Gelap, sunyi, penuh ketenangan.
Hati dan jiwaku merasakan apa yang terjadi pada malam hari. Namun malam ini, ada yang berlainan. Kali ini, hati yang ambruk datang melengkapi dinginnya malam.
Aku masih tak mampu menafsirkan, apa yang sebenarnya terjadi. Yang kuingat, kau memang merindukan rasanya sendirian. Aku yang berjuang agar kau tak merasakan sepinya sendiri, kau justru bersikukuh ingin bergandengan dengannya.
Dan aku pun pada akhirnya melihatmu bersama dengan yang orang lain, berbahagia, lebih riang dari kau yang dulu. Aku bahkan tak mampu membedakan, antara alasan dengan yang sungguh-sungguh. Yang aku fasih, aku sangat mempercayai apa yang telah kau tuturkan. Barangkali itu yang dinamakan cinta, atau mungkin kebodohan?
Aku tak paham sekarang apa yang aku rasakan. Aku juga tak tahu apakah aku harus kembali mempercayai orang lain. Aku hanya benar-benar percaya pada satu hal; malam ini akan segera berakhir. Hangatnya matahari akan kembali menyapa pada sosok pria yang rapuh, yang terlalu mencintai seorang wanita yang tak pernah ia ketahui hatinya untuk siapa.
Yang selalu kuharapkan, semoga kita masih bisa berbahagia dengan jalan kita masing-masing.
YOU ARE READING
4 Waktu
PoetryBerbicara tentang waktu yang berbisik, mengingatkan makna patah hati.