Cat 2

194 20 0
                                    

Tiba-tiba mataku terbuka. Cahaya yang sangat terang menerjang indera penglihatanku, terasa menusuk-nusuk. Aku menyipitkan mata, seraya bertanya-tanya, dimana ini? Seingatku tadi aku pingsan, atau tertidur? Entahlah.

Ruangan itu sangat luas. Cahaya matahari dan lampu saling bertabrakan menyilaukan. Aku tahu ini bukan salah satu ruangan di rumahku mengingat mama selalu mematikan lampu saat cahaya matahari masuk ruangan.

Sepertinya ini kamar tidur, tapi jelas bukan kamarku. Hey, aku tidak mungkin memasang tirai berwarna putih polos dengan tepi gradasi kebiruan. Itu sangat norak. Setidaknya aku akan memasang tirai berwarna pink lembut dan sedikit renda. Baiklah! Kamar tidurku tidak bertirai.

Setelah sedikit menggeliat malas aku beranjak dari tempat tidur.

Bruugh..

Kenapa ini? Bukannya turun dari tempat tidur dengan cara elegan, aku malah jatuh tersungkur di atas karpet bermotifkan dadu acak. Duh.. Karpet ini juga bukan seleraku.

" Kau sudah bangun, Mith?" Sebelum aku bangkit dengan sempurna suara itu masuk ke telingaku. Suara lelaki yang sangat ramah. Jelas bukan ayah. Suara ayah lebih seperti bapak-bapak tua pemarah.

Tunggu! Lelaki tadi memanggil mith kan? Berarti bukan aku? Namaku kan catherine! Bukan mith. Euh..
 
Aku memperhatikan lelaki yang berdiri menjulang tinggi di hadapanku. Rambut ikalnya berwarna cokelat sedikit masih lembab. Raut mukanya terlihat segar. Entah sudah mandi atau hanya mencuci kepalanya saja.

" Sudah dari tadi ya? Mau jalan-jalan dulu atau langsung sarapan?"

Aku celingak celinguk. Lelaki ini hanya berdua denganku. Berarti aku yang diajak ngomong kan? Masalahnya siapa sih lelaki ini. Kok gayanya seakan akrab sekali denganku.

" Kamu siapa ya?" tanyaku cepat.

" Astaga mith, masih sepagi ini kamu sudah ngajakin bercanda, ya?"

Lelaki itu tersenyum sambil menghampiriku. Padahal aku sungguh tidak tahu siapa lelaki itu.

Sekarang dia berjongkok rendah di depanku sambil mengulurkan kedua tangannya. Seperti hendak meraihku ke dalam pelukannya. Aku menampik ulurannya tangannya.
 
Semua berlangsung cepat seperti mimpi. Tanpa ku sadari darah menetes dari tangan lelaki itu. Astaga apa yang aku lakukan?

Aku menatap kedua tanganku. Perasaan bersalah itu berubah menjadi tatapan ngeri. Kenapa tanganku berbulu warna hitam dan memiliki kuku yang sangat runcing.
  Aku menoleh ke arah cermin panjang di tepi ruangan. Iya ini aku, Catherine. Tapi dalam bayangan cermin itu, seekor kucing berbulu hitam balik menatapku. Mungkin dia yang namanya Mith.

Ughh.. Bagaimana ini? Sekarang aku harus melakukan apa?
Aku terdiam menunduk, sesekali melirik takut ke lelaki yang sedang mengobati tangannya itu.

  " Maaf, aku tidak sengaja melakukannya." Ucapanku nyaris seperti bisikan. Lelaki itu menoleh ke arahku dengan senyum ramah.

" Tidak masalah Mith, sudah lama kamu nggak se-agresif ini semenjak kita bertemu." lelaki itu membereskan perlengkapannya dengan cepat.

" Nah ayo kita jalan-jalan. Sepertinya kamu stress dan berubah menjadi galak Mith." lelaki itu melangkah keluar sembari tertawa kecil, tanpa memperdulikan aku yang mengekorinya malas.

Aku yang terlalu mengkhawatirkan banyak hal tidak menyadari, bagaimana bisa kucing dan manusia bisa bercakap santai satu sama lain?

***

Here we go, another part. Thank you for reading😊

Cat Is (Not) MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang