Aku membuka mata saat mendengar suara berisik yang mengganggu tidurku. Ketika aku melihat siapa pengganggu itu, cepat-cepat aku menutup telinga dengan tangan.
"AKHIRNYA KAU BANGUN, TUAN PUTRI!!" Suara cempreng menyebalkan keluar dari mulut manusia paling tidak ingin aku lihat. Padahal aku sudah menutup telinga tapi masih saja suaranya dapat didengar. "DASAR PEMALAS!" Dia berteriak lagi. Aku menatapnya tajam kemudian melempar bantal yang ada di dekatku ke wajahnya. "Aku harap orang sepertimu hanya ada satu di dunia ini! Jika ada lebih dari seratus maka aku jamin manusia tidak memerlukan boom lagi untuk meledakan sesuatu. Cukup dengan suara, maka sesuatu akan meledak!"
"Kau berlebihan, sayang. Suara tidak bisa meledakkan sesuastu yang kau maksudkan," jawab manusia di hadapanku dengan nada centil.
"Jika dikembangkan maka itu bisa saja terjadi! Apa kau tidak sadar bahwa suaramu bisa membuat orang mati sebelum waktunya?!"
Dia menatapku dengan raut pura-pura terluka lalu mengembuskan napas. "Baiklah, baiklah, aku minta maaf. Dan, kenapa kau tidak datang kemarin?" tanyanya dengan mengedip-ngedipkan kedua matanya. Dia tidak kelilipan, tapi memang begitu gaya bicaranya jika sedang menuntut penjelasan atau meminta seseuatu kepada orang terdekat. Dasar centil.
Pertanyaan konyol. Dia bahkan tahu jawabannya tapi masih bertanya. Daripada menjawab pertanyaannya, aku memilih turun dari ranjang dan berjalan menuju jendela yang sudah terbuka lebar. Pasti si makhluk menyebalkan itu yang membukanya.
"Kau tidak menjawab pertanyaanku," katanya sembari melangkah mendekat lalu memain-mainkan ujung rambutku.
"Untuk apa aku menjawab pertanyaan yang jawabannya sudah kau ketahui."
"Aku ingin jawaban lain. Misalnya kau tidak ingin ke luar karena menghindari mantan pacarmu. Kau tidak ingin bertemu dengannya saat pergi ke rumahku."
"Berapa banyak drama Korea yang kau tonton semalam, Evita? Otakmu perlu dibersihkan."
Evita berhenti memainkan ujung rambutku dan membuat wajah cemberut yang aku yakini sangat disukai hampir semua pria. Wajah orientalnya sungguh menggemaskan jika sedang seperti ini.
"Aku ingin kau kembali seperti dulu. Kau yang sekarang sangat membosankan!" ujarnya setengah berteriak lalu melangkah menjauh, kemudian menghempaskan dirinya ke kasur.
"Aku memaksa Mama untuk membeli sepasang kucing Persia demi kau. Aku ingin memancingmu dengan itu. Tapi sepertinya dengan cara apa pun kau tak akan pergi dari tempat terkutuk ini."
Aku dapat melihat kesedihan terpancar jelas di wajahnya. Dia satu-satunya sepupu yang paling dekat denganku. Aku tahu Evita benar-benar sedih dan tidak terima dengan aku yang sekarang.
"Kau—" Evita bangkit dari posisi tidurnya, menatapku dengan raut serius. "Apa kau menunggu seseorang untuk membawamu pergi dari sini?" Aku kaget mendengarnya. Bagaimana Evita bisa tahu kalau aku menunggu seseorang? "Katakan. Katakan siapa yang kau tunggu? Aku akan mencarinya untukmu dan menyeretnya ke sini."
Fiuhh .... Aku menggeleng pelan. Ternyata Evita hanya menebak. Dia tidak tahu kalau aku sedang menunggu orang yang bahkan tidak aku kenal dan tidak aku ketahui siapa itu. Aku tahu aku aneh, menunggu seseorang yang tidak mengenalku untuk membawaku pergi dari sini.
Gadis yang umurnya sama denganku masih menatapku dengan mata sipitnya, menuntut jawaban. Ketika aku hendak membuka mulut untuk mengatakan 'tidak ada' tiba-tiba suara dering ponsel terdengar. Ponsel Evita. Dia langsung mengangkatnya kemudian berbicara dengan gaya centil yang sangat manis. Tanpa bertanya pun aku tahu yang menelepon adalah pacarnya.
"Aku sedang di rumah Tuan Putri. Aku kesal dia tidak ke rumahku kemarin."
"Iya."
Evita terlihat sangat bahagia. Aku iri, sangat iri. Dari dulu aku ingin menjadi seperti Evita. Aku ingin Tuhan menukar hidup kami. Evita menjalani hidupku dan aku menjalani hidupnya yang penuh kesempurnaan. Punya segalanya. Orang tua lengkap yang masih muda dan sehat, ayah yang bekerja sebagai wakil direktur di perusahaan hebat hingga segala kebutuhan terpenuhi, punya banyak teman, dan pacar tampan yang sangat setia.
Mungkin perasaan iri yang terlalu dalam dan keputusasaan yang tidak terbendung membuatku menjadi manusia paling bodoh di dunia. Mengurung diri di kamar dan menutup semua pintu yang ada di hatiku.
"Aku akan ke sana!" seru Evita sebelum memutuskan sambungan dan menyimpan ponselnya ke dalam tas berwarna putih, sewarna dengan kaosnya. Aku yakin harga tas itu pasti tidaklah murah.
"Aku akan ke sini lagi besok," ujarnya sembari mengedipkan satu mata kemudian melangkah menjauh.
Aku menatap Evita yang melangkah ke arah pintu. Bahkan sampai pintu di tutup pun dan tubuh Evita tidak terlihat lagi, aku tetap memandang ke arah yang sama. Tubuh Evita yang pas untuk ukuran perempuan seumurannya. Tingginya sesuai ukuran perempuan asia kebanyakan, tubuhnya yang tidak terlalu langsing dan tidak terlalu berisi membuatku sangat iri. Jika dibandingkan denganku, kami sangat berbeda. Tubuhku lebih tinggi, seperti seorang model dari Amerika. Tapi sayangnya aku bukan seorang model, karena model tidak mungkin memiliki lemak banyak di tubuhnya. Seorang model tidak mungkin memiliki wajah buruk rupa.
Lagi-lagi aku berdoa agar Tuhan menukarkan kehidupan kami.
***
Malam harinya aku merenung. Hal tidak berguna yang sering aku lakukan. Bedanya kali ini aku merenung ditambah menunggu seseorang yang berjanji akan kembali mendatangiku dan menagih jawabanku.
Setelah dia pergi dengan cara tak biasa, maksudku, tidak seperti orang normal lainnya yang datang dan pergi melalui pintu atau mungkin jendela bagi orang bodoh yang tidak tahu bahwa pergi melalui pintu lebih beradap dan manusiawi ketimbang melalui jendela. Dia—pria misterius itu bahkan lebih parah dari orang yang otaknya jongkok sekalipun—datang dari buku—dan menghilang setelah menembus langit-langit kamar.
Oh, ok, aku lupa kalau dia bukan orang atau orang bodoh atau manusia. Dia setan, iblis, atau apalah yang menggodaku untuk mengatakan 'tolong kabulkan permintaanku, Tuan yang baik dan superrr tampan.'
Awalnya aku berjanji pada diriku sendiri untuk menganggap semua yang aku lihat dan dengar malam itu hanya mimpi, tidak nyata. Dan tidak akan pernah nyata. Berharap setelah pria 'aneh' itu pergi, dia tidak akan kembali lagi untuk selama-lamanya. Jujur saja aku mungkin akan menjadi manusia paling 'tamak' di dunia jika dia kembali dengan tatapan teduh itu dan mengabulkan permintaanku. Dia kira aku akan puas hanya dengan satu permintaan apa? Tiga permintaan saja tidak cukup, apalagi satu permintaan. Dia tidak tahu saja kalau aku butuh minimal setengah dari seratus permintaan.
Tapi apa sekarang? Aku menunggunya. Benar-benar menunggunya dan berharap kalau kedatangannya, semua yang aku lihat-dengar, janjinya, serta kepergiannya, itu semua nyata. Bukan mimpi.
Benar-benar menyedihkan. Ya, aku tahu.
Dan kurasa salah satu atau salah tiga manusia yang tinggal di bumi ini akan melakukan hal konyol sepertiku saat tidak bisa tidur hanya karena sepupu yang selalu membuat iri—yang sudah beberapa minggu tidak mengunjungi tiba-tiba muncul menampakkan dirinya— membuat rasa iri itu semakin besar.
Demi apa pun yang ada di muka bumi ini, aku ingin mengenyahkan semua pikiran-pikiran jahatku terhadap Evita. Tapi tidak bisa. Dan kedatangannya tadi pagi membuatku semakin tidak bisa tidur karena terus mengutuk Evita, membayangkan kalau Evita adalah putri paling menyedihkan tanpa akhir bahagia seperti kisah-kisah dongeng lainnya.
Namun bagaimanapun aku membayangkannya, semuanya sia-sia.
Karena Evita adalah seorang putri di dunia nyata dalam khayalanku. Sosoknya memang pantas disebut putri, kehidupannya pun sempurna layaknya seorang putri. Evita seperti tokoh baru yang ceritanya terlalu sempurna dari awal hingga akhir, tidak seperti cerita-cerita lainnya. Di kisah Evita tidak ada rasa sakit, tidak ada luka, tidak ada ibu tiri dan saudara tiri yang akan menyiksanya, tidak ada orang-orang jahat, yang ada hanya peri yang selalu melindungi dan membuatnya semakin cantik.
Kehidupan Evita terlalu sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri
RomanceSudah hampir tiga tahun Putri mengurung dirinya di kamar, berharap seorang pangeran akan datang menyelamatkannya. Membawanya pergi untuk menikmati hangatnya mentari setiap hari dan dinginnya hujan saat menyentuh kulit. Putri tahu mengharapkan seoran...