02 - Sebuah Keputusan

4.1K 271 6
                                    

Kelamnya malam telah dilengserkan oleh pagi. Hari kembali berganti. Siap menyambut kehidupan yang akan dilewati hari ini. Mungkin ada orang-orang yang bersemangat saat pagi telah mengambil alih malam, tak sabar ingin beraktivitas, melakukan hal yang disukai, atau menyambut dengan bahagia atas sesuatu yang mungkin telah dinanti.

Namun, ada juga yang justru saat pagi datang, yang mereka lakukan hanyalah menghela napas panjang. Berharap malam berkenan sedikit lebih lama lagi. Sebab enggan melakukan aktivitas yang tidak disukai, tapi terpaksa harus dilakukan karena suatu atau banyak alasan. Atau juga karena ada beban yang kian memberat dari hari ke hari.

Untuk kali ini, Ishana termasuk ke dalam golongan yang kedua. Dia berharap malam masih panjang. Sebab dia belum tidur semalaman. Sebab dia tak lagi menginginkan hari cepat berganti.

Dalam heningnya malam, kepalanya terasa riuh. Larut malam tidak menghadirkan rasa kantuk. Yang ada Ishana kian memikirkan banyak hal. Hal-hal yang membuat kewarasannya bekerja ekstra agar Ishana masih kukuh berdiri untuk melanjutkan hari.

Ishana menarik napas, menahannya beberapa saat, lalu mengembuskannya secara perlahan. Dia bangkit dari ranjang. Dia sedikit oleng. Mungkin karena dia tidak tidur semalaman.

Dengan lunglai Ishana berjalan menuju kamar mandi yang berada di dalam ruang kamarnya. Dia menyalakan keran, membiarkan air dingin menyapa telapak tangannya. Sebelum akhirnya dia membasuh wajahnya dengan air dingin itu. Berharap dinginnya air mampu menyegarkan pikirannya meski sejenak. Ishana menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya terlihat sangat kuyu dan menyedihkan.

Ishana tetap menatap pantulan dirinya dalam waktu yang cukup lama. Berbagai pertanyaan langsung berjubel memenuhi otaknya.

Apakah ada yang kurang dalam dirinya?

Apakah dia telah berbuat salah?

Apakah dia pernah berbuat dosa besar sehingga mengalami hal ini?

Apa rasa cintanya untuk Cakra tidak cukup?

Apakah Cakra bosan dengannya?

Apakah cintanya Cakra untuknya telah hilang?

Apa cinta dan kasih sayangnya untuk Novita dianggap angin lalu?

Dan masih banyak pertanyaan lain. Ishana berpikir, mungkin, jika saja Cakra berkhianat dengan orang lain dan bukan adiknya Ishana, rasa sakitnya tidak akan sesakit ini. Tentu saja tetap terasa sakit, tapi tidak akan seperti sekarang ini.

Saat Cakra––orang yang Ishana sayangi––berkhianat dengan adik perempuan satu-satunya yang juga sangat Ishana sayangi, rasanya sakit hati Ishana terasa berkali-kali lipat. Kepercayaannya dihancurkan dan cintanya dikhianati oleh dua orang sekaligus

Seketika, ucapan-ucapan manis Cakra, janji-janji yang seolah yakin akan ditepati, mimpi-mimpi yang dirancang sedemikian rupa berdua, kini semua bagaikan kenangan yang paling menyakitkan bagi Ishana. Semuanya ternyata hanyalah omong kosong belaka.

Ishana terkekeh saat mengingat ucapan Cakra di mobil kemarin malam. Apa katanya? Cakra hanya menginginkan Ishana sebagai pendamping hidup sampai maut menjemput, tapi pada kenyataannya dia menghamili adik perempuan Ishana. Sungguh, sebuah omong kosong besar.

Yang Pernah PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang