Kristen POV
Hari ini aku berangkat ke sekolah dengan setengah hati, masih tersakiti oleh kata-kata mom kemarin. Kata-katanya benar-benar memecahkan hatiku hingga berkeping-keping. Well, memang begitulah wataknya, ia selalu membuat seseorang melakukan apa yang ia minta orang itu lakukan. Aku belum puas sampai ia memberiku selamat dan memelukku. Kebanggaannya padaku adalah prioritasku seumur hidup. Aku lupa memberitahu kalian bahwa aku memiliki seorang kakak, namanya Kellan. Ia adalah kakak sekaligus sahabatku jika dirumah. Kami selalu memiliki dunia sendiri jika sedang bersama. Ia adalah anggota pemain Basket di sekolahku. Namun terkadang, sifatnya benar-benar menjengkelkan. Ia suka menjahili anak murid di sekolahku. Terkadang pula, aku yang harus meminta maaf karena kejahilannya.
Pagi-pagi sekali aku sudah siap dengan baju abu-abu cerah berlengan panjang, celana jins pendek, tas hitam dan Nike ku. Namun bukannya langsung berangkat, aku malah duduk diam di dalam mobilku dan entah menunggu untuk apa. Kira-kira satu jam aku berdiam diri hingga dering telepon mengagetkanku. Itu Nikki.
“Halo?” tanyaku memulai percakapan. Suaraku terdengar terlalu malas untuk mengobrol.
“Kristen! Dimana kau? Ayo cepat! Kau tidak mau melihatnya?” suaranya kelewat antusias untuk ukurannya. Membuatku menjauhkan teleponku sedikit dari gendang telinga. Aku melirik jam di dasbor, sekarang pukul setengah 7 pagi dan aku belum juga berangkat. Sial, aku lupa waktu.
“Yaampun, aku lupa waktu. Maaf Nikki! I’m on my way.” Tuturku gugup sambil menyalakan mesin dan mulai mengemudi.
Ia mendesah, “Cepat Kris! Kau harus bertemu dengannya!”
“Bertemu siapa?” tanyaku.
“Robert Pattinson, putra dari Claire Pattinson!” kini keantusiasannya terjawab. Aku tak bisa membayangkan pasti betapa tampannya ia hingga membuat Nikki, wanita secantik dewi itu mengaung ngaung karena melihat Robert Pattinson.
“Oh, ya ya ya. Terserah kau Nikki.” Sahutku tak acuh.
“Lihat saja nanti. Mengemudi lah dengan cepat Kris!” Itu kata-kata terakhirnya sebelum telepon mati. Pria itu pasti sudah menjadi bahan omongan sekarang.
Beberapa menit sebelum pelajaran dimulai, aku sudah berada di parkiran sekolah dan memakirkan mobilku di samping Mercedes hitam. Aku berjalan sambil menggendong tas hitamku ke kelas Biologi. Saat sampai di dalam kelas, Nikki langsung menyapaku.
“Kristen! Kau mengemudi lebih cepat dari perhitunganku. Cepat kemari!” aku mendesah lagi melihat semangatnya. Sudah kubilang, kelewat antusias. Aku mengambil tempat disampingnya.
“Bisakah kau berhenti berteriak Nikki?” sindirku. Ia malah terkekeh.
“Kau harus bertemu dengannya! Ia sangat cocok denganmu!” ujarnya. Mataku menyipit, bingung. Apa maksudnya?
“Kau akan menjodohkanku dengan dia, begitu?” aku mencemooh.
“Ya! Mengapa tidak? Kau tidak bisa membayangkan betapa tampan dirinya!” Posisi kami langsung berubah formal saat melihat Mr. Leord memasuki kelas. Aku bersyukur bukan main, karena otakku jadi bisa berpikir sekarang. Pelajaran biologi hari ini pindah ke bab baru, tentang sel-sel bawang. Biasanya, Mr. Leord mengajarkan teorinya terlebih dahulu baru praktek. Aku tidak dapat membayangkan apa yang terjadi jika praktek nanti. Aku tidak tahan dengan bau bawang.
Nikki sangat tergila-gila pada Kellan, kakakku. Belakangan ini, dia selalu menanyakan tentang Kellan padaku sampai mulutku berbusa. “Ceritakanlah lebih banyak lagi! Aku benar-benar penasaran tentang dia.” Pinta Nikki saat kami sedang memesan makanan di kafetaria pada jam istirahat.
Aku memutar bola mataku, dan mulai menguras pengetahuanku tentang Kellan, “Dia sangat pemalas. Jika di hari libur, ia tidak pernah keluar dari kandangnya.” Tuturku.
“Kandang?” tanyanya sinis.
“Kamar, maksudku.” Aku menjelaskan, matanya beralih ke sebuah pizza, “Entah apa yang dilakukannya di dalam sana. Jika tidak ada suara video game di sore hari, aku sudah mengira bahwa dia bunuh diri tragis,” Lanjutku sambil terkekeh. Kami sudah berada di deretan antrian untuk membayar.
“Jika dia tidak pernah keluar dari kamarnya saat hari libur, lalu bagaimana ia bisa makan?” tanyanya lagi sambil membawa nampan berisi pizza dan kawan-kawannya.
“Oh, itu. Dia meminta salah satu pelayan di rumah kami untuk mengantarkan makanan ke kamarnya. Lagipula, kami kan memiliki telepon khusus sendiri untuk menghubungi para pelayan.” Jika Nikki bukan sahabatku, aku tak akan menjelaskan semua ini padanya.
“Kalau begitu, jika aku sudah jadi pacarnya nanti, aku akan mengajaknya keluar bersamaku. Pergi ke suatu tempat, dan menikmati pemandangan indah itu bersama. Kami akan duduk di sebuah sofa empuk dan berselonjor kaki. Aku akan berbaring di dadanya. Romantis, kan?” Ia berangan-angan sambil menatap atap kafetaria. Kami sudah berada di antrian paling depan dan mulai membayar.
“Seperti dia mau saja,” aku mencemoohnya lagi. Kami mengambil tempat duduk di dekat jendela, agar kami bisa menikmati pemandangan sambil makan.
“Dia pasti mau, mengingat betapa tergila-gilanya ia padaku.” Ia bersikeras. Aku mulai mengunyah beef burger ku dan berposisi rileks. Well, siapa sih pria yang tidak akan tergila-gila dengan Nikki? Samar-samar, aku mendengar segerombolan wanita sedang terkikik menuju ke kafetaria. Saat suara itu semakin dekat, aku melihat segerombolan wanita popular di sekolah ini sedang mengelilingi seorang pria bertubuh jangkung, berwajah seksi, dan berpenampilan adibusana.
“Seperti yang kuduga,” aku mendengus, Nikki mengikuti arah pandangku dan hampir tersedak.
“Dia pasti akan sangat terkenal di sekolah ini.” Nikki masih terus memandang pria itu, sedangkan aku sudah beralih ke minumanku. “Kau masih mempunyai peluang, kok. Kau jauh lebih menarik daripada wanita-wanita jalang itu.” Ejeknya.
“Peluang? Memangnya aku mau apa?” tanyaku sinis padanya.
“Hey!” Jadilah ia, tersedak, “Dia menatapmu, Kris! Dia mengambil tempat duduk di arah jam 1! Asumsiku, agar dia bisa memerhatikanmu!”
“Seperti aku peduli saja.” Ujarku acuh tak acuh, sambil memainkan iPhone-ku.
“Kristen Stewart! Ayolah! Kau ini normal atau tidak sih? Ada pria tampan seperti dia sedang memerhatikanmu, dan kau…” ia tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata, lalu menghembuskan napas banyak-banyak.
“Ya, mungkin dia memerhatikan upilku.” Ujarku, tak acuh lagi.
####
Maaf ya terjadi sedikit pembaruan di chapter yang sebelumnya, ada yang lupa hehe :) votement nya guys :)
YOU ARE READING
Insane
JugendliteraturRobert Pattinson, anak dari seorang aktris hollywood tergila-gila pada seorang Kristen Stewart yang hanyalah gadis kutu buku. Padahal ada lebih dari sepuluh gadis sexy yang berlomba-lomba untuk mendapatkan hatinya. Apa yang akan dilakukan Kristen S...