Prolog

6K 458 110
                                    

[][][]

"Ayah!" teriak seorang anak laki-laki yang tengah berdiri di sebuah simpang jalan.

"Apakah itu kau, Ayah?"

Dia, yang dipanggil ayah hanya diam, lalu tersenyum.

"Sungguh, Ayah sudah kembali?" tanya si anak sambil tersenyum haru. "Kapan Ayah? Kenapa aku tidak melihatmu datang?"

Sedikit pun sang ayah tidak menjawab pertanyaannya. Dia tetap saja terdiam menatap ke arah anak laki-laki itu sambil tersenyum, kemudian berbalik badan dan pergi.

Anak itu sesenggukan dan kembali berteriak, "Ayah, mau ke mana?! Tolong jangan pergi lagi Ayah! Ayah ... Ayah."

Mendadak Tama terbangun karena mendengar jeritannya sendiri, dia menoleh ke arah jam weeker yang ada di atas meja belajar. Tama mendengkus, rupanya waktu telah menunjukkan pukul tujuh pagi.

Saat Tama terbangun dari tempat tidur, tubuhnya telah basah dipenuhi keringat. Untuk kesekian kali, ia memimpikan ayahnya. Tama tidak tahu mengapa setiap memimpikan orang yang sudah lama pergi dari hidupnya itu, tubuhnya seperti bermandikan air keringat.

Hmm ....

Suara berdeham pasrah terdengar lagi dari Tama bukan karena telat bangun akan tetapi lagi-lagi mimpinya dari masa lalu terulang kembali. Semua berawal dari mimpi bertemu sang ayah, dia mengira ayahnya sudah benar-benar pulang. Ketika tersadar dari tidur, ternyata semua hanya mimpi belaka. Tama masih tidak percaya bisa melewati hari dengan penuh tanda tanya sampai detik ini. Ayahnya begitu antusias masuk ke dalam hidup Tama kembali, meski hanya melalui mimpi.

Mimpi itu seringkali terulang, membuat Tama mengingat kembali semua yang terjadi pada hari itu. Pikirannya terbawa lagi ke masa lalu yang penuh dengan kekecewaan di dalam dirinya.

"Aku benci tapi rindu dengan ayahku. Entahlah, apakah itu salah?" pikirnya merenungi mimpinya kali ini.

Saat ini Tama hanya termenung di atas ranjang dalam kamar seorang diri, ia benar-benar merindukan kehadiran ayahnya di sisinya. Semua ingatan tiba-tiba menjalar bagai labirin yang menunjukkan potongan-potongan kenangan masa lalu milik Tama yang masih bisa diingatnya. Seperti mengingat ketika sang ayah mengantarnya membeli perlengkapan sekolah, menemani Tama bermain di mal, memarahi Tama ketika berbuat salah, apa pun itu, semua hal sederhana terbayang indah dan mengesankan sekarang.

Seketika Tama melupakan tingkah buruk ayahnya pada hari itu setelah mengingat semua kenangan baik yang ia lalui bersama sang Ayah. Anak lanang diperlakukan berbeda dengan anak pada umumnya; bagaimana ayahnya memanjakannya dulu, bagaimana sang ayah menuruti segala keinginan anaknya, bagaimana sang ayah dulu menemani Tama ketika jatuh sakit dan ayahnya rela tidak masuk kantor untuk itu.

Mengingat semua kenangan manisnya itu, Tama menitikkan air mata. Dia harus belajar menerima bahwa kenyataan manis dulu, kini berubah menjadi kenyataan pahit yang menyakitkan.

[][][]

To be continued....

When A Son Lives without FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang