ENAM

534 21 0
                                    

"Ini hasil laboratoriumnya mana?" Aldo sedikit membentak pada salah satu perawat bagian rawat inap.
"Dari laboratorium bilangnya udah ngasih hasil print out, Dok tapi ternyata belum ada di status pasien." jawab perempuan muda itu sedikit bergetar.
"Kan bisa minta print out ulang? Kalo begini jadi buang-buang waktu buat satu pasien doang, kan?"
"I.. Iya Dok saya minta hasilnya lagi sekarang."
"Ya udah cepet saya tunggu!"

     Seisi ruangan di ruang perawatan umum dewasa itu sekejap hening menyaksikan amarah Aldo yang menggebu. Perawat lainnya hanya berpura-pura sibuk dengan berkas dan semacamnya, mereka takut kena semprot dokter tampan itu.
"dr. Aldo kenapa sih akhir-akhir ini marah-marah terus tau!" bisik salah seorang perawat pada teman perawat di sampingnya.
"Gak tahu deh gue. Lagi PMS kali tuh dokter! Untung ganteng coba kalo kagak!"
"Knp kalo kagak?"
"Ya holaang ganteng namanya juga, bebas aja dia mau apa. Hihihi." perawat itu cekikikan.
"Kalian gosipin apa?" suara Aldo membuyarkan gosipan kedua perawat tersebut. "Coba ambil status pasien atas nama Tn. Ridwan kamar 201!" suara Aldo masih tegas.
"I.. Iya Dok!"

***

   Aldo menepikan mobil putihnya di pinggir jalan tepat di depan klinik dimana Maina bekerja. Dia melirik jam daniel wellington-nya beberapa kali berusaha membunuh waktu. Hari sudah sore menunjukkan pukul 17.20 WIB, tiba-tiba dari klinik keluar wanita yang tak asing bagi Aldo. Dia bergegas keluar dari mobilnya dan menghampiri wanita itu.
"Mba Nadin!" teriak Aldo sambil melambai.
"Aldo?" Nadin terkejut.
"Mba. Hari ini Maina masuk kerja?"
"Dia ambil cuti dari kemarin!"
"Sampai kapan?"
"Kamu gak tahu kalo Maina ambil cuti mendadak?"
"Nggak, Mba. Terus sampai kapan dia cuti? Mba tau dia cuti karena alasan apa?"
"Dia bilang sih mau keluar kota urusan keluarga. Itu aja sih. Cutinya cuma saya acc sampe hari ini, kemungkinan besok dia masuk!"
"Oh gitu. Oke Mba makasih banyak yah!"
"Ada apa, Al? Tidak ada apa-apa, kan?" Nadin menatap curiga.
"Nggak Mba nggak ada apa-apa kok!"
     
   Maina menatap layar hp nya terdapat ratusan panggilan tak terjawab dari Aldo. Pesan whatsapp yang masuk entah sudah berapa Maina tak peduli. Kini dia berada dalam kereta commuter line menuju BSD. Kembali pulang dan kembali pada aktivitasnya tapi dia belum siap kembali pada Aldo.
   "Hei, dear jangan berlarian gitu, sayang!" seorang wanita muda bermasker memperingatkan anaknya yang berlarian dalam kereta commuter line.
 "Mamih aku mau duduk sini!" kata bocah perempuan tersebut seraya berusaha naik untuk duduk di sebelah Maina.
   Refleks Maina membantu anak tersebut untuk duduk. "Hati-hati nanti jatuh." Maina tersenyum sambil mengelus kepalanya.
"Aduh, Chika. Bilang apa sama Tantenya!" wanita muda itu meghampiri anaknya.
"Makacih Tante. Tante namanya ciapa?" celoteh anak itu dengan lucunya.
"Maina, Sayang. Panggil aja Tante Mai. Kamu namanya Chika yah?"
"Iyah aku chika!"
"Haduh maap ya Mba anak saya emang bawel banget!" wanita itu membenarkan letak maskernya.
"Iya gak apa-apa namanya juga anak-anak, Mba!" Maina tersenyum sambil sesekali mencubit anak berpipi chubby itu.
"Tujuan Mba kemana?"
"Oh saya ke BSD."
"Oh gitu nanti turun d statiun tanah abang dong yah? Saya turun disana juga saya mau ke Gambir."
"Tinggal daerah gambir?"
"Iya nggak jauh dari statiun. Nanti suami saya yang jemput!"
"Oh gitu." Maina ber-oh ria.

Statiun Tanah Abang

Suara wanita dari speaker commuter line itu menyadarkan Maina jika dia sudah tiba.
"Kita sampai, Sayang!" wanita itu menuntun anaknya untuk turun dari kereta. "Saya duluan ya, Mba!" wanita itu berpamitan pada Maina.
"Iya Mba hati-hati. Dadah Chika!" Maina melambai.
Sesampainya di statiun Tanah Abang Maina menaiki tangga untuk menuju peron 6, kereta menuju statiun Rawa Buntu. Beruntung hari ini tidak padat seperti biasanya mungkin karena Maina berada pada bukan jam kerja. Maina langsung masuk kereta tujuannya sepuluh menit lagi kereta itu akan berangkat.

***

"Kamu nggak kembali ke apartmentku, Mai." suara itu mengagetkan Maina yang baru saja akan membuka kunci pintu rumahnya.
Maina menoleh sebentar kemudian segera membuka pintunya untuk masuk. Pria itu mengikuti Maina kemudian menarik lengannya. "Mai!!"
"Ada apa lagi, Al? Semua udah jelas, kan?" Ketus Maina sambil melepaskan genggaman Aldo.
"Jelas apanya, Mai? Bahkan aku sama sekali belum memberikan penjelasan!"
Bibir Maina bergetar dan matanya mulai berkaca-kaca.
"Sayang jangan seperti ini! Aku minta maap, ini seperti bukan dirimu, Mai!" Aldo mengguncangkan pundak Maina. "Dengar aku, Mai! Aku tahu aku salah. Ini semua kesalahanku. Tapi, aku hanya mencintai kamu! Merlian itu hanya masa laluku saja, Mai!"
Kini air mata Maina mulai mengalir. Aldo segera memeluk kekasihnya itu sangat erat, begitu erat seolah mengatakan jangan pergi lagi, Mai!
"Maaf, Mai. Aku udah buat kamu sakit hati!" Aldo masih memeluk erat Maina. Sementara Maina hanya terisak menahan tangisnya. Aku juga nggak bisa jauh dari kamu,  Al!  Sakit rasanya!

***

Mobil Aldo melaju perlahan diantara padatnya kendaraan sore ini. Seperti biasa saat Aldo sedang tidak sibuk dia pasti menjemput Maina di klinik. "Kamu mau makan apa?"
"Nggak ah aku udah makan tadi di klinik!"
"Jangan bohong pasti kamu lagi diet, kan? Aku bilang apa Mai jangan diet diet nanti kamu malah sakit gimana?"
"Nggak kok beneran tadi udah makan bakso di klinik."
"Ya udah terserah. Kamu temenin aku makan tapi ya!"
Maina mengangguk.

Aldo mengajak Maina ke Mall di Serpong. "Sayang, sekalian kamu mau beli apa untuk persiapan pernikahan kita?"
"Mmh.. Udah lengkap semua kok!"
"Beneran? Kalo baju buat ulang tahun Mamih kamu udah siapin?"
"Belum, Al. Kado juga aku belum beli!" Maina menggigit bibirnya.
"Ya udah abis makan kita cari ya!" Aldo mengacak-acak lembut rambut Maina.
"Ih berantakan, Sayang!" elak Maina.
"Gak apa-apa tetap cantik kok!" Aldo mengecup ringan pipi Maina sambil berjalan.

Aldo menggandeng mesra Maina berkeliling butik untuk mencari gaun yang pas untuknya.
"Ini bagus gak sayang?" Maina menunjukkan gaun berwarna brown coffee yang lembut.
"Bagus kok."
"Ih daritadi bagus-bagus aja sih!" Maina manyun manja.
"Ya abis orang cantik pake apa aja pasti bagus!" goda Aldo.
"Dasar gombal!!!!"
*drrrt drrrttt*
Hp Aldo bergetar pertanda panggilan masuk ke hpnya, dia segera mengangkat telepon tersebut. "Hallo.. Iya... Gimana, Dok?... Haduhh... Baik-baik Dok saya segera kesana... Baik Dok tidak apa-apa... Iya selamat sore!"
Klik. Terputus.
"Sayang, aku harus kembali ke rumah sakit. Pasien membludak dr. Ryan kewalahan! Ayok aku anter kamu pulang dulu yah!" jelas Aldo.
"Tapi aku belum dapat gaun dan kado buat Mamih, Al. Acaranya kan besok gak ada waktu lagi!"
"Tapi Sayang... "
"Gini aja.. " sela Maina. "Kamu ke rumah sakit aja gak apa-apa! Aku cari dulu sendiri nanti aku bisa pulang naik taxi!"
"Jangan Mai kuatir aku sama kamu!"
"Ih kamu tuh ya! Aku bukan anak kecil, Sayang! Udah sana kasian dr. Ryan nunggu kamu!"
"Beneran gak apa-apa? Kabarin aku kalo udah pulang yah jangan kemaleman!"
"Iya Sayang! Udah sana!"
Aldo mengecup singkat bibir Maina. "Aku pergi, Sayang!"
Maina mengangguk seraya tersenyum.

***

.
.
.
Aldo tambah mesra sama Maina. Itu kemesraannya memang tulus atau sedang menutupi sesuatu yaaaa???
Jangan baper yah tunggu episode selanjutnya. Kiss kiss ketchup manjaa untuk readers semua
😆😆😆😆

Forgive Me! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang