Pertemuan (2)

3 0 0
                                    

Adira Rea Al-Hakim

Hari ini saya diajak bertemu oleh Kak Naufal, di sebuah restoran dekat rumah.

Ternyata ketika saya memarkirkan mobil, dari jauh saya melihat dengan jelas Kak Naufal sudah menunggu disana.

" Assalamualaikum. Sudah menunggu lama, ya?"

" Oh hai, Wa'alaikumsalam. Ngga kok, saya baru sampai. Kamu naik apa tadi?"

" Saya nyetir mobil sendiri. Tadi agak macet pas keluar gang rumah."

" Mau mesen makanan apa?"

" Saya ngikut Kakak aja mau mesen apa makanannya. Tapi minumannya saya mesen Jus Alpukat."

Setelah memesan makanan, kami pun berbincang-bincang.

" Saya dengar Kakak bekerja di Jakarta, ya? Terus kesini ngapain?"

" Iya saya kerja di Jakarta. Ada beberapa proyek yang harus saya kerjakan di Bogor ini."

Lalu mendadak hening. Saya jadi merasa canggung. Tapi dari raut wajah Kak Naufal, dia tidak merasa canggung sama sekali. Wajahnya tenang dan gan...teng. Astagfirullahh saya kebablasan menilainya.

Seorang pelayan mengantarkan pesanan kami. Lalu kami makan dengan hikmat.

Setelah makan, Kak Naufal membuka suara.

" Besok saya pulang ke Jakarta. Saya mengajak kamu kesini karena ingin bilang kalau saya...uhm, saya ada niatan ingin menikahi kamu, Adira. Tapi saya ingin mengenal kamu dulu. Lewat Abi kamu."

Saya melongo. Apa?!? Menikah????

-----

M. Naufal Aditya

Saya deg-degan setengah mati. Raut wajah Adira malah santai-santai aja.

" Setelah saya kembali lagi ke Bogor nanti, kita bicarakan lagi, ya?"

" O...oke, baiklah."

" Oh ya, satu lagi," Saya meraih sebuah kotak dibungkus dengan kertas kado warna pink putih di balik jaket yang saya kenakan, "....tolong diterima ya."

Adira sedikit kaget. Sedikit.

" Apa ini?"

" Bukanya nanti di rumah aja ga papa kok. Itu hadiah dari saya, kenang-kenangan saja sebelum saya balik ke Jakarta."

" Oh begitu. Terima kasih ya."

Lalu dia tersenyum. Ya Allah saya jadi teringat masa kuliah dulu deh.

-----

Januari, 2010

" Eh, Dira. Liat tuh, Kakak-Kakak yang wisuda malah rebutan mau ngasih kamu kenang-kenangan."

Adira, 19 tahun, lagi makan bakso Pak Mbul di kantin kampus.

" Ih jangan bohong atuh. Mana ada yang wisuda ngasih yang belum wisuda, yang ada juga yang belum wisuda yang ngasih yang wisuda. Haha."

" Ih kamu mah, saya beneran. Ga bohong. Mereka pada nunggu di luar kelas. Masih pake baju toga."

Adira hanya menghiraukan perkataan temannya yang bernama Siti tersebut.

" Ayo cepetan ih makannya."

Sore itu acara wisuda baru saja di selenggarakan. Mahasiswa-Mahasiswi yang sudah dinyatakan sebagai alumni itu pun sekarang pada sibuk berfoto-foto di lingkungan kampus sebagai tanda perpisahan.

Adira terkejut setelah melihat pemandangan yang membuatnya ingin cepat-cepat kabur.

" Itu dia, Adira!!!" Seru seseorang, membuat yang lain serempak menoleh ke arah Adira.

" Adiraaaaa, terima ini."

" Adira poto sama Kakak yuk."

" Adira jadian yuk."

Adira pusing sendiri menanggapinya. Setelah keramaian itu reda, akhirnya ia bisa menghela napas lega.

Tapi ada satu orang lagi yang berjalan mendekatinya.

" Adira, tolong terima ini ya." Ia menyodorkan sebuah kotak kado dengan ukuran sedang warna pink putih.

Adira tertegun.

" Saya harap kamu suka kadonya."

" Eh, i...iya, makasih Kak."

Setelah Kakak itu pergi, Siti menyenggol bahu Adira sambil menggodanya.

" Auuhh, sakit tahuuu."

" Sorry sorry, abisnya kamu populer banget sih. Hehe."

" Kamu iniiii."

Adira memang sangat populer sekampus. Karena ia sering menjuarai beberapa kompetisi.

" Kamu beruntung ya, bahkan Presiden Mahasiswa pun ngasih kamu hadiah."

" Ihh kamu, masih aja bahas, lagi pula mereka semua itu palingan cuma saling ngejek satu sama lain, kamu tahu kan kebiasaan buruk mereka dikampus?"

" Tapi Presiden Mahasiswa tadi kayanya serius lho ngasih kamu kado."

" Emang yang mana sih yang kata kamu Presma?"

Siti menepuk jidatnya.

" Ampun deh, kamu polos banget sih. Masa kamu ga tahu?!?" Siti merangkul bahu Adira. " Kakak yang terakhir tadi lho."

Hampir SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang