7. Masculine Scents

330K 13.6K 272
                                    

**********

Claudia Jasmine Poin of view

       Setelah berendam di air hangat sangat otot-otot di sekujur tubuhku menjadi nyaman. Tidak lagi tegang karena stres. Hari ini sangat melelahkan, Aline managerku sangat memforsir tenagaku. Selesai sesi pemotretan di lokasi ketiga aku langsung memilih untuk pulang, sangat ingin beristirahat. Aku berjalan ke ruang kamar khusus semua barang-barang pribadiku.

     Aku dengan suamiku sama-sama memiliki ruang sendiri untuk barang-barang pribadi kami. Jika ruangannya terdapat arloji-arloji Rolex yang harganya seharga sebuah mobil. Dan penuhi dengan baju-baju kemeja, dasi dan Jas berwarna nyaris sama semua, Ruanganku pastinya berbeda. Ruanganku sangat persis seperti ruanganku saat aku masih tinggal di Mansion kakeku. Seluruh pakaianku tergantung rapih di lemari dan dilemari lainnya tersusun rapih berjejer sepatu dari perancang favoriteku.

     Di sisi kanan ada lemari khusus untuk tas dan di sisi kiri lemari khusus untuk memajang perhiasanku, dari arloji, gelang, kalung dan anting yang selalu di beli kakekku dari pelelangan para billionaire. Padahal aku sangat jarang menggunakan seluruh perhiasan itu, aku lebih suka membeli perhiasanku sendiri dari pada yang di beli kakek dari rumah lelang itu. Kakekku memang kolektor perhiasan, dia hanya membeli namun tidak pernah menyentuh. 

     Selesai mengenakan pakaianku aku berjalan ke ruang menonton yang membatasi kamar dan ruang kerja suami jadi-jadianku itu. Ternyata orang yang baru saja aku sebut telah pulang bekerja.  Benedict terlihat sedang duduk di depan tv layar datar yang memilki tinggi berkisar satu meter. Aku mendekat dan memilih duduk di sampingnya berjarakkan berkisar satu meter darinya.

         Aku meliriknya, memperhatikan pria yang telah berstatus menjadi suamiku  selama dua bulan ini dengan seksama, dia sedang memanggku berkas-berkas yang sepertinya dia bawa dari kantornya. Dia masih mengguakan kemeja kantronya berwarna abu-abu, satu lengannya digulung hingga kesiku. Sesekali dia mengusap kepalanya  degan mendesa pusing. Usapan itu membuat rambutnya yang tadinya tersisir rapih menjadi sedikit berantakan. Tapi brantakan itu membuat dia terlihat seksi

        Pria ini sangat tenang, dan sungguh pendiam. Apa dia tidak memilki satu katapun untuk ia ucapkan padaku.? Apa dia tidak menyadari kehadiaranku? Sikapnya sangat amat tenang membuat aku frustasi. Ah dia sungguh-sungguh mengabaikanku.

       “Apa  kau sedang sibuk.?”  Aku mencoba menyuarakan isi pikiranku.

      “Tidak. ada apa.?” Tanya Benedict tanpa menoleh ke arahku. Masih setia membaca berkas-berkasnya. Aku membuka mulutku hendak mengatakan sesuatu namun kembali menutup mulutku, tidak menemukan topik obrolan yang pas.

        Aku menyimpulkan kedua kakiku dengan malas, tanganku mengambil remote tv dan menganti chanel berulang-ulang kali. Mataku kembali meliriknya. Pria itu masih tampak tenang, kakinya yang juga bersimpul memangku berkas sesekali berayun seirama dengan lagu yang sedang terpasang di chanel Tv. Apa berkas-berkas itu lebih menarik daripada aku.? 

         “Apa ada sesuatu yang ingin kau tanyakan.?” Tanya Benedict lagi juga tanpa menoleh ke arahku. Apa Dari ujung matanya ia tau aku terus meliriknya.?

      “Entahlah” Jawabku membuang tatapan kembali ke Tv dengan malas.  Aku sangat  bosan, tanganku yang sedari tadi menggonta ganti chanel membuat layar Tv memancarkan cahaya yang membuat mata perih karena terus berganti

      “Apa ada sesuatu yang menganggumu.?”

      “Hem” Jawabku asal

     “Apa itu.?”

     “Apa pedulimu..” Tanyaku  tanpa lepas menatap layar tv. Benedict terdiam sesaat.

    “Apa kau bosan.?” Tanyanya  menunjukkan tanda perdulinya. Aku memutar mataku menatap lantai untuk berpikir, kemudian kembali menatap mata biru miliknya yang masih menatapku.

Breathless [Claudia Jasmine]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang