Bab 2 Resmi?

86 9 10
                                    

Heeeemmm, kirain bakal ada yang kepo.. Ternyata enggak.. Wkwkwkwk, mungkin karena sebelumnya udah pernah baca..

Berasa gagal nih Authornya.. 😅

InsyaAllah kedepannya Author akan jauh lebih bagus lagi nulisnya.. Hehehe

Makasih untuk yang udah baca jangan lupa vote dan commentnya

***

Ba'da Dzuhur, Izma terduduk lemas di selasar masjid universitas, handphone miliknya kini berada di ganggaman tangan tiga orang sahabatnya, tepatnya ditangan Ulfa sebagi pihak yang duduk ditengah keduanya.

"MasyaAllah.. Izma! Ini serius? Selamat ya.. " Ujar Sarah, memecah kesunyian.

Semua menatap Izma yang memasang wajah antara syok, kesal, sedih, yang jelas gadis itu tetap diam.

" HAHAHA" tawa hambar Izma mengagetkan tiga sahabatnya yang sempat ikut terpaku menatapnya.

"Izma, apa kamu terluka? Atau hanya syok?" tanya Ulfa.

"Entahlah, berita ini sungguh mengejutkan. Kemarin aku memang sempat bertemu dengannya, tapi aku tak tau bila secepat ini pernikahannya. Ayahku sungguh pemaksa. Padahal, aku belum menyetujuinya"

"Sabar ya sayang, mungkin dia memang jodoh yang tepat untukmu. Percaya deh, jodoh pasti ngak akan ketuker" kata Sarah sembari mengelus punggung Izma berusaha menenangkannya.

"Ehem, Izma kok kamu kayak ngak suka gitu sih, harusnya kamu tuh bersyukur dapat suami sebaik Sadad. Pintar, pekerja keras, baik, soleh, hafidzh, ganteng lagi.. Kurang apalagi coba.. " ucap Yafiah membuat ketiga orang disampingnya tertegun.

" Kenapa nih asyik banget kayaknya" Kak Fatimah yang sejak tadi terdiam kini angkat suara.

"Ini kak, Izma baru selesai akad nikah dan dia bahkan ngak tau kalo akadnya hari ini."

"MasyaAllah.... (memeluk Izma) mungkin kamu cuma syok aja sayang, kakak yakin kok nanti kamu bakal bahagia setelahnya"

"Bukan gitu kak. Nikah itu cuma sekali seumur hidup, buatku. Aku ngak mau ngabisin waktu selama itu sama orang yang bahkan aku.... Ngak suka, musuh, rival yang seharusnya aku kalahkan di medan pertempuran bukan disatukan dalam mahligai pernikahan kayak gini.."

"Terus perasaan kamu sekarang gimana?" tanya Kak Fatimah lagi.

"Aku... Bingung mungkin kak, tapi mungkin ada cara lain yang buat aku bisa mengalahkannya, tapi.... "

"Hidup bukan tengang kalah mengalahkan sayang, tetapi tentang bagaimana cara yang indah nan hikmah tuk membalas dendam ataupun kesalahan orang yang pernah menyakiti kita. Bila pun masih ada rasa ingin mengalahkan maka kalahkanlah Ia dengan cara yang lebih baik lagi.. Mungkin pernikahan ini adalah jalan yang Allah beri untuk kamu supaya dapat membuatnya merasa kalah tanpa Ia merasa bertarung ataupun bertanding. Indah bukan?"

"MasyaAllah kakak... " Ulfa tersenyum simpul.

Sudut bibir Izma terangkat membentuk lengkungan indah, begitupun dengan Sarah. Anehnya, ada seorang lagi yang berusaha memaksakan senyumannya tetapi raut wajahnya minyiratkan kepedihan yang mendalam.

" Yaudah kita pulang yuks! Bareng aja sama aku" Ajak Izma pada semuanya.

"Maaf, aku masih ada kegiatan bem.. Kalian duluan aja" Ujar Yafiah.

"Ok" Ucap Izma

Sarah dan Ulfa mengacungkan jempolnya, sementara kak Fatimah menyalaminya. Tindakan kak Fatimah pun diikuti oleh yang lainnya sebelum pergi meninggalkan Yafiah sendirian.

*Yafiah pov

Semua telah pergi kini tinggal Aku sendiri. Aku tak tahu harus berbuat apa, Dia sahabatku tapi Ia juga telah menyakitiku.

Aku duduk sembari mencium lututku, menutupi raut wajahku. Menghindari tatapan ataupun kontak dengan beberapa orang yang lewat.

Kenapa dari berjuta wanita di Indonesia harus Izma?

Kenapa harus sahabtku?

Dan yang lebih menyakitkan adalah saat ku tahu bahwa gadis itu tak pernah menyukaimu dan Kau tetap memilihnya menjadi pendamping hidupmu.

Air mata ini terus mengalir membajiri wajahku membasahi gamis yang ku kenakan.

Ekspresi apa yang harus kutampilkan di depannya besok saat bertemu dikampus? Ekspresi apa yang tepat? Hilang, ada yang hilang. Ekspresi persahabatan yang sering ku tunjukan di depannya hilang entah kemana.

Aku lupa bagaimana cara menyapanya besok dan seterusnya. Mungkinkah Aku masih mampu menatap wajahnya?

Rasa ini sudah ku pendam sejak lama. Bahkan, Aku masuk kampus ini karena mengikutinya, tapi Ia tak pernah sedikit pun melirik ke arahku. Dia pandai menjaga pandanganya, itu pikiranku sajakah? Atau Dia memang tak tertarik padaku ?

Kini Aku sudah tau. Aku tahu bahwa Ia tak menyukaiku.

***

Rival, Last Game! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang