.
"Ketemu!" Aku mendekap tubuhnya dari belakang saat menemukannya tengah bersembunyi di balik salah satu tirai.
Tawa cekikikan keluar dari mulutnya disertai ronta pura-pura. Berusaha melepaskan tanganku dari pinggangnya.
Kuangkat tubuh ringan itu dan setengah melemparnya ke atas ranjang. Lalu kami berbaring bersebelahan dengan tatapan mata mengarah ke langit malam lewat jendela kaca besar di sebelah ranjang.
"Kamu selalu bisa menemukanku!" Keluhnya setengah memuji.
"Karena aku hafal bau istriku!" Sahutku sambil tertawa. "Di manapun kamu sembunyi, aku bisa menemukanmu."
"Bahkan jika lampunya dimatikan dan nggak denger aku ketawa cekikikan?" tantangnya.
"Ya." Aku tersenyum. "Saat mencintai seseorang dengan jiwa, kau tak butuh indra untuk menemukannya ...."
Dia menaikan kepalanya di atas bahuku.
Lalu kami melihat bintang, dan menikmati malam.
***
Suara-suara di dapur membangunkanku. Seperti biasa, dia bangun di jam sepagi ini. Mulai membereskan rumah dan menyiapkan sarapan.
Biasanya ... aroma kopi dan harum masakan yang dibuatnya tercium sampai sini.
Aku beranjak bangun dari ranjang dan melangkah keluar kamar. Melihat secangkir kopi di atas meja makan, sementara kulihat punggungnya bergoyang-goyang seiring dengan tangan yang lincah mengaduk sesuatu di atas penggorengan.
Anehnya, tak juga kucium wangi masakan.
Aku semakin mendekat. Melingkarkan tangan di pinggang, dan wajah bertumpu di bahunya.
"Udah bangun sayang?" sapanya tanpa menoleh padaku.
"Hmm," sahutku sambil mencium lehernya.
Bahkan tak tercium wangi tubuhnya. Padahal aku sangat menyukai itu.
Aku mendengus, memastikan apa flu sedang menyerang. Tapi tidak. Tak ada tanda-tanda aku terkena flu.
Kulepaskan pelukan, lalu mulai mendekatkan diri ke kuali. Mencoba menghirup harum masakan dari jarak sedekat ini, tapi sia-sia. Tak tercium apapun.
Aku kembali ke dalam kamar. Diiringi dengan tatap keheranannya.
Meraih botol parfum di atas meja rias nya dan menyemprotkan di pergelangan tangan.
Tak tercium apapun!
Setengah gugup aku menyemprot berulang-ulang. Hasilnya tetap sama. Aku mulai panik, lalu mencium apapun yang biasanya mengeluarkan aroma. Bahkan kaos kaki. Tetap tak ada apapun yang tercium.
Ya Tuhan, ada apa ini?
Kulihat dia berdiri di pintu kamar dengan tatapan ....
***
Malam ini kami tidak banyak bicara. Aku duduk terpekur di kursi sofa dalam kamar, sementara dia menyandarkan kepalaku di dadanya. Terasa lembut belaian jemarinya di sekitar wajahku.
"Dokter bilang kamu akan baik-baik saja setelah beberapa hari, Kak. Ini cuma semacam alergi." Ucapnya berusaha menenangkan.
Aku mendongak menatap wajahnya. "Dalam beberapa hari ... aku akan sangat merindukan wangi tubuhmu." Ada senyum tersungging di bibir saat mengatakannya.
Kemudian menghilang seiring dengan ciuman lembutnya.
***
Pagi ini terasa sunyi saat aku membuka mata. Cahaya matahari menerobos masuk melalui celah tirai kamar. Tak ada dia di sampingku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kumcer : CINTA DARI SEGALA SISI
Historia CortaKumpulan cerita kehidupan sehari-hari yang kadang tak pernah kita renungkan. Tentang keluarga, sahabat, guru dan cinta.