TC - 38

130 16 24
                                    

Setelah Claire mendapatkan pesan dan telepon dari sang pemilik laundry, Claire langsung mengayuh sepedanya secepat mungkin. Ia tak tahu mengapa sang pemilik menyuruhnya untuk cepat kembali ke laundry.

"Ada apa ya kira-kira?" gumam Claire sembari mengayuh sepedanya dengan cepat.

Setibanya di Laundry Fox, Claire langsung disuruh masuk ke ruangan bosnya. "Kamu itu gimana sih, Claire?!? Ini kenapa bisa ketinggalan bungkusan atas nama Liam!!! Kamu kok jadi teledor gini!" Tina membentak Claire dengan sangat keras. Claire sedikit bingung dengan Tina yang membentaknya sangat keras.

"Maaf, Bu. Saya kira, bungkusan atas nama Liam cuma satu," ucap Claire dengan nada sedikit takut.

Tina pun menghela napasnya sabar. Tak biasanya juga Tina membentaknya seperti ini. "Ya udah, besok kamu antar ini kembali ke apartemen beliau. Maafkan bentakan saya. Saya sedikit pusing memikirkan putri saya yang begitu jahat. Bahkan saya sendiri hampir tak mengenalinya. Dia berubah," lirih Tina.

"Baik, Bu. Maafkan saya," ucap Claire lirih.

"Iya, nggak apa-apa. Ada yang mau saya bicarakan juga dengan kamu," ucap Tina tegas.

"Apakah benar kamu anak dari Ryan Andre Wijaya?" tanya Tina kalut.

Claire mengernyitkan dahinya bingung. Sungguh ia bingung dengan pertanyaan Tina. Claire pun menjawab, "Benar."

"Rumah kamu disita oleh pihak bank, Claire?" tanya Tina lagi.

"Benar. Bagaimana Anda bisa tahu?" tanya Claire.

"Maafkan saya, Claire. Maaf," isak Tina sembari memegang tangan Claire erat.

"Ada apa, Bu Tina? Apakah ada sesuatu yang mengganggu Anda?" tanya Claire gelisah dan bingung.

"Ma?" ucap Vera tiba-tiba dari ambang pintu.

Mendengar namanya di panggil, Tina langsung menghapus air matanya dan langsung menyuruh Claire pergi dari ruangannya. "Kamu keluar dulu ya, Claire," ucap Tina.

"Baik, Bu. Saya pamit dulu," pamit Claire.

Setelah Claire keluar, Vera langsung duduk di sofa depan Tina. "Mama mau mengatakan semuanya kepada Claire?" tanya Vera sinis.

"Ya, kalau kamu nggak masuk, udah pasti Mama mengatakan semuanya kepada Claire. Kenapa kamu seperti ini Ver? Mama hampir nggak kenal sama anak Mama sendiri," lirih Tina.

"Hidup ini keras, Ma. Kalau Mama bilang ini ke Claire, liat aja nanti. Aku bakal adukan ini ke Papa," ancam Vera sembari tersenyum sinis.

"Papa? Kalian sama-sama bejat! Kalian menghancurkan hidup orang lain hanya untuk kesenangan kalian semata. Sadarlah!" Tina berteriak emosi di depan wajah Vera.

"Itulah yang namanya hidup, Mama. Buktinya, sekarang kita kaya raya." Vera berucap jahat.

×××

Keesokan harinya, William pulang ke apartemennya ketika ia mendapatkan lampu hijau dari Charlie. Tak lama kemudian, Vera datang ke apartemen William. William membukakan pintu apartemennya, dan Vera langsung masuk dan duduk di sofa William.

"Ada apa kamu ke sini?" tanya William.

"Aku ingin mengunjungi kekasihku. Apa itu salah?" ucap Vera santai sembari memainkan ujung rambutnya.

"Aku sedang sibuk. Aku nggak mau di ganggu," tukas William dan William langsung beranjak pergi dari sofa. Sebelum William menjauhi sofa, Vera langsung menarik lengan William lalu memutar tubuh William.

Cup...

Vera langsung mencium bibir William. Tentu William ingin berontak, namun, lagi-lagi ia teringat akan rencananya. William langsung melingkarkan tangannya di pinggang Vera dan membalas setiap ciuman yang diberikan oleh Vera.

"Aku mencintaimu," ucap Vera.

Belum sempat William membalas pernyataan cinta Vera, bel apartemen William berbunyi. "Sebentar, aku ingin mengecek dulu," ucap William.

Ketika William meninggalkan Vera di ruang tamu, Vera langsung melepaskan tiga kancing atas pada kemejanya dan juga melepaskan celana jeans yang ia pakai.

William membuka pintu apartemennya dan betapa terkejutnya William dengan seseorang yang memencet bel apartemennya. "Cla... Claire?" ucap William terbata-bata.

Claire juga terkejut ketika mendengar panggilan dari pemilik apartemen tersebut. "Selamat pagi. Saya ingin mengantarkan bungkusan pakaian anda. Maaf, kemarin bungkusan yang ini tertinggal di laundry," ucap Claire merasa bersalah.

William termangu mendengar ucapan Claire. Claire-nya tak mengenalinya. "Ah ya, nggak apa-apa. Tapi, kamu... Claire kan?" tanya William ragu.

"Iya, saya Claire. Bagaimana Anda bisa tahu?" tanya Claire tak percaya.

"Kamu... nggak kenal sama aku, Cla?" tanya William lirih dengan mata yang berkaca-kaca.

Mendengar panggilan itu disebut, Claire langsung teringat akan panggilan seseorang, yaitu William. Claire menutup mulutnya tak percaya. Ia benar-benar tak percaya dengan semua fakta yang telah di lihatnya saat ini. William-nya benar-benar berubah.

"Will... William?" ucap Claire terbata.

"Iya, ini aku," ucap William dan langsung memeluk Claire.

Tiba-tiba suara dari dalam apartemen William, mengintrupsi mereka. "Sayang, kok lama banget sih? Emang siapa yang datang?" ucap Vera dengan nada manjanya.

William dan Claire langsung melepaskan pelukan mereka. Betapa terkejutnya Claire maupun William ketika melihat ke arah Vera. Kemeja terbuka dan hanya mengenakan celana dalam.

"Apa-apaan ini!" bentak William tertahan.

Vera tersenyum sinis dan langsung mencium bibir William. Claire yang melihat itu pun langsung menjatuhkan air matanya dan langsung meninggalkan William dan Vera yang tengah berciuman mesra dengan hati yang remuk.

"Lepaskan!" William langsung melepaskan ciuman paksa dari Vera dan langsung berlari mengejar Claire yang telah memasuki lift.

"Tunggu, Cla! Aku bisa jelasin semuanya!" teriak William.

Ketika William hendak masuk ke dalam lift, pintu lift langsung tertutup dengan rapat. Claire menangis pilu di dalam lift. Ia memukul mukul dadanya yang terasa sesak.

"Jelaskan apa lagi, Will? Aku udah terlalu sakit untuk semuanya. Sia-sia aku mikirin kamu selama ini," ucap Claire pilu dengan air mata yang terus meluncur jatuh bebas.

True ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang