She's my mom, right?

141 1 0
                                    

Kristen POV

Hari ini aku dapat satu bintang lagi di pelajaran sejarah. Pasti mom senang mendengar berita ini, dia kan paling menuntutku untuk mendapat nilai A di setiap pelajaran. Yeah, begitulah Jules Stewart. Dia mendidikku dan kakakku untuk menomorkan satu ilmu dibanding yang lain. Dia melarang kami untuk berhubungan sebelum sukses. Bahkan ia pernah memukul Kellan dengan gesper karena ia tertangkap basah berpacaran dengan salah satu kapten tim cheers di sekolahku. Bayangkan apa yang terjadi jika aku yang menjadi Kellan? Tidak tidak.

Hal ini dilatar belakangi oleh masa kecilnya yang suram menjadi cemerlang. Dulunya ia hanya gadis desa lusuh yang memiliki ibu berkepribadian keras dan disiplin. Dan itu yang memotivasinya untuk sukses, untuk merambah menjadi wanita kaya yang berilmu.

Dan disinilah aku sekarang, berada di sebuah gedung besar yang bertuliskan Stewart's Company. Ini adalah kantor ayahku yang ia percayakan pada mom. Dad meminta mom untuk menjadi direktur utama di kantor ini sementara ia mengurus cabang kantornya di belahan dunia lain. Huhh, aku sangat merindukannya.

"Mom!" pekikku saat melihat mom masuk ke ruangannya dengan setumpuk berkas. Karena ada meeting, jadi aku harus menunggunya dulu tadi di ruangannya. Aku menghampirinya, dan ia malah memberikanku berkasnya dan menyuruhku membawakan berkas tersebut ke mejanya. Sejurus kemudian, ia sudah berkutat dengan laptopnya.

"Mom?" sapaku menggunakan tanda tanya. Ia melirikku sekilas dan berpaling lagi.

"Hai, Kristen." jawabnya setengah hati. Suasana mulai terasa canggung, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan.

"Mom.. tidak menanyakan.. hariku?" tanyaku ragu.

"Oh, bagaimana harimu? Tumben kamu kesini?" tanyanya sedikit panjang, memberiku sedikit harapan.

"Aku mndapat satu bintang di kelas sejarah, mom!" sahutku antusias. Aku penasaran dengan ekspresinya.

Ia menatapku tajam, "Sejarah?"

"Ya"

"Tidak, sayang.. Sebutkan cita-citamu." titahnya, tangannya berhenti bergerak di keyboard.

"Aku ingin menjadi sepertimu?" tanyaku, sedikit bingung.

"Tepat sekali. Dan tidak butuh pengetahuan sejarah yang sempurna untuk menjadi sepertiku, honey. Aku akan memberikanmu selamat kalau kamu dapat 5 bintang di kelas management." jelasnya panjang lebar dan beralih ke laptopnya lagi. Begitu saja? Atau lebih parahnya, kenapa begitu? Hatiku hancur berkeping-keping saat mengetahui tanggapannya. Sudah susah payah aku mengerjakan quiz dari Mrs. Debie, tapi.. aku menghembuskan nafas, menghalangkan air mata yang akan menderas.

Kuambil tasku dan pergi dari ruangannya tanpa pamit. Ia tidak merasa bersalah atau setidaknya mencegahku? Astaga, Kristen! Kau hanya bermimpi! Aku membutuhkanmu dad, disini, sekarang!

Robert POV

Hidup baru, rumah baru, sekolah baru. Aku akan mengalami masa-masa burukku besok di sekolah baru. Aku tidak pandai beradaptasi, tapi setidaknya semua orang mau berteman denganku. Aku sudah terbiasa dengan itu, walaupun aku sadar mereka mau berteman denganku hanya karena kekayaan orang tuaku.

“Bagaimana tentang sekolahku besok, Mom?” tanyaku disela-sela makan malam kami. Aku sudah bertemu Ashley, rambutnya panjang sekarang, dan anehnya tampak lebih muda. Ia sangat senang kami bisa tinggal bersama.

“Tentu saja kau akan mengalami bermacam cibiran besok, Rob. Aku pernah mengalaminya.” Timpal Ashley. Kami tergelak. Ya, sepertinya ia memang berbicara fakta.

“Setidaknya, para wanita dengan senang hati mau berteman denganku.”ujarku, menyombongkan diri.  Well, ya, aku adalah playboy dengan kelas cukup tinggi saat aku berada di London. Sikap wanita-wanita yang terlalu murahan padaku, membuatku ingin mereka merasakan akibat dari kemurahan mereka.

“Ash,” ibuku memelototi dirinya. “Kau akan Mom antar besok.”

“Apa? Tidak! Memangnya aku Ashley?” aku mencibir Ash. Ashley melempariku dengan sebuah apel yang berbunyi begitu menghantam lantai.

“Hmm,” Mom berpikir, “Baiklah, aku lupa kalau kau lelaki.” Tiba-tiba suara tawa Ashley bergemerincing di telingaku. Tampak puas sekali dia mendengar perkataan Mom.

“Wajahnya memang meragukanku, untung saja aku sudah pernah melihat kemaluannya saat masih memakai popok.” Ujar Ashley sambil tertawa. Aku mulai jengah dengan makan malam ini.

“Hey!” umpatku kesal. Mom malah ikutan terkekeh sambil memakan makanan penutupnya.

“Lagipula besok Mom akan bekerja, sayang. Kau pasti tahu dimana letak LA Senior High School. Akan kuberi peta besok. Dan selanjutnya, kau pasti tahu apa yang harus kau lakukan.” Ia terkekeh lagi. Memangnya apa yang kutahu akan kulakukan? Kami melanjutkan makan malam dengan obrolan ringan.

Setelah makan malam, aku sempat menonton tv sebentar di kamar baruku, sambil mengecek pesan. Ada beberapa pesan dari ayah. Dan aku menjawab sekadarnya. Untung saja, aku tidak pernah memberikan nomor handphoneku pada wanita-wanita itu. Kalau ya, aku pasti sudah mendapatkan beribu pesan sekarang.

Setelah merasa cukup mengantuk, akhirnya aku mematikan tv dan mengecek pesan sekali lagi. Aku benar-benar mengalami perjalanan yang melelahkan hari ini, aku tidak tahu berapa lama aku tidur saat siang tadi. Belum-belum saja, aku sudah mengantuk lagi. Besok aku harus bangun pukul 5 pagi dan berangkat ke sekolah baruku. Aku mendesah membayangkan semuanya.

Lagi-lagi aku tertidur tanpa mimpi. Jam alarmku mengagetkanku di pagi buta. Dengan sedikit waktu tambahan untuk bermalas-malasan, toh akhirnya aku bangun juga. Aku terlalu gugup untuk hari pertama. Aku memakai kaos putih berlengan pendek dibawah kemeja kuning berlengan pendek dan kubiarkan kancingnya terbuka. Aku juga memakai jins hitam ditambah dengan tas hitamku.

Begitu memasuki Mercedes baruku, aku melihat sebuah jaket tersampir di jok supir. Aku belum pernah melihat jaket abu-abu ini sebelumnya, disisi yang lain aku melihat secarik kertas di jok penumpang. Di kertas itu tertulis, “Semua yang ada di mobil ini adalah milikmu, Rob. Selamat bersenang-senang di sekolah barumu”. Aku tersenyum saat membacanya. Berarti jaket abu-abu ini juga milikku, keren.

Aku mengemudi ke sekolah dengan perlahan, memastikan aku tak melewatkan bangunannya. Aku sempat meneliti petanya sebelum mengemudi, mencerna sebaik mungkin di otakku. Hingga akhirnya, aku menemukan sebuah bangunan besar yang memiliki plang ‘LA Senior High School’, aku yakin ini adalah tempatnya. Aku mencari tempat parkir kosong saat memasuki gerbang, tidak mudah menemukannya di sekolah seramai ini. Setelah beberapa menit berkeliling, akhirnya aku menemukan sebuah tempat kosong yang muat untuk mobilku. Aku sempat menarik napas sebelum keluar mobil, melihat keadaan sekitar jika sudah cukup aman.

Kubiarkan jaket abu-abu tadi tertinggal di mobilku—merasa tidak memerlukannya—kemudian membuka pintu mobil dan berjalan keluar. Beberapa pasang mata menatapku aneh—sudah pasti itu pria—beberapa lagi menatapku centil dan kagum—itulah yang wanita. Sudah kubilang ini terlalu mudah untuk wanitanya. Tatapan itu terus menggangguku sampai aku berjalan di koridor sekolah. Mereka terus menatapku dan berbisik-bisik.

####

haiiii thanks buat readers insane ygudahbersediameluangkanwaktu kalian buatbacaa:') please vote And comment nya ya guyss, dont be a silent reader, ok? ILY guys:*

InsaneWhere stories live. Discover now