Part 7 -END-

36 7 3
                                    

Sementara itu di dunia nyata, masih dalam suasana tegang. Tegang dari pihak keluarga Vivi dan dari pihak psikiater. Tirza berniat untuk menjemput paksa Vivi dari alam bawah sadarnya.

Para psikiater pun datang.

"Tolong siapkan 4 buah cermin besar, 4 buah lilin beserta mangkuk yang diisi air, dan 1 buah cermin berukurang sedang!" kata Tirza.

Dengan penuh tanda tanya, mereka mengambil benda-benda yang Tirza butuhkan.

Setelah semua siap, Tirza mengencangkan ikatan Vivi, kemudian mengelilinginya dengan 4 cermin besar yang di depannya dinyalakan sebuah lilin yang diletakkan di dalam mangkuk air. Masing-masing cermin tersebut dipegang oleh 1 orang.

Tirza mengeluarkan sebuah buku yang cukup tebal. Kemudian dia duduk bersila, membuka halaman yang ia pilih.

"Semuanya, tolong duduk bersila dan mengitari pasien ini. Saling berpegangan tangan. Tania dan Ibunda Vivi tolong duduk di sebelahku. Saat yang lain berpegangan tangan, kalian berdua pegang pundakku, mengerti?"

Mereka semua mengangguk, menandakan mengerti apa yang Tirza katakan.

"Saat aku mulai membacakan mantra, pejamkan mata kalian dan ucapkan 'Vivi, pulanglah' secara berulang-ulang. Apapun yang kalian dengar nanti, jangan buka mata kalian sebelum aku meminta kalian."

Beberapa dari mereka terlihat pucat pasi, merasa takut akan ritual yang hendak Tirza lakukan.

Tirza mulai membaca mantra yang tertulis di buku itu sambil mengarahkan cermin ke raga Vivi. Kemudian yang lain melakukan yang ia pinta.

Sementara itu, Vivi di alam bawah sadarnya sudah sampai di dermaga.

"Berikan kopermu, biar aku letakkan dulu di perahu." Dimas membawa koper miliknya dan milik Vivi ke perahu. Vivi semakin merasa gelisah. Dia memutar balikkan tubuhnya, menghadap ke arah vila yang ia singgahi dengan raut wajah bingung.

"Vivi, pulanglah...." Tiba-tiba Vivi mendengar suara seseorang. Dia memutar-mutar bola matanya, mencari sumber suara tersebut.

"Vivi, pulanglah...." Kini suara dari orang yang berbeda.

"Vivi, pulanglah...." Sekarang suara beberapa orang.

"Vivi, pulanglah, Nak. Ibu merindukanmu. Sadarlah, Nak...."

"I-ibu? Ibu? Ibu di mana? Ibu??" Tanpa sadar Vivi berlari perlahan menjauhi Dimas.

"Sayang? Kamu mau ke mana?" Dimas berusaha mengejar Vivi.

Vivi terus mendengar suara-suara tersebut dan membuatnya kebingungan. Akhirnya ia terjatuh dan menangis.

"Ada apa sayang? Apa yang terjadi??" kata Dimas.

"A-aku mendengar suara aneh yang menyuruhku untuk pulang. Dan, diantara suara-suara itu, ada suara Ibuku."

"Itu hanya halusinasimu saja. Mungkin karena kamu merindukan ibu? Nanti kita temui ibu setelah selesai bulan madu. Ayolah, istriku, kita harus pergi." Dimas membantu Vivi berdiri. Mereka melangkah perlahan kembali ke dermaga.

Tiba-tiba, muncul sosok yang sering membuat Vivi ketakutan tepat di depan perahu mereka.

"Vivi, pulanglah, tinggalkan pria itu, dia tidak nyata." Wujud wanita tua itu perlahan berubah menjadi wujud yang sebenarnya. Ialah Tirza, psikiater yang mengobatinya selama ini.

"A-apa maksudmu? Siapa kau sebenarnya?" tanya Vivi pada Tirza.

"Aku adalah seseorang yang dipercaya ibumu untuk menjemputmu. Membawamu pergi dari alam bawah sadarmu ini."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The SubconsiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang