Part 1

3K 304 31
                                    

Jimin menggoreskan pensilnya pada sketsa yang ia buat dengan telaten. Pemuda manis itu sesekali kembali menatap seorang ibu yang terlihat kepayahan menggendong anaknya di kejauhan.

Jimin sangat suka duduk di taman dekat rumahnya itu. Ia selalu melakukannya setiap sore, sebelum sang ibu pulang dari bekerja. Jujur saja, Jimin takut berada dirumahnya sendirian. Ia akan selalu mengingat kenangan buruknya jika pulang ke rumah dan mendapati dirinya hanya seorang diri.

"Permisi..."

Sebuah sapaan dengan suara cukup berat membuat tubuh Jimin terlonjak keras. Pensil yang sedari tadi ia pegang jatuh dan mengglinding ke arah seorang pemuda bersurai dark grey.  Pemuda yang baru saja mengganggu kegiatan Jimin itu, memungut pensilnya dan menyodorkannya kembali pada Jimin.

"Maaf membuatmu terkejut. Aku hanya ingin bertanya alamat rumah sakit ini. Sepertinya di dekat sini."

Pemuda itu menyodorkan secarik kertas bertuliskan alamat sebuah rumah sakit yang memang berada di dekat sana.

Jimin menggores sesuatu di buku sketsanya dan merobeknya. Robekan berisi denah lokasi rumah sakit itu ia serahkan pada si pemuda bersurai dark grey. Jimin bergegas lari menghindari pemuda itu tanpa menoleh sedikit pun. Jimin sering melihatnya di kampus.

Min Yoongi. Sang pembuat onar.

Yoongi hanya menatap pemuda manis yang baru saja pergi itu dengan tatapan bingung. Yoongi hanya mengedikkan bahu tak peduli namun tatapannya membeku saat melihat sesuatu di balik kertas yang pemuda itu berikan.

Sebuah sketsa yang terbuat dari pensil. Sederhana. Namun yang membuat Yoongi tertegun adalah bagaimana sketsa itu mampu membuat perasaan Yoongi menghangat. Yoongi mengagumi bagaimana cara goresan pensil pemuda itu menghidupkan aura penuh kasih yang bisa seorang ibu berikan kepada anaknya. Dan hal itu membuat Yoongi terdiam.

¥¥¥

Park Jimin berjalan perlahan memasuki kelas bahasa Inggrisnya. Kelas itu penuh dengan orang-orang yang mengulang kelas sebelumnya, sebut saja Jimin bodoh karena ia termasuk di dalamnya. Bahasa Inggris memang bukan keahliannya sejak dulu.

Pemuda bersurai hitam itu berjalan menunduk sambil mencengkram tali tas punggungnya. Beberapa kali berjengit ketika seseorang menabraknya tanpa sengaja.

Aura Jimin itu tipis. Jadi bukan salah mereka ketika tak menyadari keberadaan Jimin.

Seorang pemuda berkacamata dan bersurai dark brown memasuki kelas. Pemuda itu berdiri santai di depan kelas menunggu orang-orang kembali ke tempat duduknya masing-masing. Tak ada yang peduli dengan pemuda itu, bahkan seisi kelas seperti sepakat mengabaikannya. Hanya Jimin yang kini agak terkejut melihat sosok itu di depan kelas.

Kim Namjoon terlihat santai menunggu seluruh isi kelas memberinya perhatian. Ia tahu akan jadi seperti ini pada akhirnya ketika ia setuju membantu sang dosen mengajar untuk hari ini.

Ia sedikit melirik Jimin, adik kelasnya saat SMP. Jimin hanya mampu menunduk malu melihat sang kakak kelas yang melemparkan senyum tipis saat melihatnya. Sepertinya Bahasa Inggris selalu jadi kelemahanmu ya, Jimin.

Namjoon mengetuk papan tulis beberapa kali hanya untuk mengabil perhatian seisi kelas.

"Sebaiknya kita cepat memulai perkuliahan hari ini. Aku tahu kalian benci diajarkan oleh asisten dosen sepertiku. Dan aku juga tidak ingin melihat teman-temanku diposisi seperti ini. Bagaimana kalau kita bekerjasama untuk melewatinya? Hanya hari ini saja kalian harus melihatku di depan kelas."

Pieces of You [Yoonmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang