34. Dying Indside Out

3.2K 366 20
                                    

I can't imagine, how can I live without you?

I love you. And you know that damn thing.

How much you love me? You leave me with this pain all day.

You broke the only promise that you made, you leave me alone.

Even when I breathe, the pain keep hurting me so bad. And you can't hug me and my sadness.

Come back, please. I need you, 'she' needs you. We both need you.

Can you feel my pain? It growns every day. Every second, everytime.

It hurts us.

*

Gabrielle berjalan menuju kamar ayahnya. Ia duduk di sisi ranjang dan memeluk erat ayahnya yang sedang duduk di sofa dengan koran hariannya.

"Hai pa." sapa Gabrielle dengan senyum.

Ayahnya tersenyum dan menuntun Gabrielle duduk di sisinya. Mereka hanya diam untuk beberapa saat.

"Sudah tujuh bulan. Apa kau yakin?" tanya ayahnya.

Gabrielle menghela nafas, "Pa, aku mencintainya. Anaknya, hidup di dalam tubuhku. Aku hanya untuk Aiden." ucapnya lirih.

"Sampai kapan? Kau harus terus melanjutkan hidup." tegas ayahnya.

Gabrielle berdiri. "Aku masih melanjutkan hidupku pa. Bahkan sampai hari ini, aku masih bisa bernafas meskipun hal itu sangat menyakitkan. Ia, tidak di sisiku. Aku mohon, berhenti memaksaku melepaskannya." ucap Gabrielle berat.

Ayahnya menghela nafas dan menunduk dalam. Gabrielle berjalan keluar dari kamar ayahnya menuju ruang tengah di mana televisi masih menyala menampilkan film If I Stay.

Gabrielle menonton film itu dengan saksama. Mengikuti alur cerita itu dan membandingkannya dengan dirinya. Ia sudah kehilangan segalanya. Nyawa nya, hembusan nafas nya. Detak jantung nya.

Segalanya adalah Aiden.

Ia mengusap perutnya yang sudah membesar. Usia kandungannya sudah mencapai sembilan bulan tepat pada hari ini. Ada rasa bahagia ketika ia mengingat anak yang ia kandung adalah anaknya dan Aiden.

"Hello baby girl, do you miss your daddy?" bisik Gabrielle pelan.

Bayinya mendendang keras. Ia tersenyum pedih dan memejamkan matanya. Ia rela mati jika ia tidak memikirkan janinnya dan semua orang yang ia kasihi. Ia rela, demi Aiden. Demi detak jantung nya.

"Aku akan mengantarmu ke rumah sakit." ucap ayahnya yang muncul dari dalam kamar.

Gabrielle mengangguk dan mengikuti ayahnya yang masuk ke dalam mobil yang sudah di sediakan seorang sopir keluarga mereka.

Ia hanya menatap sepanjang perjalanan dengan tatapan kosong. Otaknya memutar kembali kejadian di mana Aiden tersenyum begitu lembut dan mengatakan bahwa pria itu mencintainya sebelum mata pria itu tertutup.

Rasa sakit itu membekas.

Meninggalkan bekas yang bahkan dapat di lihat begitu jelas oleh semua orang. Hatinya, begitu kosong. Ia sudah menyerahkan isinya kepada Aiden, dan pria itu membawa segalanya.

"Ayo." ucap ayahnya seraya menuntunnya masuk ke dalam ruangan pemeriksaan.

Gabrielle duduk berbaring dan merasakan gel mengenai perutnya. Ia menatap monitor dengan sendu. Aiden akan sangat bahagia jika menyaksikan bagaimana anak mereka hidup di dalam sana.

Catch Me, A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang