Apa yang harus ku lakukan untuk membuatnya bahagia? Bunga? Cokelat? Balon? Permen? Mustahil untuk ia menerimanya. Dia bukan anak kecil lagi, meski terkadang ia selalu bertingkah seperti anak kecil. Boneka? Tidak ... sesuatu yang aneh bila ia menyukai boneka.
Lalu apa yang harus ku lakukan untuk membuatnya bahagia? Apakah hanya berada disampingnya akan membuatnya bahagia? Benarkah?
Meski terdengar mustahil, aku akan melakukan apapun agar ia tetap bahagia disisa akhir hidupnya. Tapi aku tidak berhenti berharap dan berdo'a agar ia diberi umur yang panjang da jika perlu, ia sembuh dari kanker otaknya yang kini sedang menyerang tubuhnya. Meski 1:10 orang didunia ini yang terbebas dari penyakit yang berbahaya itu, tapi aku yakin dia akan mendapatkan keajaiban-Nya.
"Mengapa kau datang pagi-pagi sekali, P'Forth?" Ia bertanya kepadaku karena melihatku datang membuka pintu dan menghampirinya.
"Aku hanya sedang bosan. Menemanimu jauh lebih mengasyikan bagiku daripada aku harus bermain dengan playstation." Jawabku seseru mungkin agar membuatnya tersenyum.
"Pfffttt ..." Dengusnya tertawa. "Menemaniku adalah hal yang jauh lebih membosankan, Phi." Ujar Beam.
Aku duduk disampingnya, sejenak ku acak-acak rambutnya yang menggemaskan itu. Lantas dari situ aku memiliki sebuah pemikiran untuk membawanya jalan-jalan keluar agar ia tidak terlalu jenuh didalam ruangan yang sepetak dan hanya menatapi langit-langit atap tiap detiknya.
"Bagaimana kalau kita pergi?" Ajaku.
Ku lihat ia mengerutkan dahinya karena ia berpikir aku sudah gila mengajaknya pergi degan keadaa seperti ini tanpa seizin dari dokter.
"Sudahlah, Phi. Kau tidak perlu menghiburku. Aku baik-baik saja disini." Jawab Beam.
"Siapa yang berusaha menghiburmu?" Ujarku menjawab. "Aku sungguh ingin mengajakmu pergi. Apa kau mau?" Tanyaku yang berusaha untuk mengajaknya pergi.
"Mungkin kau harus bersujud kepada dokter yang akan selalu menjawab tidak." Jawab Beam yang menertawai ajakanku.
"Begitukah menurutmu?" Tanyaku yang tidak begitu yakin dengan ucapannya. "Aku sudah bertemu dengan dokter dan dia bilang bahwa aku memperbolehkan mengajak pangeranku untuk jalan-jalan." Ujarku yang berusaha menggodanya.
"Apa maksudmu?" Beam bertanya karena ia tidak mengerti maksudku.
"Sebentar, aku akan mengambilkan kursi roda untukmu." Pintaku agar ia menunggu.
^_^
Kini kami berdua berada didalam mobil Copter. Aku meminta bantuannya untuk mengantarku pergi kesebuah tempat untuk membuat Beam bahagia. Copter adalah salah satu sahabat yang ku miliki, entah jika tidak ada dia yang membantuku setiap kali aku membutuhkannya mungkin aku tidak akan bertemu dengan Beam.
Karena Copter berusaha untuk mendekatkanku dengan Beam yang berasal dari sekolah lain. Sampai akhirnya ini terjadi karena aku menjaga egohku yang sempat ku katakan aku tidak menyukai seorang pria. Tetapi itu dulu, 2 tahun yang lalu saat kami berada dimasa SMA.
Dan kini, Beam hanya bisa duduk saja. Bahkan duduk tegak pun ia tidak bisa, ia hanya duduk bersandar dengan topi kupluk di kepalanya dan baju yang berwarna orange agar ia nampak lebih cerah.
"Bagaimana kabarmu, Beam?" Ucap Copter menanyai kesehatan Beam yang sedang duduk bersamaku dibelakangnya.
"Aku sudah merasa lebih baik, Phi. Terima kasih." Jawab Beam yang tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Word
FanfictionUsaha Forth yang harus membuat Beam bahagia di sisa akhir hidupnya.