukan hanya suaranya, tapi sang pemiliknya juga. Kuputar kembali kepalaku dan mengacuhkan tegurannya itu.
        "Air mata lagi?" sindirnya sambil terkekeh.
       "Berhenti bicara! Suaramu itu membutku kesal..." ocehku   menatapnya keki.
        "Kak" sambungku, lupa dengan statusnya sebagai senior. Lalu berlari cepat menuju sekolah. Walaupun begitu, tak bisa dipungkiri. Jantungku masih berdebar kencang tiap kali bertemu dengannya.
       Kuakui, aku memang malang. Berapa kali mengungkapkan perasaan, berapa kali pula aku ditolak. Kisah cintaku selalu berakhir seperti ini, mendapat jawaban yang pasti diawali dengan kata "maaf" atau "tidak".
         Bodohnya aku. Sudah tau ditolak berkali-kali, masih saja berani melakukan hal itu lagi dan lagi.     Bukan apa-apa, aku bukan tipe orang yang sanggup menahan rasa suka dan cinta lama-lama tanpa diungkapkan. Dan anehnya setelah penolakan, suaranya selalu muncul. Selalu muncul.

Penghujung Mencari CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang