Sama Gue, ya?

24 3 0
                                    

Lima menit berlalu setelah Juno meninggalkannya dan pusing dikepala Betha tidak hendak pergi juga, biasanya kalau sudah makan, pusingnya akan hilang, tapi kali ini belum juga hilang.

"Wuih, dianter Juno lo kesini? " Suara Alfa membuatnya kaget, ia hanya menyeringai.
"Kenapa tuh anak keliatannya kesel?" Sambar Delta, cowok itu bersender di tembok, alisnya terangkat sebelah.

"Emang mukanya kayak gitu dari dulu." Betha menjawab dengan acuh. Ia tidak berniat untuk cerita tentang apa yang baru saja terjadi padanya dengan Juno karna kalau iya, ketiga sahabatnya malah akan meledeknya sampai berhari-hari, bahkan sebulan pun bisa. Dan Betha tidak mau itu terjadi. Tantangan semalam sudah lebih dari cukup untuk dihadapinya kali ini.

"Cieeee merhatiin mukanya ya ternyata dari dulu." Alfa tersenyum meledek sembari mengambil posisi duduk di samping Betha. Sedangkan perempuan itu hanya melihat Alfa sinis. Kan, belum cerita saja perempuan itu sudah di ledek, apa kabar kalau tadi Betha cerita?

"Masih pusing? Perutnya sakit gak?" tanya Gama yang baru saja sampai. Dibandingkan yang lain, Gama adalah cowok yang paling perhatian. Walaupun bandel dan terlihat cuek, Gama tau persis semua masalah yang dialami teman-teman tersayangnya ini dan selalu mencoba memberi solusi.

"Pusing masih, kalo perut, masih sedikit sakit." Jawab Betha.

"Pulang aja ya?"

"Yeee itu mah mau nya lo Gam, biar bisa ikutan cabut." Delta mendorong Gama pelan.

"Gausah Gam, gue ada ulangan harian Fisika abis istirahat."
Apalagi Fisika, mata pelajaran favorit Betha.

"Eh, jadi gimana Beth?" Delta mendekat, cowok itu duduk di pinggir kasur yang ditiduri Betha, disamping Alfa. Tidak menggubris kata-kata Betha tentang ulangan harian Fisika. Terlebih Alfa yang satu kelas dengan Betha. Ia seolah tidak mendengar kata 'ulangan Fisika' yang disebut Betha tadi.

"Udaaah, apaansi lo semua? Galiat Betha lagi sakit?" Gama memukul kepala Alfa dan Delta bergantian, membuat keduanya meringis kesakitan.

"Udah Beth lo tidur aja dulu kita tungguin disini." Lanjutnya.

"Trus pas gue tidur lo semua merhatiin gue gitu?!"

Jelaslah, siapa yang tidak was-was kalau pas tidur diliatin sama tiga cowok berandal kayak mereka? Walaupun Betha yakin 99% mereka tidak akan melakukan hal bodoh, tetap saja, boys will be boys, right?

"Ya enggak lah, bego. Tuh kita disitu sambil main." Gama menunjuk ranjang UKS yang bersebrangan dengan ranjang yang dipakai Betha.

"Iya Beth, mendingan disini lah daripada harus ke kelas. Tidur sana, nanti pas bel istirahat kita bangunin."

"Awas lo ya." Betha memincingkan matanya pada tiga temannya bergantian. Alfa membalasnya dengan kedipan.

"Iyaa Beth, tenang gue yang jagain predator satu ini." Jawab Gama.

***

"Beth, bangun!" Suara samar terdengar diikuti dengan cahaya yang sangat terang berkedip-kedip tanpa henti. Betha perlahan membuka matanya diikuti dengan erangan kesal,

"Matiin senternya bego, mata gue sakit!" Betha mengedipkan matanya beberapa kali, mencoba untuk membuat penglihatannya lebih jelas,

"Udah enakan?"

Betha mengangguk ketika merasa pusing dan sakit perutnya menghilang, "Makanya, udah tau punya maag kronis, masih aja males makan." Alfa menjitak kepala Betha pelan, ia gemas melihat sahabat perempuannya ini tidak peduli dengan penyakitnya. Pasti ada aja alasan yang perempuan itu berikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang