Papa langsung membuka percakapan, ia menjelaskan runtutan cerita yang baru kuketahui hari ini. Singkat ceritanya, dulu, setelah aku mengungkapkan perasaanku pada kak Agif. Seminggu kemudian ia datang ke rumahku dan bertemu dengan kedua orang tuaku. Ia berkata bahwa ia menyukaiku. Sangat suka. Sebelumnya ia sangat menyesal karena telah menolakku dan akibat penolakan itu ia jatuh sakit selama seminggu, makanya ia tidak dapat menemuiku waktu itu. Karena waktu itu kak Agif dan aku masih terlalu dini, papa dan kak Agif membuat perjanjian. Bahwa akan menerima kak Agif setelah cukup usia dan sukses.
“Tunggu dulu, memangnya kak Agif sudah cukup umur dan sukses?” tanyaku polos membuat kak Agif dan lainnya terdiam.
“Ya, belum sih Nai, cuma kakak capek ngancem cowok-cowok targetanmu terus, jadi kakak minta adain pertemuan keluarga kayak gini dah, biar kamu ngerti kalo ada kakak yang nungguin kamu” jawabnya panjang-lebar, mataku membulat. Kata-katanya sangat di luar dugaan.
“Tunggu dulu, ngancem cowok-cowok targetanku?” tanyaku bingung.
“Iya Nai, maaf ya, sebelum kamu nembak cowok-cowok lemah itu, kakak udah tes mereka dan gak ada yang cocok untuk kamu, makanya kakak suruh mereka untuk menolak” jawabnya tanpa ragu-ragu. “Kakak cuma gak mau, kamu kenapa-kenapa” lanjutnya.
Oh. Terpecahkan sekarang. Dalang dari semua ini ternyata kak Agif. Pantas saja si Dory kata-katanya aneh waktu itu, ternyata ia ingin membicarakan hal ini. Aku terdiam, masih belum percaya dengan semua ini. Rasa sakit bertahun-tahunku rupanya disebabkan oleh hal seperti ini. Sungguh menakjubkan. Aku melirik ke mama dan papa beserta orang tua kak Agif, mereka tampak seperti sedang menonton cuplikan drama on air.
“Lalu, dari mana kakak tau target-targetku?” tanyaku lagi yang masih ingin menggali kebenaran sampai tuntas. Kak Agif terdiam, ia tampak salah tingkah namun berkali-kali melirik ke arah mama dan papaku.
“Ja-jadi, mama dan papa ikutan?!” tanyaku memastikan.
“I-iya Nai, maaf ya, mama dan papa suka baca buku diarimu, hehe” jawab mereka dengan sesungging senyum yang dipaksakan. Aku menepuk kening keras, lalu menunduk malu. Bisa-bisanya ada orang tua seperti ini. Semua orang tertawa begitu juga aku, kulihat kedua orang tua kak Agif sangat senang, dan kurasa mereka sudah setuju juga.
“Jadi, kami boleh menikah pak?” tanya kak Agif memecah keramaian.
“Enak aja! Belum cukup umur dan sukseeess!!” teriak para orang tua membantah perkataan kak Agif. Mendengar itu tawaku lepas, kak Agif tampak menggaruk-garuk kepalanya dan salah tingkah.-THE END-
Terima kasih