Prolog

145 11 12
                                    

Izma baru saja pulang ke rumah usai lelah menghabiskan waktu di kampus. Lamborghini kesayangannya telah terparkir dengan baik di garasi rumah, sambutan hangat yang tak biasanya datang dari bi Inah, pembantu rumah tangga. Heran dengan keadaan, Izma mencoba bertanya, tetapi bi Inah hanya terdiam.

"Assalamualaikum sayang.. 😊" sapaan manis nan hangat terlontar dari kedua orangtuanya, pertanda hal buruk akan menimpanya.

Biasalah habis manis sepah dibuang berlaku manis sebelum perintah orang.

"Wa'alaikum salam.. " jawab Izma menjaga tata krama.

Dengan sopan Izma duduk dikursi tepat berhadapan dengan kedua orangtuanya.

"Nak, Papah baru saja bertemu kembali dengan teman semasa sekolah dulu. Papah berbuat salah padanya dan kini Ia masuk rumah sakit karena Papah. Dokter bilang Ia akan segera sembuh meskipun harus beberapa kali terapi untuk benar-benar bisa berjalan."

"Terus apa hubungannya sama aku Pah?" tanya Izma masih menjaga kesopanan.

"Dulu kami pernah saling mengikat janji bila anak yang lahir berbeda jenis kelamin maka akan kami nikahkan. Lagipula Papah tak bisa menolak mengingat Papah membuatnya cedera dan terluka parah. Papah mau kamu menikah dengan anaknya. Selain itu, Papah sudah menyelidiki anaknya dan rupanya ia sangat pantas untuk melanjutkan perusahaan yang Papah kelola selama ini."

"Oohh, intinya Papah mau aku menikah dengan anak teman Papah?" lagi-lagi Izma berkata dengan santai.

"Iya sayang, Kamu mau kan?" Kini Mamahnya bicara.

"Siapa Mah cowoknya.. Ada fotonya ngak?" Izma masih tetap santai, mengingat Ia tak pernah pacaran ataupun dekat dengan pria manapun. Lantas tawaran tersebut bagaikan asupan yang amat Ia butuhkan.

"Nih fotonya" (menyodorkan hp)

Izma mengambil hp tersebut. Ia memperhatikan sosok pria yang berada di layar hp Mamahnya. Ia tercengang, mukanya menoleh pada Mamahnya meminta penjelasan.

"Namanya Muballigh As-Sadad dia anak yang...."

"NGAK MAU... SIAPAPUN ASAL BUKAN SADAD, AKU NGAK TERIMA.. POKOKNYA AKU NGAK MAU SAMA DIA.. TITIK!!!!!! " teriak Izma membuat kedua orangtuanya tercengang, melihat putrinya yang biasa berlaku sopan kini memotong ucapannya, berteriak keras. Kemudian putrinya berlari meninggalkan mereka menuju kamarnya.

Izma mengunci pintu kamarnya sebelum Mamah ataupun Papahnya mendatanginya. Dipukul-pukulnya bantal dan guling diatas kasur seraya berteriak histeris.

"SADAD? GAK AKU NGAK TERIMA... BERANI YA KAMU NIKAHIN AKU? AKU NGAK TERIMA. KITA ITU RIVAL NGAK MUNGKIN BISA BERSATU. AKU BENCI KAMU SADAD, AKU NGAK AKAN PERNAH CINTA SAMA KAMU. AKAN KUBUAT KAMU KALAH, KAMU TELAH MEREBUT SEMUA KEMENANGAN DARIKU. AKU BENCI... " isak tangis pun mewarnai rasanya kini.

Air mata mengalir deras. Begitu lelah melanda Ia mengambil ponsel kesayangannya, membaca komik yang dapat menghiburnya.

Jatuh cinta adalah tanda kekalahan, aku akan mengalahkanmu Kujou dan memenangkan game terakhir ini dengan membuatmu mencintaiku serta memintaku memasangkan cincin dijari manismu.

Seketika itu munculah harapan baru bagi Izma. Ia tersenyum mendapatkan ide baru mengalahkan sosok pria bernama Muballigh As-Sadad.

***

Rival, Last Game! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang