BAB 11

2.4K 106 52
                                    

Hazza keluar dari IGD dengan langkah berat. Entah kenapa ia merasakan itu tapi yang jelas ia memang merasa sangat berat untuk meninggalkan Gita. Rasanya ada yang aneh saat ia keluar dari ruangan serba putih berbau obat itu.

Gue kenapa? Batinnya bingung. Ia menggelengkan kepalanya lalu mengikuti teman-temannya yang sudah berjalan didepannya beberapa langkah.

"Lo kenapa, Hazz?" tanya Reyhan saat mereka sudah sampai didepan mobil mereka masing-masing. Hazza menoleh lalu menggeleng kearahnya.

"Gapapa. Mau langsung balik?" tanya Hazza mengalihkan pembicaraan. Pikirannya sedang kacau, entah kacau karena apa ia sendiri tidak tahu.

"Iya." ucap Reyhan lalu masuk kedalam mobilnya di ikuti oleh Hazza, Vano dan Bimo yang juga masuk kedalam mobil mereka masing-masing dan melajukannya keluar dari rumah sakit.

Hazza segera izin kepada teman-temannya untuk langsung kembali kerumah. Akhirnya mereka berpisah dipersimpangan jalan dekat rumah sakit tersebut. Hazza memilih untuk langsung kembali kerumah karena ia membutuhkan bundanya untuk bercerita tentang perasaan anehnya ini.

Kenapa begini? Kenapa bimbang? Kenapa gue jadi berat buat ninggalin dia? Padahal dia udah ada Aga sama yang lainnya untuk ngejagain dia. Tapi... Shit! Kenapa sama gue?! Batinnya bingung.

Hazza menggeram sambil mencengram setir mobilnya dengan kencang membuat buku-buku jarinya memucat. "Shit!" umpatnya. Ia bingung kenapa tiba-tiba perasaannya dilanda kekhawatiran saat mobilnya sudah menjauh dari rumah sakit dimana Gita berada.

Ia memang benar-benar membutuhkan bundanya untuk mengatasi semua perasaan aneh ini. Dengan cepat, Hazza mengendarai mobilnya membelah kota Jakarta menuju rumah nyamannya.

Setelah satu jam perjalanan, Hazza akhirnya sampai didepan rumahnya. Ia segera memarkirkan mobilnya dan berjalan masuk. Sesampainya didepan pintu rumah ia membukanya lalu masuk kedalam. Tapi sebelum ia melangkah lebih jauh, Hazza membuka sepatunya terlebih dahulu lalu menaruhnya dirak sepatu khusus yang memang disediakan didalam rumahnya.

"Bundaaaaaaaa..." teriak Hazza seraya menjatuhkan dirinya disofa ruang tamu. Bik Ijah pembantu rumah tangga dirumah itu langsung lari terbirit-birit dari dapur menuju majikannya.

"Den Hazza sudah pulang? Tasnya bibik bawa kekamar ya den? Aden mau bibik bikinkan minum?" tanya bik Ijah sambil berdiri disebelah sofa.

"Gak usah bik, tasnya aja dibawa kekamar. Bunda dimana bik?" tanya Hazza seraya menyerahkan tas yang tadi ia lemparkan disamping tempatnya duduk.

"Ibu ada dihalaman belakang den, lagi nyiramin tanaman." ucap bik Ijah. Hazza segera bangkit dari duduknya dan bergumam terimakasih sebelum meninggalkan bik Ijah.

"Bundaaaaaaaa.." lagi, Hazza kembali berteriak. Padahal lelaki itu sudah berada didepan pintu penghubung menuji halaman belakang.

Sella yang sedang asik menyiram bunga tersentak kaget mendengar suara teriakkan Hazza. Ia segera mematikan kran air dan berjalan mendekat kearah Hazza yang kini tengah berdiri diambang pintu penghubung dengan wajah kusut.

Pletak!

Tangan jari lentiknya menyentil kening Hazza membuat anaknya semakin memberenggut. "Bunda apaan sih? Kok aku disentil gitu?" ucap Hazza sambil cemberut.

Sella yang mendengar perkataan anaknya itu sontak bertolak pinggang. "Kamu mau bunda kena serangan jantung cuma gara-gara denger suara teriakan kamu yang melengking itu?" tanya Sella.

Hazza mendengus sambil mengusap-ngusap keningnya yang masih terasa perih itu. Bibirnya mengerucut kesal, mukanya semakin terlihat kusut bahkan Hazza uring-uringan. Bibirnya mencibir tanpa bersuara membuat kening Sella berkerut bingung dengan kelakuan anak semata wayangnya.

"Kamu kenapa hm? Mukanya kusut begitu." ucap Sella sambil menarik tangan Hazza menuju gazebo yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri. Sella segera duduk dan di ikuti Hazza yang masih terlihat uring-uringan.

"Dilema nih nda." ucap Hazza. Sontak, tawa Sella segera menggelegar mendengar ucapan anaknya. Baru kali ini selama 17 tahun ia mendengar Hazza berkata seperti itu dengan wajah kusut.

"Bunda! Aku mau cerita, jangan diketawain kek." ucap Hazza bersungut-sungut karena Sella masih terus menertawakannya bahkan hingga terpingkal-pingkal.

Lantas Sella segera mengatur nafasnya dan meredam tawanya walaupun ia masih saja ingin tertawa karena mendengar ucapan Hazza yang tiba-tiba itu.

"Fine, kamu mau cerita apa?" tanya Sella setelah nafasnya benar-benar teratur. Ia kembali memperhatikan Hazza dengan sesama.

"Gini...." ucapan Hazza menggantung. Ceritain apa gak ya sama bunda? Tapi gue beneran butuh saran. Ck, bodoamat lah bunda mau ngetawain apa gak yang penting gue cerita. Batin Hazza.

"Um.... Bunda kenal sama Anggita Denisa kan putri dari temennya ayah?" tanya Hazza kembali membuka suaranya setelah beberapa lama ia terdiam. Sella mengangangguk menjawab pertanyaan Hazza. Ia tidak akan membuka suaranya dulu sebelum anaknya menjelaskan dengan detail apa permasalahannya.

"Nah aku tuh..." Hazza mulai menceritakan segala kejadian tentang dirinya juga Gita. Dari mulai ia menyueki gadis itu, membentak gadis itu, mengabaikan gadis itu bahkan ia sempat mendorong gadis itu untuk menyingkir dari hadapannya. Sampai saat gadis itu terus mengejarnya bahkan tidak menyerah sama sekali walaupun Hazza telah berlaku kasar kepada Gita.

"Sampe saat setahun lalu aku mulai ngerasain hal yang aneh nda. Aku ngerasain desiran aneh dibadanku pas Anggita nyentuh tangan aku. Udah beberapa kali aku ngerasain itu, puncaknya tadi pas aku nonton bareng sama temen-temen." ucapnya. Hazza menghela nafas lalu memandang lurus kedepan menerawang. Ia kemudian menceritakan apa yang terjadi dibioskop tadi.

"... Aku ngerasa nyaman banget nda sampe aku ketiduran dipundaknya. Terus.... Pas aku bangun, dia malah sakit dan sekarang lagi dirawat. Kata dokter dia kecapean. Tadi pas dia udah sadar aku masuk kekamarnya sama temen-temen, tapi lagi-lagi aku berprilaku cuek sama dia." ucap Hazza. Ia menunduk lalu menatap Sella dengan tatapan sendu.

"Aku ngerasa bersalah sama dia. Tapi aku malu untuk ngakuin itu. Terus setiap aku deket sama dia, jantungku selalu deg-degan ngebuat aku jadi pengen jauh dari dia nda. Apa yang terjadi sama aku ya nda?" tanyanya mengakhiri ceritanya.

Sella yang sedari tadi menyimak cerita Hazza kini tersenyum. Ternyata anakku sedang jatuh cinta. Batinnya senang. Ia mengusap rambut Hazza penuh kasih sayang.

"Cuma satu yang harus kamu lakuin sekarang. Perbaiki hubungan kamu sama Anggita sebelum dia diambil orang lain." ucapnya seraya bangkit dari duduknya.

"Kamu lagi jatuh cinta sayang. Jangan bingung sama perasaan kamu sendiri, jangan nyangkal perasaan itu atau kamu nyesel nantinya. Bunda cuma kasih saran kekamu, kejar dia." ucapnya lalu menepuk pundak Hazza pelan lalu pergi meninggalkan Hazza yang masih termenung mendengar ucapannya.

Apa iya gue jatuh cinta sama dia?

TBC!

votes and comment, guys!

Changed (Old Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang