Ishana menatap jalanan. Pikirannya kosong. Terlalu banyak emosi yang dia rasakan. Ishana bingung ingin melampiaskannya dengan cara bagaimana. Dia tak lagi ingin menangis, selain karena saat ini sedang berada di dalam taksi, juga karena dia sudah lelah menangis di bawah guyuran shower saat mandi tadi.
Maka saat taksi membawanya pergi meninggalkan rumah, yang Ishana lakukan hanyalah melamun menatap jalanan. Dengan berkali-kali menghela napas panjang.
Ishana tidak pergi menuju kafenya. Karena dia sangat yakin bahwa tempat itu adalah tempat paling pertama yang akan Cakra datangi setelah tahu Ishana pergi dari rumah. Dia enggan bertemu dengan Cakra. Menatap wajah lelaki itu hanya semakin meremukkan hatinya yang sudah hancur.
Maka pilihan sementara Ishana kali ini jatuh di apartemen tempat sahabat baiknya tinggal. Dia belum cerita kepada sahabatnya perihal masalah besar yang baru saja menimpanya. Sebab dia terlalu sibuk meratapi nasib kemarin. Sama sekali tak memikirkan apa pun selain kehancurannya.
Setelah turun dari taksi, Ishana segera menyeret kopernya. Dia menekan tombol 46 saat sudah masuk di dalam lift. Eline, sahabat Ishana baru pindah ke apartemen barunya ini sekitar dua minggu lalu.
Eline kali ini pindah ke sebuah apartemen yang lebih mewah dari sebelumnya. Tak heran, karena Eline adalah anak salah satu konglomerat, dan dia juga seorang fashion designer muda yang berbakat dan terkenal. Memiliki brand sendiri sejak umur 23 tahun, yang mana butiknya sudah tersebar hampir seluruh penjuru kota yang ada dalam negeri.
Untungnya Cakra belum tahu alamat apartemen Eline yang baru, jadi Ishana merasa aman di sini. Dia tidak takut sewaktu-waktu Cakra datang menemuinya.
Di dalam lift hanya ada Ishana dan seorang lelaki yang masuk beberapa detik setelah Ishana. Keduanya sama-sama membisu. Lelaki itu terlihat sedang sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Ishana sibuk melamun dengan menatap pantulan dirinya di pintu lift.
Ponsel Ishana berkali-kali berdering. Ishana bisa melihat dari pantulan pintu lift, bahwa lelaki itu tampak terganggu dengan suara ponsel Ishana. Ishana menghela napas panjang, lalu mengambil ponselnya yang berada dalam sling bag. Ada 67 panggilan tak terjawab dari Cakra.
Ishana memang tidak memegang ponsel lagi setelah kejadian kemarin. Dan saat melihat lock screen ponselnya yang merupakan foto Ishana yang pipinya dicium oleh Cakra, membuat dada Ishana seperti terimpit oleh ribuan ton besi.
Ishana membuka layar ponselnya, mengubah ponselnya menjadi mode silent, mengganti lock screen dan wallpaper menjadi foto default bawaan ponsel. Lalu Dia memblokir nomor Cakra, menghapus puluhan chat dari Cakra tanpa membacanya––beserta riwayat chat sebelumnya. Setelahnya dia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
Ishana tiba di lantai tujuan, yang ternyata sama dengan lelaki tadi. Namun, lelaki tadi terlihat berhenti karena bertelepon.
Ishana menyeret kopernya menuju unit apartemen Eline. Dua minggu lalu Ishana ikut membantu Eline pindah. Jadi dia sudah tahu di di mana letak unit apartemen Eline.
Ishana memencet bel, dia menduga bahwa sahabat baiknya itu masih tertidur. Karena memang jam baru menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Apalagi kata Eline kemarin siang, Eline hari ini berencana untuk rebahan seharian, jadi sudah pasti sahabatnya itu memilih untuk molor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Pernah Patah
RomansMenikah dengan kekasih yang sudah menjalin hubungan selama sepuluh tahun dengannya adalah impian terbesar Ishana. Namun, rupanya takdir berkata lain. Di saat semua persiapan acara pernikahan hampir sempurna dan hari pernikahan tinggal menghitung jar...