Saat itu pandanganku mulai terlihat samar, aku merasakan sesuatu menopang tubuhku dengan kuat. Kepalaku masih terasa berat, perlahan membuka kedua mataku terlihat dengan perlahan pula wajah Kak Rama dan Ayahku. Mereka memelukku dengan kuat, kulihat sekeliling tempatku berbaring ternyata aku berada di UGD Rumah Sakit. Ada beberapa buah tempat tidur di samping dan sebrang tempat tidur yang menopang tubuhku, banyak erangan orang kesakitan di ruangan itu. Aku mencoba untuk duduk sambil melepaskan pelukan Kak Rama dan Ayah, baju dan kulitku sudah bersih dari darah. Kembali aku mengingat wajah Ibu, kepalaku sedikit pusing tapi lama kelamaan hilang dan mulai pulih kembali."Ayah, Ibu mana?",tanyaku.
"Ibu sebentar lagi sampai kok nak", jawab Ayah
"Manaaaa? Kok lama sekali?", jawabku sedih.Kriiitttt^ bunyi kursi Kak Rama, Kak Rama memundurkan kursinya kebelakang sambil beranjak berdiri dan menerima telfon. Wajahnya mendekat dengan wajahku, mengecup keningku dan berkata lembut "Ibu sudah datang". Wajahku mulai berangsur ceria, Ayah pun tersenyum padaku. Saat itu, Kak Rama langsung keluar UGD untuk menjemput Ibu.
"Kamu mau makan apa nak?",tanya Ayah.
"Aku mau es krim Yahh", jawabku manja.
"Yasudah, nanti kita beli sama-sama ya", bujuk Ayah.
"Iya Yah, makasih yaaaa",ucapku sambil tersenyum dan membuat mataku menghilang sejenak.
"Assalamualaikum, putri ibu yang cantik", suara Ibu berhasil membuat mataku terbuka kembali.
"Waalaikumsalam, Ibuuuuuuu!!" Teriakku.
Didampingi Kak Rama, Ibu berjalan ke arahku memelukku erat dengan penuh rasa khawatir. Tak lama berselang, seorang dokter menghampiri kami dan mengatakan bahwa aku sudah baik-baik saja. Aku hanya sedikit syok, kesehatanku baik-baik saja dan aku boleh keluar dari ruang UGD. Dengan semangat aku beranjak dari tempat tidur, menggandeng tangan Ibu dan mengajak mereka semua keluar ruang UGD. Saat itu, Ayah mengajak kami menjenguk Ibu Kak Afi. Sejenak aku berhenti berjalan menyusuri lorong Rumah Sakit, ada ulangan peristiwa tidak mengenakan yang terputar di memori ingatanku. Air mataku ingin tumpah, tetapi aku tidak boleh terlihat lemah aku harus kuat supaya Kak Afi juga kuat. Kata Ayahku, Ibu Kak Afi mengalami benturan keras di kepalanya tak hanya itu tangan Ibu Kak Afi juga patah dan luka di beberapa bagian tubuh Ibu Kak Afi memerlukan banyak jahitan. Esok hari, Ibu Kak Afi akan menjalani operasi pemasangan pen jadi kami putuskan untuk menjenguknya saat itu. Saat sampai di depan kamar Ibu Kak Afi, aku mengetuk pintu perlahan khawatir mengganggu Kak Afi. Perlahan Ayahku membuka pintunya sambil mengucap salam.
Disambut dengan senyuman Ayah Kak Afi, kami mendekat ke tempat tidur Ibu Kak Afi. Kak Afi memelukku juga Kak Rama, ada hati yang patah saat air mata Kak Afi mengalir deras dipipinya. Kak Afi mulai bercerita sambil melepas peluk erat duka itu, "Saat itu, aku dan Ibu baru saja berbelanja di supermarket. Ketika hendak berjalan pulang menyebrang jalan, ada sebuah mobil kencang yang datang dan menghempas tubuh Ibuku yang saat itu mendorongku agar aku tidak tertabrak mobil. Aku jatuh tersungkur, perih terasa di beberapa bagian tanganku. Sejenak aku bangkit, dan ku lihat Ibuku sudah berlumuran darah. Banyak orang berkerumun membantu kami, ini semua salahku. Aku tidak hati-hati menjaga Ibuku, ditambah kamu Um berlari memeluk Ibuku. Maaf aku sudah mendorongmu tadi, aku hanya tidak ingin kamu merasakan sedihku. Hatimu sangat mudah menangis, maka dari itu aku berusaha menjauhkanmu dari Ibuku. Aku fikir kamu akan jauh lebih baik, tapi ternyata kamu malah jatuh tak sadarkan diri untung saat itu ada Kak Rama. Hari ini, aku kehilangan senyum dua wanita sekaligus. Maukan kamu tersenyum untuk meredakan sedihku Um?" Tutur Kak Rama. Aku tak habis fikir, Kak Rama masih sangat peduli padaku disaat yang sulit seperti itu. Aku tertunduk, mengumpulkan semangat di wajahku dan ketika aku menaikkan wajahku terlihat jelas senyum manis yang aku paksakan. Saat itu juga, Kak Afi tersenyum bersama dengan Kak Rama, Ayahku, Ayah Kak Afi, serta Ibuku. Saat-saat itu sangatlah hangat penuh duka, menanti kesadaran Ibu Kak Afi yang tak kunjung sadar pasti sangat berat dan melelahkan bagi Kak Afi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelari Utama
SpiritualSaat ini bukanlah nyata, melainkan sebuah fatamorgana untuk masa nanti. Tersimpan rapat dalam hati, jika saat itu tiba akan menjadi yang paling dinanti. Jika tidak, biarkan rasa ini diketahui oleh-Nya saja. Dalam diam ku lukiskan, semua yang ku ras...